REPUBLIKA.CO.ID, BOROBUDUR -- Komunitas pencinta cagar budaya menggelar kegiatan membaca aksara jawa kuno atau kawi sebagai wujud melestarikan peninggalan luhur nenek moyang bangsa Indonesia. Pelatihan digelar di kompleks Balai Konservasi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
"Kami saling berbagi yang diketahui, semua belajar tentang sesuatu yang telah mati (aksara jawa kuno, red.) ini. Saya senang ada yang mau belajar. Inilah salah satu cara menghargai peninggalan leluhur," kata pelatih kegiatan "Sinau Aksara Jawa Kuno atau Kawi" yang juga lulusan pada 1994 dari Jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Gunawan Agung Sambada di Borobudur, Ahad.
Mereka di bawah koordinasi kelompok di media sosial "Medang Kingdom Community" pimpinan Nugroho Wibisono, hingga saat ini telah tujuh kali belajar bersama membaca aksara kawi.
Kegiatan mereka selain mengambil lokasi di BKB di Kabupaten Magelang, selama ini juga memilih tempat di Prasasti Mantyasih dan Museum Badan Pemeriksa Keuangan, keduanya di Kota Magelang.
Ia mengatakan aksara jawa kuno telah lama ditinggalkan masyarakat, namun masih bisa dijumpai antara lain di berbagai prasasti dan benda cagar budaya.
Pada pelatihan itu, mereka fokus belajar membaca aksara jawa kuno di salah satu lingga berangka 791 yang disimpan di kompleks BKB. Aksara kuno salah satu wujud peninggalan nenek moyang bangsa, sedangkan bentuk lainnya, seperti arca dan bangunan cagar budaya.
"Dengan mengetahui informasi dari suatu peninggalan, meskipun hanya sedikit akan membangkitkan semangat untuk menjaga dan melestarikan. Bahwa yang ada dalam peninggalan berupa aksara jawa kuno itu, selain tentang kerajaan, nama raja-raja, wilayah, juga kehidupan sehari-hari masyarakat, seperti soal utang-piutang dan pembagian warisan," kata Gunawan yang secara khusus belajar tentang epigrafi saat kuliah di Jurusan Arkeologi UGM Yogyakarta.
Nugroho mengatakan peserta pelatihan itu selain kalangan mahasiswa dan pelajar, juga masyarakat umum dari sejumlah komunitas pecinta cagar budaya. Setiap pertemuan, antara 10 hingga 15 orang yang berminat mengikuti.
Kegiatan serupa, ujarnya, juga secara mandiri di sejumlah daerah lainnya, seperti di Wengker Kabupaten Ponorogo dan Museum Tantular Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
"Butuh orang-orang, anak-anak muda yang memang tergelitik dengan minat khusus belajar membaca aksara jawa kuno ini. Kita akan bangga bila mampu membaca aksara kuna. Di China, Thailand, Laos, dan Myanmar juga ada yang melakukannya," katanya.