Jumat 16 Feb 2018 04:04 WIB

Mendefinisikan Ulang Peran Agama

Kedamaian dan cinta kasih ada di dalam semua ajaran agama.

Yusuf Daud, Direktur Philosufi Center Surabaya
Foto: dok. Istimewa
Yusuf Daud, Direktur Philosufi Center Surabaya

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Yusuf Daud Risin *)

Seperti lingkaran yang sedang berputar kencang, peradaban memang sedang berputar kencang dengan perang dan kejahatan. Masa depan keberagamaan di Indonesia semakin menyedihkan, mengerikan, begitu kecenderungan terakhir. Terutama menyusul maraknya berita penganiayaan Kiai, Ustad, dan Romo pastur Katolik, pun pemukulan seorang guru sekolah yang dilakukan oleh wali murid. Lebih-lebih bila ditambah dengan cerita kekerasan yang mengatasnamakan agama di luar negeri seperti; Pakistan, Myanmar, Palestina, USA, Cina dan lain lain yang menunjukkan kecenderungan semakin menakutkan.

Ternyata, kemajuan pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi ditambah derasnya perkembangan dakwah agama pun spiritualitas beberapa tahun terakhir ini belum begitu berhasil mengerem secara signifikan kecenderungan manusia (yang katanya beragama pun ber-Tuhan ) untuk saling menyakiti. Institusi agama baik Islam pun non Islam yang dulunya berperan besar dalam kerukunan beragama, bernasib serupa.

Sehingga menyisakan Pe Er (pekerjaan rumah) untuk kita bersama, dan menimbulkan pertanyaan; siapa yang akan memayungi peradaban Indonesia ke depan dengan kesejukkan di masa depan?

Bila mau masa depan keberagamaan di Indonesia tidak lagi menyedihkan dan mengerikan, mungkin ini saatnya sekarang ini untuk kembali ke titik pusat lingkaran (intisari ajaran) berupa Cinta dan Kasih Sayang.

Keserakahan akan jabatan, kekuasaan, dan sanjungan serta kejahatan yang mengatasnamakan agama menjauhkan kehidupan dari kedamaian.

 

Merenung di atas tumpukan bahan renungan seperti ini, saatnya hari ini sekarang waktu yang sangat tepat bagi kita semua untuk membangun kembali jembatan keterhubungan antar umat beragama apalagi antar umat manusia agar kehidupan tidak menuju pada kehancuran.

Mari kita lihat diri ini secara mendalam. Tidak ada satu pun manusia yang bisa damai seorang diri. Pemilik perusahaan tidak akan bisa kaya tanpa pegawai. Penguasa negara ini akan berbahaya sekiranya tidak terhubung dengan rakyatnya. Orang tua juga tidak akan mampu damai bila putra - putrinya sakit.

Kedamaian dan cinta kasih ada di dalam semua ajaran agama. Di Islam, cinta kasih sayang muncul di urutan nomer satu dalam rangkaian 99 nama Allah yang indah (Alquran surat Al Hasyr ayat 22). Dalam ajaran Nasrani, terang benderang disebutkan bahwa Tuhan adalah cinta kasih-cinta kasih adalah Tuhan. Saudara kita pemeluk ajaran Budha menempatkan ajaran "Metta - Karuna" cinta kasih dan welas asih sebagai urutan pertama. Saudara kita yang beragama Hindu di Bali dan di India menempatkan ajaran Hindu yang bernama "Tattvamasi" sebagai ajaran semua mau bahagia, tidak ada yang mau menderita, untuk itu, banyak menyayangi dan jangan pernah menyakiti.

Banyak sekali hikmah yang tersembunyi di balik rentetan kejadian selama ini. Namun salah satu yang menonjol adalah lemahnya keterkaitan antara praktik beragama dengan kedamaian. Itu sebabnya, banyak teman penekun spiritual saat ini di mancanegara yang serius menggeser arah pencarian dari sekedar kesalehan ritualistik menuju kesalehan asketik. Dari ritual menuju penggalian diri yang semakin dalam dan semakin dalam. Dalam kelompok penggali ini (dalam Alquran surat Al Hasyr 59 ayat 9 disebut kelompok al-Muflihun), agama berhenti terlihat sebagai kotak-kotak berbahaya yang saling memisahkan. Namun sebaliknya, agama muncul sebagai kendaraan pencerahan.

Sehingga menjadi pekerjaan rumah kita bersama ke depan, bagaimana agama apalagi pemeluknya bisa berkontribusi pada kedamaian dan pencerahan?

Tanpa kontribusi ini, agama mana pun akan ditinggalkan. Dan manusia-manusia mulia seperti Nabi Muhammad, Jalaludin Rumi, Jesus Kristus, Budha Gautama, Bunda Teresa, dan Confusius mengajarkan, hanya cinta dan kasih sayang yang bisa menghubungkan jiwa satu sama lain, mendamaikan sekaligus mencerahkan.

Semua makhluk mulia di atas mempunyai jalan hidup yang penuh kasih sayang. Lantas, siapa yang ditiru bila masih ada pemeluk agama tetapi penuh kebencian kepada sesama nya?

Jujur saja, sesungguhnya dalam kedamaian tetangga ada kedamaian kita, dalam kedamaian kita ada kedamaian tetangga. Allahu a'la wa a'lam wa ahkam.

15 Februari 2018

*) Ambassador of peace Kaiciid centre (King Abdullah bin Abdul Aziz Centre for Interreligious and Intercultural Dialogue), praktisi Tasawuf, dosen tamu di berbagai universitas sekaligus direktur PhiloSufi centre Surabaya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement