Oleh: KH Didin Sirojuddin AR, Pengasuh Pesantren Lembaga Kaligrafi (Lemka)
بكتابة المصحف الشريف أنا (مع زوجتى وأمى) ذاهب لأداء فريضة الحج سنة ١٩٩٤. سبحان الله إن القرآن مملوء بالبركات لحاجاتناالدنيوية والأخروية.
Rupa-rupa cara orang naik haji. Kalau saya, naik haji dengan menulis "AL-QUR'AN BERWAJAH PUISI" pesanan Sastrawan H.B. Jassin. Setahun lamanya sejak ditulis beberapa juz, Alquran berukuran kertas hvs A-4 yang disusun "berwajah puisi" selama berbulan-bulan itu menuai kontroversi dan polemik di pelbagai media masa.
Tahun 1993, ketika H.B. Jassin meminta saya menulis mushaf tersebut, ia bertanya: "Berapa saya harus bayar?" Tiba-tiba teringat kalau saya belum haji. Ini dia kesempatan. "Saya dan istri mau haji. Jadi tolonglah Pak Jassin bayar 15 juta," jawab saya.
Waktu itu ongkos naik haji Rp 6 jutaan rupiah. "Wah, itu banyak sekali! Alquran yang ditulis Sdr Sirojuddin dulu kan hanya 3 juta!" Pak Jassin kaget. Sebelumnya saya memang pernah menulis mushaf "القرآن الكريم BACAAN MULIA Terjemahan H.B. Jassin" dengan bayaran Rp 3 juta.
"Pokoknya saya dan istri ingiiiiiin sekali naik haji Pak?" tukas saya bersikukuh.
Tulisan KH Didin Sirodjudin AR dalam mushaf Alquran berwajah puisi karya HB Jassin.
Sebelumnya memang ada yang kirim surat tanda-tanda bahwa saya bisa berhaji ke Makkah. Tiba-tiba ada pihak yang mencantumkan nama saya dengan tambahan gelar haji: H. Sirojuddin. Di situlah saya yakin, mungkin sudah ada yang mulai ngedoain saya naik haji.
"Saya enggak sanggup membayarnya," Pak Jassin kembali menimpali.
"Saya pun yakin Pak Jassin pasti tidak akan sanggup membayarnya," kata saya, seolah, meyakinkan.
"Terus, dari mana saya dapat uang?" jawabnya malah balik bertanya.
H.B. Jassin, 'Paus Sastra Indonesia' dan penulis buku "Heboh Sastra 68" dan pernah setahun dipenjara karena tulisan cerita pendek "Langit Makin Mendung" di majalah sastra Horison yang dipimpinnya. Beliau memang tidak punya banyak uang.
Akhirnya, dengan mantap saya jawab: "Dari Allah."
"Baiklah kalau begitu saya akan minta dulu kepada Allah," jawab Pak Jassin.
Mushaf Alquran berwajah puisi
Entah bergurau atau serius, pujangga yang digelari "Paus Sastra" itu menerima tawaran saya. Sampai sekitar tiga minggu kemudian saya dipanggil untuk mulai menulis.
Rupanya, tokoh sastra yang menghibahkan lebih 40.000 bukunya ke Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin di Taman Ismail Marzuki Jakarta ini mendapat bantuan Rp 25 juat dari Menristek B.J. Habibie.
"Tuh khan Pak. Saya belum menulis, uangnya sudah ada. Hanya tiga minggu. Saya juga mintanya 15 juta, Pak Jassin malah dikasih Pak Habibie 25 juta. Bukankah itu dari Allah?" kata saya setengah menggoda.
Pak Jassin hanya mangut-mangut (mungkin kaget dan kagum dengan kemurahan Allah) sambil tersenyum: "Iya, benar. Benar dari Allah."
Nah, sampai Alquran itu selesai ditulis, Pak Jassin malah membayar saya Rp 17,5 juta/ Dan saya pun bertiga dengan istri dan ibu berangkat haji tahun 1994. Al-Qur'an Berwajah Puisi adalah mushaf keempat yang pernah saya tulis.
Karena membawa ibu naik haji, saya sedikit terkendala kekurangan uang. Saya pun berdo'a, "Ya Allah berilah hamba Rp 4 juta rupiah lagi," pinta doa saya dengan menyebut langsung angka yang dibutuhkan.
Benar saja, tak lama kemudian saya dapat proyek menulis kalender kaligrafi dan, ya Allah, benar-benar pas dibayar 4 juta. "Kenapa gak minta Rp 10 juta ya?" saya pikir waktu itu.
Didin Sirodjuddin AR bersama HB Jassin.
Namun, saya tambah kaget, karena sesampainya kami bertiga di Mekkah, H.B. Jassin ternyata juga sudah berada di Makkah. Lantas ia bercerita: "Pak Harmoko (Menteri Penerangan) kagum sekali melihat tulisan Alquran Sirojuddin ini. Sebagai rasa senangnya, dia kasih saya hadiah dengan menghajikan saya nyusul ente."
Subhanallah pantul-memantul. Alquran terbukti memang penuh berkah.