Persoalan ziarah kubur selalu menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Terlebih jika menyangkut makam nabi dan orang-orang saleh. Polemik isu pemindahan makam Nabi Muhammad SAW beberapa waktu lalu tak pelak menjadi perhatian umat Islam dunia. Beragama protes disampaikan meski pada akhirnya hanya sebatas isu.
Di dalam negeri, polemik tentang makam orang-orang saleh atau para wali kembali mencuat. Penyebabnya sebuah buku ajar dari Kementerian Agama yang menggolongkan makam para wali sebagai berhala model baru. Perbincangan, bahkan perdebatan tentang ziarah kubur seolah tak usai dibahas.
Para ulama sebenarnya tak berselisih tentang ziarah kubur. Mereka bersepakat jika ziarah kubur adalah sunah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadis riwayat Muslim, Nabi SAW bersabda, "Aku pernah melarang kalian untuk ziarah kubur, maka sekarang kunjungilah karena hal itu dapat mengingatkan kalian pada akhirat."
Yang menjadi titik perbedaan di kalangan ulama adalah mengadakan perjalanan khusus untuk ziarah. Titik tolak perbedaannya ada pada hadis yang menyebut perjalanan ziarah hanya disyariatkan ke tiga masjid. Yakni, Masjidil Haram di Makkah, Masjid Nabawi di Madinah, dan Masjidil Aqsa di Palestina. Sementara, kelompok lainnya membolehkan perjalanan ziarah kubur karena tujuannya sendiri adalah sebuah sunah.
Dewan Fatwa Darul al-Ifta Mesir berpendapat, mengadakan perjalanan untuk ziarah hukumnya boleh. Dewan Fatwa Mesir beralasan, jika ziarah kubur disunahkan, mengadakan perjalanan untuk ziarah juga disunahkan. Para ulama Ushul Fikih bersepakat dengan sebuah kaidah, "Sarana untuk mencapai sebuah tujuan dihukumi seperti hukum tujuan itu sendiri." Dengan demikian, jika tujuannya adalah ziarah kubur yang bernilai sunah, maka seluruh sarana untuk mencapai tujuan itu, termasuk perjalanan ziarah, juga dihukumi sunah.
Alasan lain lembaga yang pernah dipimpin Syekh Muhammad Ali Jum'ah ini adalah perjalanan sendiri hanya wasilah. Perjalanan adalah tindakan berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Dilihat dari sisi ini, maka perjalanan bukanlah sebuah ibadah khusus.
Terkait pemaknaan hadis, "Tidak boleh melakukan perjalanan kecuali menuju tiga masjid. Masjid al-Haram, masjidku ini (Masjid Nabawi), dan Masjid al-Aqsha." (HR Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa`i, dan Ibnu Majah). Ada beberapa penjelasan dari para ulama.
Menurut Darul al-Ifta Mesir, hadis tersebut hanya ditujukan pada larangan untuk masjid. Artinya, tidak boleh meniatkan khusus ziarah ke masjid kecuali tiga masjid tersebut. Syekh Sulaiman bin Manshur menjelaskan penjelasan hadis tersebut mengacu pada perjalanan untuk shalat sehingga tidak menafikan kebolehan sebuah perjalanan untuk tujuan lain, termasuk di dalamnya ziarah kubur.
Menurut Imam Nawawi, yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah tidak ada keutamaan dalam melakukan sebuah perjalanan ke sebuah masjid kecuali tiga masjid tersebut.
Darul al-Ifta Mesir juga tidak mempermasalahkan sedekah atau kurban yang pahalanya untuk orang-orang saleh. Nazar atau kurban model seperti ini tidak keluar dari hukum sembelihan kepada Allah SWT. Sandarannya dari hadis Sa'ad bin Ubaidah RA, dia berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku meninggal dunia, maka sedekah apakah yang paling afdal?" Beliau SAW menjawab, "Air." Maka, Sa'ad kemudian membuat sebuah sumur dan berkata, "Ini adalah untuk Ummu Sa'ad." (HR Abu Daud, Nasa'i, dan Ahmad).
Soal peringatan haul atau wafatnya orang-orang saleh juga tidak dipermasalahkan ulama dari Lembaga Fatwa Mesir ini. Menurutnya, peringatan kelahiran atau kematian orang-orang saleh adalah sebuah kebaikan. Karena, acara tersebut dapat mengingatkan seseorang untuk meneladani tingkah laku dan manhaj mereka. Seluruh perbuatan itu, ujar Darul al-Ifta, masuk dalam firman Allah, "Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah." (QS Ibrahim: 5). Namun, lembaga fatwa Mesir ini memberi catatan, peringatan haul tersbeut tidak boleh bercampur dengan perbuatan yang dilarang, seperti ikhtilat (campurnya laki-laki dan perempuan).
Pendapat bertolak belakang dikeluarkan Lembaga Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi. Ziarah kubur adalah sesuatu yang dianjurkan. Namun, dalam praktiknya dilarang bagi yang berziarah untuk meminta doa dari yang dikubur agar dilepaskan dari kesulitan. Kedudukan ziarah orang-orang saleh dan orang mukmin pada umumnya menurut lembaga ini sama saja kedudukanya.
Lembaga yang pernah diketuai Syekh Abdul Azis bin Abdullah bin Baz ini juga melarang mengkhususkan hari Jumat untuk berziarah. Hari Jumat atau hari lainnya sama kedudukannya saat berziarah. Alasannya, tidak ada nash khusus yang mengatur keutamaan ziarah pada hari Jumat.
Lembaga Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi ini juga melarang melakukan perjalanan untuk ziarah kubur, baik ke makam nabi, wali, atau selainnya. Dalilnya juga memakai hadis tentang ziarah ke tiga masjid di atas. Dari dasar itu, lembaga ini juga melarang melakukan perjalanan ke Masjid Nabawi dengan niat hanya ingin ziarah ke makam Nabi SAW. Hal yang diperbolehkan adalah ziarah ke Masjid Nabawi dengan niat shalat di dalamnya.
Al Ifta Kerajaan Arab Saudi juga melarang perbuatan sembelihan yang dikhususkan untuk para wali. Amalan ini ditakutkan akan menjerumuskan orang ke dalam perbuatan syirik besar karena tidak dipersembahkan kepada Allah SWT. ed:hafidz muftisany