REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Edison Siahaan*
Indonesia Traffic Watch (ITW) memprediksi kondisi lalu lintas pada 2019 tidak akan lebih baik dari 2018. Justru kemacetan di kota-kota besar khususnya Jakarta akan semakin parah.
Lalu lintas memiliki peran sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu pemerintah dan Polri jangan mati rasa, tetapi terus berupaya maksimal untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran lalu lintas (Kamseltibcarlantas). Sebab, faktanya kemacetan masih menu sehari-hari dan terjadi nyaris di seluruh ruas jalan ibu kota. Selain menimbulkan kerugian materi, kemacetan juga sudah mengganggu aktifitas dan kreatifitas yang berdampak menurunnya produktifitas masyarakat.
Sementara upaya yang dilakukan pemerintah dan Polri belum menjadi solusi efektif dalam mewujudkan Kamseltibcarlantas. Pembangunan ruas tol yang massif justru jadi beban masyarakat. Karena harus membayar tol meski tidak ada jaminan bebas dari kemacetan. Artinya, pembangunan ruas jalan termasuk tol tidak menjadi solusi efektif untuk mewujudkan Kamseltibcarlantas.
Pemicu utama kemacetan adalah populasi kendaraan yang tidak terkontrol. Sementara pertumbuhan ruas jalan terbatas, sehingga tidak mampu menampung kendaraan. Ditambah lagi ketidakberdayaan pemerintah menyelesaikan permasalahan angkutan umum berbasis aplikasi yang beroperasi terus secara illegal. Meskipun potensi memicu konflik, tetapi pemerintah terkesan membiarkan hingga kini.
Jumlah kendaraan bermotor di Jakarta saat ini tercatat lebih dari 18 juta unit. Jika ditempatkan secara berjejer di seluruh jalan raya di Jakarta, maka jalan raya akan berubah menjadi arena parkir. Karena mustahil kendaraan dapat bergerak.
Berdasarkan data dari BPS DKI Jakarta 2016 jumlah kendaraan bermotor rata-rata tumbuh lima persen dalam lima tahun. Sedangkan panjang jalan hanya bertambah kurang dari 0,1 persen. Komposisi lalu lintas secara umum adalah sepeda motor 73,92 persen, mobil penumpang 19,58 persen mobil beban 3,83 persen, mobil bus 1,88 persen serta kendaraan khusus 0,79 persen.
Artinya, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta jauh lebih banyak dari ruas dan panjang jalan yang tersedia. Sehingga jalanan Jakarta overload, akibatnya kemacetan parah terjadi di hampir seluruh ruas jalan.
Seharusnya kendaraan pribadi di Jakarta dikurangi hingga jumlahnya ideal dengan ruas dan panjang jalan yang tersedia. Sehingga nyaman untuk semua pihak.
Permasalahan kemacetan di Jakarta sudah dalam katagori ekstrim atau gawat darurat. Tentu upaya yang dilakukan tidak lagi bisa hanya pengaturan/pengalihan atau sekadar rekayasa. Tetapi harus tindakan ekstrim layaknya upaya untuk mengatasi kondisi yang gawat darurat.
Setidaknya pemerintah melakukan tindakan atau upaya yang berdampak efektif sehingga lima tahun kemudian kondisi lalu lintas bisa Kamseltibcar. Melakukan kebijakan moratorium berjangka penjualan kendaraaan bermotor baru di wilayah Jakarta dan kota-kota besar yang kemacetannya sudah diambang batas.
Kemudian, pembatasan usia kendaraan yang dapat melintas. Termasuk usia kendaraan angkutan umum. Pembatasan kepemilikan kendaraan setiap rumah dengan mewajibkan memiliki garasi.
Pemerintah juga bisa menaikan tarif parkir agar masyarakat berpindah ke angkutan umum, mewajibkan semua kendaraan bermotor memiliki asuransi kendaraan sebagai syarat untuk memperpanjang STNK.
Selain itu pemerintah bisa menyiapkan dan memperbanyak jumlah kendaraan umum termasuk monorel, kereta bawah tanah dan terintegrasi ke seluruh penjuru dan terjangkau secara ekonomi. Menyiapkan lokasi parkir di kawasan kota penyangga seperti di Bekasi, Tangerang, Depok, Bogor.
Pemerintah/Pemprov DKI mensubsidi BBM kendaraan umum sehingga harganya menjadi lebih murah dan terjangkau. Memisahkan SPBU kendaraan pribadi dan umum yang BBM-nya di subsidi. Membangun rumah susun di dalam kota dan daerah dekat kantong parkir, stasiun kereta pinggir kota.
*) Ketua Presidium ITW