Islam di bumi Austria memiliki ragam warna dalam catatan sejarahnya. Peristiwa terhentinya gerak maju kaum muslimin di bawah kesultanan Turki Usmani 3 abad lalu, masih menyisakan trauma sejarah bagi negeri ini. Namun, diakuinya Islam secara konstitusi seabad yang lalu merupakan cermin sikap toleransi, keterbukaan serta pengakuan negara atas keberadaan dan kontribusi warga muslim di Austria.
Pengakuan berbentuk hukum khusus bagi pemeluk Islam diberlakukan sejak tahun 1912, saat kaisar Habsburg Franz Joseph bertahta. Langkah ini diambil sebagai konsekuensi atas penguasaan Austria terhadap Bosnia-Herzegovina. Di mana kekaisaran ingin mengakomodasi keberadaan tentara-tentara muslim Bosnia yang menjadi penguat armadanya.
Dengan hukum tersebut, keberadaan Islam di Austria menjadi setara dengan agama-agama lainnya. Sehingga, muslim minoritas di negara ini memperoleh legalitas untuk menjalankan syiar-syiar keagamaan secara terbuka. Termasuk pula mendapatkan hak pengajaran agama Islam bagi anak-anak muslim yang mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah umum.
100 tahun berselang, 2 acara spesial terbilang
Dua kegiatan besar memuncaki momen bersejarah 100 tahun silam tersebut. Jum'at (29/6) malam, pemerintah Austria memfasilitasi sebuah acara seremonial dengan undangan terbatas di Rathaus, balai kota Wina. Esoknya, acara yang lebih santai dan terbuka untuk semua lapisan masyarakat, khususnya komunitas muslim di Austria, diselenggarakan di masjid terbesar Kota Wina (Masjid Islamic Center).
Presiden Austria, Heinz Fischer, hadir sebagai tamu kehormatan pada acara seremonial di Rathaus. Beliau menekankan perlunya mempererat hubungan dalam atmosfer damai dan saling menghormati, terutama dikaitkan dengan kewajiban untuk tetap mematuhi hukum-hukum negara.
Presiden dari organisasi keagamaan Islam resmi di Austria (IGGiÖ), Fuad Sanac, juga turut serta di antara para pemuka agama dan tamu-tamu kehormatan lainnya. Dalam sambutannya, Fuad Sanac menyatakan bahwa kebijakan pemerintah Austria terhadap Islam perlu dijadikan contoh oleh negara-negara Eropa lainnya. “Hendaknya legalitas Islam di Austria saat ini tidak dianggap sebagai ancaman, justru menjadi aset keragaman bangsa,“ tambahnya.
Acara penuh kehangatan dan ide-ide membangun tersebut ditutup dengan penampilan Maher Zain. Musisi Islami yang mengambil jalan juangnya melalui lirik-lirik lagu yang menyentuh sekaligus menggugah kesadaran dan kebanggaan berislam tersebut, membawakan beberapa lagu malam itu. Penampilan pemuda Swedia kelahiran Tripoli ini mendapat sambutan hangat dari audien, termasuk Presiden Austria yang menyalaminya langsung di penghujung acara malam itu.
Esok harinya, tempat perayaan berpindah ke Masjid Islamic Center yang berlokasi di tepian sungai Donau yang membelah Kota Wina. Masjid ini merupakan satu dari sekian masjid bermenara di Austria, selain masjid yang terletak di kota Saalfelden, Telfs dan Bad Vöslau.
Hawa terik musim panas Kota Wina sore itu, tidak menyurutkan langkah muslim Austria untuk bersilaturrahim dalam nuansa kegembiraan dan kebersamaan. Mereka telah mulai berdatangan sebelum jarum jam menunjukkan pukul 3 sore, jadwal resmi yang tertera dalam undangan.
Warga muslim Austria, dari berbagai rumpun bangsa dan tempat berdomisili, memenuhi tempat acara yang merupakan pendopo semi permanen di pelataran Masjid Islamic Center. Tak ketinggalan, beberapa warga WAPENA pun turut menyaksikan momen spesial ini. Anak-anak bergembira dengan berbagai souvenir yang dihadiahkan oleh panitia, berupa tas, bendera serta aksesoris pin yang menarik.
Acara diisi dengan sambutan dari beberapa tokoh penting bagi komunitas muslim Austria, di antaranya: Presiden IGGiO, Imam Masjid Islamic Center, serta perwakilan dari beberapa komunitas Islam yang ada di Austria. Maher Zain yang seakan "pulang ke rumahnya", serta menjadi bagian dalam nuansa kebahagiaan sore itu, memungkasi acara dengan penampilan santunnya membawakan lagu-lagu reliji bersama saudara-saudari seimannya.
Rubrik ini bekerja sama dengan komunitas Wapena
Video: YouTube