REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhbib Abdul Wabah, Dosen Pascasarjana FITK UIN Syarif Hidayatullah dan UMJ
Tahun 2019 merupakan tahun politik dengan pesta demokrasi berbiaya sangat besar, karena bangsa ini memiliki hajat nasional secara serentak, yaitu pilpres dan pileg. Tensi kompetisi dan kontestasi antarcalon presiden dan wakil presiden dan para calon legislatif mulai terlihat meninggi.
Terkadang “aroma” saling serang antarkandidat terasa begitu kuat, sehingga nuansa permusuhan dan perpecahan. Sekurang-kurangnya keterbelahan pemihakan membuat sesama warga bangsa ini seakan saling berhadap-hadapan.
Pesta demokrasi lima tahunan ini idelanya menjadi momentum perubahan dan transformasi menuju masa depan bangsa lebih baik, tidak malah menimbulkan “keterbelahan dan permusuhan” antarpendukung yang terus menjadi “api dalam sekam”. Oleh karena itu, demokrasi harus menggembirakan, mencerdaskan, dan mendewasakan dalam menentukan pilihan kandidat yang berkontestasi.
Ujaran kebencian, permusuhan, provokasi, fitnah, dan “perang pencitraan bernuansa pembodohan” idealnya dihindari, jika para kandidat dan tim suksesnya mengembangkan demokrasi berukhuwah secara elegan. Semua pihak harus memiliki komitmen moral yang luhur dan tulus untuk menyelamatkan masa depan bangsa dari sengkarut dan keterpurukan: ekonomi, sosial budaya, pendidikan, hukum, keamanan, dan sebagainya.
Bagaimana 2019 ini dijadikan sebagai tahun ukhuwah (persaudaraan) sesama warga bangsa yang majemuk ini, sehingga semua tetap hidup rukun, damai, dan bersatu, meskipun berbeda pilihan?
Ukhuwah itu indah
Ukhuwah itu perintah semua agama sekaligus merupakan fitrah kemanusiaan. Karena itu, ukhuwah keimanan (ukhuwwah imaniyyah), ukhuwah kemanusiaan (ukhuwwah insaniyyah), dan ukhuwah kebangsaan (ukhuwwah sya’biyyah) itu sangat indah, jika diaktualisasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara harmoni.
Ukhuwah itu indah karena bersaudara itu digerakkan oleh iman kepada Allah SWT. Bertauhid sejatinya bukan hanya mengesakan Allah, tapi juga menyatukan umat dalam beribadah, bermuamalah, dan berakhak.Tauhidullah harus ditindaklanjuti dengan tauhidul ummah (integrasi umat). Umat yang bersatu dalam bingkai NKRI adalah umat yang bersaudara, memiliki visi, misi, dan orientasi hidup yang mulia.
Ukhuwah itu indah karena ukhuwah itu mendamaikan hati dan pikiran, agar terwujud kebajikan dan kebijakan yang arif dalam setiap tindakan. Salah satu kunci sukses Nabi Muhammad SAW ketika membangun masyarakat Madinah yang plural pascahijrah dari Makkah adalah komitmen kuat beliau dalam mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar, antara umat Islam dengan umat lain yang berbeda agama, suku, etnis, bahasa dan budaya dalam suasana hidup bersama. Dengan ukhuwah, mereka hidup rukun, damai, saling bergotong royong, penuh toleransi, dan harmoni.
Ukhuwah itu indah karena merupakan solusi terhadap berbagai persoalan kebangsaan. Umat dan bangsa akan mudah “dipecah belah” oleh pihak lain, jika semua komponen bangsa tidak bersaudara dan bersatu. “Seorang Muslim adalah saudara sesama Muslim lainnya. Dia tidak akan menganiaya saudaranya dan tidak akan membiarkan saudaranya dianiaya orang lain. Siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Siapa yang melapangkan kesusahan seorang Muslim, maka Allah akan melapangkan kesukarannya pada hari kiamat, dan siapa yang menutupi aurat seorang Muslim, maka Allah akan menutupinya di hari kiamat", (HR. al-Bukhari Muslim). Jadi, ukhuwah itu merupakan energi positif sekalgus solusi efektik untuk menyelesaikan berbagai persoalan kebangsaan.
Ukhuwah dalam sistem demokrasi itu indah karena terbukti menjadi sendi utama pembangunan masyarakat bangsa, bahkan menjadi pilar kemajuan peradaban. Ketika umat Islam meraih kemajuan peradabannya di masa Abbasiyah, salah faktor perekatnya adalah ukhuwah Islamiyyah dan ukhuwah lintas-iman. Dengan sikap saling menghargai perbedaan dan toleransi, Islam dapat bekerjasama dan bersinergi dalam mengembangkan sains dan teknologi.