Kamis 03 Oct 2019 14:12 WIB

Melirik Potensi Batik

Batik menjadi nilai tambah untuk Indonesia menghadapi persaingan global.

Perajin membuat batik bercorak lambang negara Garuda Indonesia di Padepokan Batik Failasuf, di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Jumat (1/6).
Foto: Antara/Harviyan Perdana Putra
Perajin membuat batik bercorak lambang negara Garuda Indonesia di Padepokan Batik Failasuf, di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Jumat (1/6).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Sintong Arfiyansyah, Pegawai Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Setiap tanggal 2 Oktober, Indonesia memperingati Hari Batik Nasional. Peringatan ini dimulai ketika batik memperoleh pengakuan dunia dari United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) satu dasawarsa yang lalu.

Sejak saat itu, batik perlahan tapi pasti mulai dikenal sebagai kebanggaan Indonesia di mata internasional.

Bahkan, dalam acara pertemuan debat terbuka di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 7 Mei 2019, delegasi dari seluruh dunia sengaja menggunakan batik sebagai penghormatan terhadap Indonesia yang menjadi presiden Dewan Keamanan PBB. Hal ini merefleksikan bahwa batik merupakan salah satu simbol kebudayaan Indonesia yang telah diakui oleh dunia. Tidak hanya sebagai simbol kebudayaan Indonesia, ternyata batik juga menjadi salah satu primadona perdagangan pakaian Indonesia di dunia.

photo
Perajin menata kain batik tulis khas Kenongorejo di etalasenye di Kenongorejo, Kabupaten Madiun, Jawa Timur.

Kondisi ini tentu membuat perdagangan pakaian yang berasal dari batik cukup potensial dalam menembus era perang dagang yang hingga kini masih terus berlangsung dan semakin memanas, yang melibatkan Cina dan Amerika Serikat (AS).

Momentum perayaan Hari Batik Nasional seperti ini, dapat dimanfaatkan untuk mengisi kekosongan akibat tersendatnya perdagangan antara dua raksasa AS-Cina dengan meningkatkan ekspor tekstil batik yang juga menjadi salah satu keunggulan Indonesia dalam perdagangan internasional.

Kondisi ini terlihat dari capaian nilai ekspor batik pada 2018 yang mencapai 52,44 juta dolar AS atau mencapai Rp 734 miliar. Kementerian Perindustrian menargetkan, ekspor batik pada 2019 tumbuh enam hingga delapan persen dari capaian tahun 2018. Ini sebuah angka yang cukup menjanjikan apabila dibanding dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang belum mampu beranjak dari angka lima persen ataupun proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang hanya mencapai 3,2 persen pada tahun 2019.

photo
Dua orang pengrajin batik mengecap lilin (malam) ke atas kain di salah satu rumah di Centra Batik Tulis Trusmi, Desa Trusmi Wetan, Plered, Cirebon, Jawa Barat. (Antara/Widodo S. Jusuf)

Batik adalah bagian dari produk tekstil sehingga dapat dimanfaatkan untuk merebut pasar pakaian dunia. Potensi perdagangan pakaian dunia saat ini, mencapai 442 miliar dolar AS sehingga peluang besar terbuka lebar bagi industri ini.

Semenjak diakui oleh UNESCO sebagai warisan dunia dari Indonesia, ekspor batik terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Tujuan utama ekspor batik adalah negara-negara maju, seperti AS, Jepang, Korea Selatan, Jerman, dan negara Eropa lainnya.

Negara-negara yang umumnya adalah negara maju tersebut menyukai produk batik asal Indonesia karena keunikannya. Hal ini tentu menjadi salah satu keunggulan bagi Indonesia. Batik yang menjadi salah satu warisan dunia, semakin menjadi nilai tambah bagi Indonesia dalam menghadapi persaingan dagang global.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement