Oleh Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika
Ada dua berita atau kabar hari ini yang membuat kaget. Pertama, ada berita keputusan Pemerintah Arab Saudi untuk sementara tidak menerima kedatangan jamaah umrah dari negara-negara yang terpapar wabah virus corona. Soal ini sahabat saya Muharom Ahmad yang kini bermukim di Makkah membenarkannya. Ini untuk menginformasi berita dari laman media Saudi Gazette yang menuliskannya.
"Ya, benar itu. Nanti saya kirimi tulisan dan video suasana Makkah akibat pelarangan kedatangan jamaah umrah dari negara yang terpapar Corona," kata Muharom yang kini tingal di Makkah.
Di Indonesia berita soal pelarangan kedatangan jamaah umrah dari negara terpapar corona oleh Arab Saudi sudah bikin heboh. Apalagi setelah seorang pejabat Pemerintah Arab Saudi membenarkannya: Arab Saudi telah menangguhkan masuknya orang-orang yang ingin melakukan umrah atau mengunjungi Masjid Nabawi di Madinah karena kekhawatiran akan penyebaran virus corona.
Dan bagi yang paham soal sejarah penyelenggaraan umrah dan haji, pelarangan ini bukan hal pertama. Dahulu sudah pernah terjadi pada 1920-an saat wabah kolera yang terindikasi akibat sembelihan ternak para jamaah haji yang digeletakkan begitu saja dan berimbas pada kesehatan manusia. Saat itu haji dan umrah kemudian ditiadakan dengan alasan ada keadaan darurat menyebarnya wabah. Apalagi, wabah kolera saat itu sudah menyebar sampai Eropa.
Dan untuk Indonesia pun sejarahnya juga ada. Pada tahun awal perjuangan kemerdekaan ada fatwa haram menunaikan ibadah haji oleh KH Hasyim Asyari. Pertimbangan terbitnya fatwa ini karena menyadari kondisi negara dalam keadaan genting yang akan diserang musuh kolonial. Jadi, menurut Hasyim Asyari, syarat istithaah berhaji saat itu untuk sementara tak terpenuhi, yakni terjamin perjalanan ibadahnya ke tanah suci. Soal ini pun sudah dibahas pada kitab-kitab awal fikih yang dasar atau awal kala belajar di pesantren.
Bahkan, adanya fatwa ini membuat poster pengumumannya ditempelkan di berbagai papan pengumuman dan tembok oleh para mukimin Indonesia yang kala itu berada di Makkah. Fatwa ini berlaku sampai tahun 1950 ketika secara resmi melalui perjanjian di Konferensi Meja Bundar Den Haag, Belanda angkat kaki dari Indonesia.