REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustaz Hendra *)
Saat melihat langsung lokasi terdampak gempa di Lombok, saya menarik nafas dalam-dalam. Sungguh, ini bencana besar. Lebih besar dari gempa Yogyakarta dan Padang.
Terlihat jelas kelelahan dan kepasrahan di raut wajah semua warga. Karena hampir semua rumah hancur, runtuh tak tersisa. Ada juga yang masih tidak percaya, karena salah seorang anggota keluarga harus terenggut nyawanya.
Belum kering luka dan belum tenang jiwa, gempa besar kembali datang menyapa. Untuk yang ketiga kalinya.
Tiga kali gempa, semua terjadi pada hari Ahad. Masih ingat kan, gempa pertama terjadi pada Ahad, 29 Juli. Disusul gempa kedua, pada Ahad, 5 Agustus. Dan ketiga kemarin, pada Ahad, 19 Agustus.
Semua gempa di Lombok terjadi pada hari Ahad, sebanyak tiga kali. Apakah ini kebetulan?
Masjid Al Abror di Dusun Wadon, Desa Kekait, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat, NTB, yang rusak akibat gempa.
Gempa pertama datang seperti mengguncang, gempa kedua seperti meretakkan dan gempa ketiga seperti menghancurkan. Tidak cukupkah ini sebagai pertanda dari langit, sesungguhnya hanya Allah satu-satunya tempat kita meminta pertolongan.
Tak ada lagi bangunan yang bisa dijadikan tumpuan, tak ada lagi rumah yang bisa dijadikan tempat untuk bersandar. Semua hancur tak tersisa.
Namun, pantaskah kita membiarkan mereka untuk terus bersabar? Pantaskah kita meminta mereka tetap pasrah? Pantaskah kita abai terhadap mereka?
Jangan tanyakan jiwa gotong royong rakyat Indonesia, tanpa di komando, semua bergerak membantu. Saya lihat di lapangan semua rakyat dari berbagai penjuru Indonesia telah datang ke Lombok, semua bahu-membahu tak kenal lelah.
Tapi ini bencana besar, hampir 1000 Kali gempa susulan terjadi. Akibatnya 80 ribu rumah hancur, sekarang mungkin sudah 100 ribu rumah yang hancur, setengah juta orang mengungsi di tenda-tenda, bahkan ada yang tidur beratapkan langit.
Ayo sahabat, bergerak cepat! Lombok masih butuh bantuan kita.
*) Direktur Dompet Peduli Ummat (DPU) Daarut Tauhiid