Rabu 10 Oct 2012 05:00 WIB

Catatan Tinggal di Eropa (V) Menjelang Keberangkatan

Praktek Suap (ilustrasi)
Foto: breakingnewsonline.net
Praktek Suap (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,Urusan administrasi juga menyita waktu tersendiri, terutama dalam upaya mengurus visa.  Persyaratan untuk visa memerlukan banyak dokumen seperti surat keterangan sehat dalam bahasa Inggris, letter of acceptance (LOA), booking ticket, asuransi dan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK). 

Mengurus SKCK di Indonesia butuh perjuangan tersendiri.  Panjang urusannya sama seperti panjangnya Indonesia dari Sabang sampai Merauke.  Bayangkan saja mengurusnya mulai dari surat pengantar RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Koramil, Polsek, Polres, dan setelah itu ke Polda di ibukota Propinsi (Surabaya).  

Di setiap tingkat pengurusan (dimulai dari kecamatan), apabila saya tanya berapa biayanya?, maka jawabannya adalah terserah bapak.  Lho berarti ada dua kemungkinan, boleh membayar dan tidak membayar.  Tapi sebagai orang Jawa saya ya mengerti, ini isyarat untuk tetap harus membayar.  Tinggal berapa rupiah yang pantas menurut kita untuk dibayarkan pada petugas. 

Ternyata zaman reformasi sudah merubah budaya aparat pemerintahan (dalam arti cara mendapatkan uang), bila jaman Orde Baru aparat meminta imbalan untuk segala sesuatu yang diurusnya (terang-terangan), maka pada jaman reformasi, aparat sudah tidak meminta imbalan untuk segala sesuatu yang diurusnya, hanya “terserah Bapak” (lebih halus dan sungkan).  Beda kan ……

Sampai disini belum selesai.  Langkah selanjutnya adalah pergi ke Mabes Polri, setelah itu harus dilegalisir oleh Kemenkumham dan Kemenlu (di ibukota negara, Jakarta).   Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia maupun pemerintah asing yang akan dituju tidak percaya pada rakyat yang mengurus SKCK.  Apa mabes Polri tahu secara detail, rakyat yang sedang mengurus SKCK itu tersangkut perkara kriminal atau tidak?.  Khan tahunya dari SKCK yang dikeluarkan Polda?.  Sepertinya kok tidak ada pekerjaan yang lebih penting saja.  Rakyat Indonesia itu lho baik-baik semua, kecuali yang tidak baik. Mbok sudah, diurus sampai di Polres, atau di Polsek saja.  Pemerintah asingpun sangat tidak percaya pada rakyat Indonesia semuanya.   

Barangkali mereka khawatir karena menganggap Indonesia merupakan sarang teroris (kata media Barat lho). Bayangkan sudah capek-capek mengurus ke Mabes Polri, masih meminta untuk dilegalisir di dua kementerian.  Apa maksudnya, saya tidak paham.  Hanya sekedar untuk mendapatkan tandatangan dan stempel dari pejabat yang berwewenang.  Betapa panjang birokrasinya. Apa tidak dapat diringkas ya.  Mbok ya diurus dalam satu atap saja supaya sederhana dan cepat selesai.  

Ini gambaran betapa ruwetnya birokrasi di negeri kita.  Mengurus SKCK saja seperti itu, apalagi urusan yang lebih penting.  Saya khawatir panjangnya melebihi keliling dunia.   Saya saja yang dari Jawa Timur menghabiskan banyak hari dan biaya untuk mengurus SKCK itu. Akhirnya demi meringkas hari dan biaya, saya menggunakan tenaga calo untuk urusan legalisir di Jakarta (harus kita akui dan syukuri ini merupakan salah satu keunggulan Indonesia, karena dapat meningkatkan kesempatan kerja). 

Saya tidak dapat membayangkan kalau ada yang ingin studi keluar negeri tapi asal daerahnya dari pegunungan Jayawijaya Papua sana.  Kemungkinan yang terjadi adalah, masa berlaku beasiswa sudah habis tapi SKCK masih diurus di tengah jalan. Kasihan ……

Wahyu Widodo

Dosen Universitas Muhammadiyah Malang

Rubrik ini bekerja sama dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia

sumber : PPI
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement