REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Ahmad Syafii
Sebagai misal disebutkan bahwa penduduk Muslim India akan tumbuh lebih cepat dibandingkan umat Hindu. Jika pada 2015, penduduk Muslim hanya 14.9 persen, pada tahun 2060 akan melonjak menjadi 19.4 persen (333 juta).
Begitu pula yang berlaku di wilayah Afrika Sahara, seperti Nigeria yang tahun 2015 penganut Muslim dan penganut Kristen berimbang. Tahun 2060, persentase penduduk Muslim Nigeria akan menjadi 60.5 persen, sebuah mayoritas yang kokoh.
Gerakan Boko Haram juga berawal di Nigeria ini yang telah menyembelih dan memperbudak manusia tak bersalah, Muslim dan non-Muslim. Jika bonus demografi masih saja disisipi oleh ideologi antikemanusiaan dan antikeragaman ini, sudah bisa dibayangkan betapa remuknya kehidupan kolektif di berbagai bagian bumi. Bumi dijadikan ladang pertumpahan darah atas nama Tuhan. Alangkah keji dan biadabnya!
Pertanyaan saya tetap saja belum berubah: bagaimana kira-kira nanti kualitas penduduk Muslim global yang jumlahnya akan semakin melampaui umat lain itu? Apakah data kuantitatif akan diiringi oleh data kualitatif? Jika jawabannya positif, itu akan menjadi berita gembira. Jika sebaliknya yang berlaku, jumlah raksasa itu akan terkapar menjadi beban sejarah di tengah lautan kemiskinan dan kebodohan yang merajalela! Semoga tidak demikian!
Selanjutnya, kita lihat pula tentang bonus demografi di Indonesia yang sampai detik ini diakui sebagai bangsa Muslim terbesar di planet bumi ini. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2060 akan berada pada angka antara 475 juta-500 juta. Melonjak dari angka 269.600.000 tahun 2020.
Jumlah penduduk Muslim Indonesia pada 2060 itu akan berada di angka antara 414 juta-436 juta. Lihat loncatan ini menjadi dua kali lipat dalam tempo 40 tahun lagi. Saat usia kemerdekaan Indonesia 100 tahun pada tahun 2045, penduduk negeri ini menurut perkiraan kepala Bappenas akan mencapai 318.900.000.
Jumlah persentase penduduk Muslim tahun 2019 ini kira-kira tidak akan banyak berubah, yaitu sekitar 87,2 persen (207.200.000). Tahun 2045, penduduk Muslim Indonesia akan menjadi 230.245.800.
Jika tidak ada malapetaka yang dahsyat, seperti tsunami, gempa bumi, letusan gunung yang dapat membunuh sebagian penduduk, angka-angka statistik kasar di atas bisa dijadikan pedoman dalam mengukur ledakan demografi Muslim itu.
Kita ambil angka tertinggi penduduk Muslim Indonesia tahun 2060, yaitu 436 juta, sedangkan angka globalnya adalah 3.259.158.000, seperti telah disebutkan dalam pada seri pertama. Maka itu, lebih 13 persen penduduk Muslim tinggal di Indonesia.
Saya tulis angka-angka di atas bukan untuk membangun pesimisme untuk kalangan Muslim. Tujuannya, semata-mata agar umat ini jangan terlena dengan data kuantitatif, tetapi mengabaikan data kualitatif. Kondisi sekarang, seperti telah dikemukakan sebelumnya, umat Muslim masih terlalu jauh dari gambaran yang diharapkan.
Apalagi, jika kita menyebut sebagai khaira umma (umat terbaik), sebagaimana dibayangkan Alquran dalam surat Âli-‘Imrân 110, posisi kita sekarang masih belum beranjak dari buritan peradaban, apa pun alat ukur yang kita pakai.
Tuan dan puan jangan salah paham, seakan-akan saya berkiblat ke Barat dengan perkembangan ilmu dan teknologinya yang dahsyat itu. Bagi saya, //khaira umma// itu adalah umat yang punya kekuatan menegakkan yang makruf (kebajikan) dan mencegah yang mungkar (keburukan) dengan iman yang tak tergoyangkan. Umat Muslim sedunia saat ini sama sekali tidak berada pada posisi yang dibayangkan Alquran itu.
Dengan demikian, ledakan demografi dengan melipatgandakan jumlah anak, tanpa mengaitkannya dengan kualitas manusia terhormat dan bermartabat, maka cara pandang yang semacam itu sungguh sangat menyesatkan.
Kaya dalam jumlah, tetapi papa dalam kualitas, dalam pandangan saya sudah amat jauh melenceng dari cita-cita agung Alquran seperti terbaca dalam ayat di atas. Sebagai orang beragama, kita harus yakin bahwa tidak ada masalah betapa pun kusut dan beratnya yang tidak dapat diurai dan diselesaikan.
Solusinya adalah tinggalkan mentalitas pecundang, mentalitas manusia kalah dengan teologi mautnya yang haus darah, yang bisa menggiring umat ini ke jurang harakiri secara biadab kemudian bangun mentalitas manusia pemenang dengan filosofi dasar Qurani: “rahmat bagi alam semesta” dan ajaran sila kedua Pancasila “kemanusiaan yang adil dan beradab”, temuan para pendiri bangsa Indonesia.
Maka itu, sistem pendidikan dunia Muslim harus bertumpu pada cita-cita ideal itu. Jalan berliku yang ditempuh selama ini hanyalah akan mempertinggi tempat jatuh. Jika roda sejarah umat mau bergerak secara kreatif dan dinamis ke arah dunia cita-cita ini, barulah “Tiga Miliar Muslim Tahun 2060” menjadi berita gembira!