REPUBLIKA.CO.ID,
Banyak perusahaan yang menjalankan program CSR dengan tujuan pencitraan.
Perkembangan Corporate Social Responsibility (CSR) tidak bisa lepas dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainability development). Konsep ini memberikan dampak kepada perkembangan definisi CSR sebagai sebuah komitmen berkelanjutan dari para pelaku bisnis untuk berperilaku secara etis dan memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi.
Pada saat bersamaan juga diharapkan bisa meningkatkan kualitas hidup dari para pekerja dan keluarganya, demikian pula masyarakat lokal dan masyarakat secara luas.
Lalu, bagaimana sebaiknya pengelolaan dana CSR dilakukan? Apakah dikelola langsung oleh perusahaan atau menggunakan pihak ketiga?
Pengamat CSR Jalal mengatakan, dalam pengelolaan dana CSR bergantung dari program atau kegiatan yang dibuat oleh perusahaan tersebut. Ia pun membagi tiga cara pengelolaan CSR, pertama, bila program kegiatan dikhususkan untuk karyawan perusahaan maka sebaiknya pengelolaan langsung dilakukan oleh perusahaan tersebut.
Kedua, bila program atau kegiatan untuk lingkungan sekitar perusahaan, biasanya pengelolaan dilakukan dengan cara kemitraan, yakni perusahaan bekerja sama dengan kontraktor untuk lebih memudahkan pelaksanaannya. Dan yang ketiga, bila program kegiatan CSR untuk masyarakat dan jauh dari lingkungan perusahaan maka akan lebih baik bila dikelola oleh pihak ketiga.
Jalal melanjutkan, dari ketiga macam pengelolaan dana CSR tersebut, tentunya masing-masing punya kekurangan dan kelebihan. "Kalau dikelola perusahaan, kelebihannya adanya kontrol penuh. Untuk kelemahannya, tidak semua hal bisa dilakukan sendiri dan setiap perusahaan belum tentu memiliki keterampilan atau kapasitas yang mungkin dibutuhkan," jelas Jalal kepada Republika, Jumat (8/1).
Kemudian, sambung pendiri CSR Indonesia ini, kelebihan dari pengelolaan secara kemitraan adalah adanya penambahan sumber daya manusia (SDM). Melalui kemitraan juga bisa menghindari adanya tumpang tindih proyek. Kelemahannya, membutuhkan waktu yang lama dalam perumusan program, terlebih lagi bila ada masalah di antara keduanya.
"Tidak semua kemitraan bisa berjalan dengan indah," kata Jalal.
Ketiga, kelebihan bila dikelola pihak ketiga adalah adanya kemudahan yang dirasakan oleh perusahaan yang tinggal terima beres. Namun, kelemahannya adalah apabila perusahaan salah memilih organisasi yang mengelola maka sangat berpengaruh dengan jalannya program kegiatan CSR.
Dalam hal pengawasan, perusahaan harus mempunyai basis perencanaan yang baik serta mampu mendefinisikan program yang mantap dan ada indikator yang jelas. Karena, bila perencanaannya berantakan dan tidak ada indikator yang jelas maka pengawasan tidak bisa berjalan efektif.
Pemahaman keliru
Sementara itu, pimpinan Lembaga La Tofi School of CSR mengatakan, selama ini masih sering terjadi kekeliruan perusahaan dalam memahami CSR. Banyak perseroan yang berpikir untuk menyisihkan dana terlebih dahulu baru memikirkan program CSR apa yang akan dibuat. Padahal, lanjut dia, CSR adalah tanggung jawab sebuah perusahaan yang dirumuskan dan melahirkan sebuah program. Setelah adanya program, barulah membuat anggaran dari dana operasioanl perusahaan.
Jalal pun mengungkapkan hal yang sama. Menurutnya, masih banyak perusahaan yang membuat program CSR berdasarkan proposal yang masuk ke perusahaan mereka. Akibatnya, sering kali program CSR tidak memiliki tujuan yang jelas, hal ini pun memengaruhi pengelolaan program CSR tersebut.
"Banyak perusahaan yang justru memanfaatkan CSR untuk memperbaiki hubungan perusahaan yang buruk dengan masyarakat, seperti perusakan lingkungan atau lainnya," katanya. Perusahaan pun kemudian mengambil jalan tengah dengan memberikan bantuan. Padahal, seharusnya perusahaan memikirkan solusi dari dampak yang merugikan masyarakat.
CSR sebetulnya adalah tanggung jawab perusahaan atas dampak yang ditimbulkan, baik dampak positif maupun negatif. "Bila dampaknya negatif, perusahaan harus mengetahui seluruh potensinya dan kalau bisa hal itu tidak terjadi atau diminimalisasi. Sementara, kalau dampaknya positif hendaknya dimaksimalkan, sehingga perusahan bisa memberikan hasil positif bagi masyarakat," terang Jalal.
Selain itu, Jalal juga melihat banyak yang menjalankan program CSR untuk tujuan pencitraan. Padahal, yang menjadi tujuan utama dari CSR adalah pembangunan berkelanjutan. "Banyak yang menganggap CSR hanya aspek sosial saja, padahal tidak. Karena, tujuannya adalah pembangunan berkelanjutan, tentunya selalu ada aspek ekonomi, sosial, dan juga lingkungan. Sehingga, kalau ber-CSR untuk tujuan yang lain, itu namanya bukan CSR," tegasnya.
Salah satu perusahaan yang mengelola program dana CSR-nya sendiri adalah PT Ajinomoto. Manager CSR Ajinomoto Mulyono mengatakan, program CSR yang dilakukan Ajinomoto bertujuan menumbuhkan kesadaran para karyawannya untuk saling berbagi serta memiliki rasa peduli dan empati kepada mereka yang membutuhkan. Saat ini, kata Mulyono, kepedulian karyawan untuk berbagi masih sangat rendah. Sehingga, tujuan dari program CSR yang dilakukan perusahaan adalah untuk menumbuhkan kepedulian itu. Ed:khoirul azwar