REPUBLIKA.CO.ID,Demi strategi yang lebih efektif, di Kuala Lumpur kelebihan barang yang saya bawa, saya distribusikan ke koper teman-teman seperjalanan. Kopor yang isinya sudah saya susun rapi, akhirnya berantakan.
Satu baju ke kopor lain, dua sambal ke kopor satunya, tiga bumbu racik ke kopor sebelah. Disamping itu juga didistribusikan ke dalam tas punggung teman-teman. Tas punggung saya juga dipenuhi pindahan barang dari kopor dan menjadi sangat berat. Yang saya pertahankan untuk tidak dipindah ke kopor dan tas punggung lain hanya kaos dalam dan celana dalam. Alhamdulillah setelah dikurangi ternyata berat kopor menjadi 21.5 kg. Amanlah saya, paling tidak kelebihannya masih dapat ditoleransi.
Setelah beres kami menuju ke boarding pesawat dan Alhamdulillah aman, tidak ada kelebihan bagasi. Sampai di Amsterdam dengan keyakinan penuh, kami semua menuju boarding pesawat Portugalia. Saya yang pertama kali maju ke konter tiket. Saya serahkan tiket dan passport dan kemudian kopor saya ditimbang. Lho tidak lama kemudian petugasnya meminta tas punggung saya juga ditimbang. Total beratnya 30 kg. Aduh mak ……
Pesawat yang membawa saya dan teman-teman dari Kuala Lumpur ke Amsterdam adalah Malaysia Airlines. Menurut brosurnya sih pesawat bintang lima setara dengan Singapore Airlines. Ternyata pelayanan dan fasilitasnya memang lumayan. Sampai saya bingung bagaimana cara mengoperasikan fasilitas dan cara meminta makanan dan minuman.
Ingin mengoperasikan tv, tapi tidak tahu caranya. Hanya bingung melihat orang-orang sekitar dapat mengoperasikan dengan mudah. Setelah lama baru saya berani meminta tolong pramugari dengan bahasa isyarat, “bagaimana mengoperasikan remote control?”. Maka dengan manisnya, pramugari memandu saya mengoperasikan peralatan tersebut dalam bahasa Inggris. Saya hanya bisa melongo.
Sampai akhirnya pramugari sepertinya mengakhiri penjelasannya. Sayapun cepat-cepat mengangguk, pura-pura mengerti, meskipun yang saya dengar hanya was wis wus saja. Namun setelah pramugari pergi, saya bingung lagi, bagaimana cara menjalankannya?. Akhirnya dengan modal nekat, saya pijat semua tombol di remote control tersebut. Lho yang muncul kok berganti-ganti dengan cepat, tidak bisa diam pada satu program.
Saya menyerah, saya biarkan remote control memilihkan program yang disenanginya. Saya tinggal melihatnya. Ternyata remote controlnya pintar, saya dipilihkan film ……… berbahasa Inggris lagi, wah saya kok selalu dipaksa untuk mendengarkan yang berbahasa Inggris ya, apa tidak ada film yang berbahasa India?
Setidaknya kalau film India saya masih bisa menikmati tarian Sahruk Khan. Kuchi kuchi hotai …..
Pada waktu tertentu, pramugari membagikan makanan, tapi jauh sebelum itu setiap penumpang sudah diberi selebaran yang kalau saya tidak salah menerjemahkan merupakan pilihan menu yang nanti akan disajikan pada para penumpang, disitu tercantum dua pilihan menu. Namun demikian pada saat makanan mulai dibagikan, sayapun mulai memperhatikan pramugari.
Mereka selalu menanyakan sesuatu dulu kepada para penumpang. Penumpang selanjutnya menjawab dan kemudian pramugari akan memberikan menu yang diminta penumpang. Demikian yang selalu dilakukan pramugari. Sayapun bersiap-siap.
Mudah-mudahan pramugarinya menanyai saya dalam bahasa Melayu, karena ini khan penerbangan Malaysia Airlines. Sampai ditempat duduk saya, ternyata saya ditanyai ……… dalam bahasa Inggris. Alamak, saya tidak mengerti. Akhirnya demi menjaga wibawa saya sebagai orang yang sudah biasa ke luar negeri (he he), maka bahasa tarzan saya gunakan. Saya tunjuk makanan yang sudah terhidang di depan penumpang diseberang tempat duduk saya, karena saya lihat mereka rata-rata memilih menu yang sama.
Kelihatannya menu barat karena yang mengkonsumsi rata-rata orang barat. Dengan keyakinan penuh saya kemudian bilang ke pramugari “sem” (ditulis dengan menggunakan bahasa Inggris ”same”). Alhamdulillah, pramugari dengan sigapnya menyajikan makanan barat tersebut. Sayapun kemudian membuka makanan tersebut yang menurut selera saya kurang meyakinkan. Tidak ada nasinya, tidak ada sayur lodehnya dan tidak ada lauk tempenya.
Tapi bagaimana lagi wong itu pilihan saya. Pramugari kemudian bertanya pada penumpang sebelah saya. Penumpang tersebut menyebutkan makanan yang diminta. Sambil pura-pura menikmati makanan, saya lirik orang tersebut, apakah dia menyukainya atau tidak. Dia buka makanannya dan ampun…., dia dapat nasi, lauk kare ayam dan ada sayurnya. “Pramugari, saya minta ganti menu” jeritan dalam hati saya. Saya ingin nasi….
Saya melihat seringkali pramugari lewat sambil menawarkan sesuatu pada penumpang. Ada yang meminta bir, ada yang diberi wine. Ada pula yang memilih coca cola. Sepertinya kok enak-enak ya minumannya, boleh memilih sesuka hati dan tidak terbatas, meminta apa saja boleh. Nanti kalau sampai ketempat duduk saya dan menawarkan sesuatu, saya minta apa ya?. Akhirnya saya putuskan, saya akan meminta apa yang dapat saya minta.
Sampai ke tempat duduk saya, pramugaripun menanyai saya dalam bahasa Inggris, tebakan saya mungkin maksudnya mau minum apa? Namun karena saya tidak mengerti, maka yang saya minta hanya satu dan sudah saya siapkan jawabannya dengan mantap, “water”. Kalau pramugari muncul lagi dan menawarkan sesuatu, jawaban saya tetap, water. Muncul lagi dan menawarkan lagi, jawaban saya tunggal, “water”. Pada kesempatan berikutnya pramugari tersebut juga bertanya lagi pada saya, maka saya menjawab “water”. Sepertinya pramugari tersebut mulai kasihan pada saya. Kok tidak seperti orang lain yang meminta macam-macam minuman.
Akhirnya beliau menanyakan lagi ke saya “jas water?”. Sayapun bingung dan berpikir, ini maksudnya apa?. Tapi akhirnya saya berhasil menyimpulkan, kalau dalam pelajaran bahasa Inggris huruf “u” itu khan dibaca “a”. Maka yang dimaksud oleh pramugari berarti “apakah saya mau “jus water”. Lho apakah air itu bisa dijadikan jus?. Apakah mungkin air itu dicampur sesuatu, mungkin buah-buahan tertentu sehingga menjadi “jus water”. Tidak apalah yang penting mengandung “water”. Maka dengan keyakinan penuh, saya bilang “yes, jas water”. Dengan sigap pramugari tersebut kemudian menuangkan air dan langsung diserahkan ke saya. Lho mana “jus”nya?. Katanya tadi saya ditawari “jus”, kok hanya “water” lagi?. Air…….
Rubrik ini bekerja sama dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia
Penulis: Wahyu Widodo, sekarang sedang Post Doctoral di Portugal atas biaya Erasmus Mundus