Kamis 11 Oct 2012 17:44 WIB

Belajar dari Shiroishi (II)

Red: M Irwan Ariefyanto
castle
Foto: japan.org
castle

REPUBLIKA.CO.ID,Setiap kota di Jepang memiliki simbol tersendiri yang biasanya berasal dari simbol klan penguasa terdahulu yang mendirikan kota tersebut. Simbol kota Shiroishi adalah motif lonceng yang terdiri dari tiga unsur utama: lonceng, lingkaran dan interior berwarna putih.

Lonceng diambil dari simbol yang digunakan pada bendera perang Kojuro Katakura yang merupakan pengikut utama Date Masamune dari Sendai. Interior putih dipilih untuk mewakili kata "shiro" di dalam kata "Shiroishi" yang berarti 'putih' dalam bahasa Jepang. Terakhir, bentuk melingkar dipilih untuk menunjukkan simbol keabadian. Simbol-simbol lokal seperti ini biasanya terdapat diatas penutup saluran-saluran air di kota-kota di Jepang, dengan motif yang berbeda-beda sesuai dengan simbol klan penguasa terdahulu yang mendirikan kota-kota tersebut.

Kota ini pada awalnya tumbuh dari industri primer seperti pertambangan, namun kemudian industri pertambangan menurun dan digantikan oleh industri transportasi, makanan, keuangan dan jasa, telekomunikasi, dan juga industri pertanian. Sayangnya, penurunan jumlah populasi usia produktif dan minat generasi penerus yang menghindari pekerjaan berbahaya, kotor, dan melelahkan telah membuat industri-industri ini juga ikut menurun. Industri primer dengan jumlah pekerja sekitar 7,163 orang pada tahun 1970, turun menjadi hanya 2,011 orang pada tahun 1995. Sementara itu industri pertanian yang digeluti 7,032 orang pada tahun 1970, menurun sangat drastis menjadi hanya 1,913 orang pada tahun 1995.

Sepanjang jalan dari stasiun kereta api Shiroishi menuju ke tengah kota terlihat perekonomian kota ini berada diujung kebangkrutan. Banyak toko yang tutup karena kurangnya konsumen. Toko-toko yang tersisa hanyalah toko-toko makanan, jasa telekomunikasi, perbankan, jasa kesehatan dan obat-obatan serta pakaian untuk populasi usia lanjut. Pemandangan yang hampir sama dengan yang saya temukan dalam perjalanan studi lapangan (perencanaan wilayah dan kota) ke Morioka, Tohoku, Jepang bagian utara.

Saat ini, pemerintah kota Shiroishi memfokuskan kegiatan ekonomi pada industri pelayanan dan jasa, salah satunya adalah industri pariwisata yang melayani wisatawan lokal dan internasional dalam memahami sejarah kota Shiroishi. Industri ini kemudian dapat mendorong dan menghidupkan kembali perekonomian secara perlahan dengan mendorong keunggulan produk-produk lokal, diantaranya adalah pembuatan kertas tradisional Jepang (washi), mie tradisional yang sehat dan kaya nutrisi (Shiroishi Umen), dan boneka kayu (kokeshi)

Sejak periode Heian (794 - 1180), kertas yang dibuat di bagian timur laut Jepang ini telah dipuji sebagai produk kertas yang "lembut, murni, dan anggun"sehingga Date Masamune mendorong pembuatannya dalam skala produksi yang lebih besar. Shiroishi mampu menghasilkan kertas yang sangat berkualitas tinggi karena kualitas bahan material dan kualitas air yang baik di wilayah tersebut.

Sampai saat ini, kertas washi masih dibuat dengan cara tradisional dan saat ini ada lebih dari 200 variasi. Beberapa produsen kertas washi menggunakan pola yang dicetak oleh percetakan blok, beberapa menggunakan metode pencelupan dengan pewarna alami (seperti kesemek atau kenari) dan yang lain menggunakan pewarna yang berasal dari bunga. Namun demikian, sangat disayangkan bahwa jumlah seniman yang menghasilkan kertas washi semakin menurun, sementara generasi penerus (anak-anak mereka) tidak memiliki keinginan untuk meneruskan tradisi ini dan lebih memilih pekerjaan modern di kota-kota besar.

Shiroishi umen merupakan jenis mie yang telah diproduksi di Shiroishi selama lebih dari 380 tahun. Keberadaan sungai dan anak sungai yang mengalir ke seluruh kota dianggap menjadi bagian penting dari produksi mie jenis ini di Zaman Edo. Kini, Shiroishi umen diproduksi menggunakan metode modern dan dijual di beberapa daerah di seluruh Jepang, bahkan di Tokyo kini terdapat toko yang menjual khusus produk-produk lokal yang berasal dari Tohoku untuk mendukung tumbuhnya perekonomian Tohoko yang berbasis keunggulan lokal. Mie jenis ini tidak hanya populer sebagai hidangan lokal yang lezat, tetapi juga makanan yang bergizi dan kaya nutrisi dan menjadikan orang-orang yang berorientasi pada kesehatan sebagai pangsa pasarnya.

Boneka kayu (Kokeshi) pada awalnya dibuat untuk dijual kepada orang-orang yang mengunjungi mata air panas di bagian utara-timur Jepang pada pertengahan periode Edo (1600-1868). Shiroishi selalu menjadi tuan rumah pada kontes tahunan Kokeshi yang biasanya diadakan pada "Golden Week" di awal bulan Mei.

Lokasi sejarah lain di Shiroishi adalah kediaman samurai kelas menengah, Koseki, yang pernah menjabat sebagai penjaga benteng Shiroishi. Kediaman ini terletak di sepanjang Sungai Sawabata. Dokumen sejarah menunjukkan bahwa kediaman ini dibangun pada tahun 1730.

Pada tahun 1992, kediaman Koseki ini disumbangkan ke pemerintah kota Shiroishi,, kemudian kediaman ini dibangun kembali seperti kondisi semula dan terbuka untuk umum. Kediaman samurai ini memiliki desain yang sederhana, memiliki tiga ruangan dengan lantai tradisional. Awalnya, rumah itu dibangun sebagai rumah petani, namun kemudian direnovasi agar layak ditempati oleh samurai kelas menengah. Menyeberangi jembatan yang terbuat dari tanah liat, melalui gerbang yang berbentuk khas, memasuki rumah dengan atap yang terbuat dari jerami, dan memasuki kebun didalam rumah akan membuat pengunjung merasa seolah-olah telah melangkah mundur ke periode Edo (1600-1867).

Fatwa Ramdani

Presidium PPI Jepang 2011-2012

Geo-environmental Science, Earth Science Department,

Graduate School of Science, Tohoku University, JAPAN   

Rubrik ini bekerja sama dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

  • Sangat tertarik
  • Cukup tertarik
  • Kurang tertarik
  • Tidak tertarik
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement