REPUBLIKA.CO.ID, Berbagai isu yang beredar digunakan untuk memprovokasi umat Islam. Mulai dari isu aliran sesat hingga gesekan antargerakan dakwah. Yang memilukan, gesekan tersebut sudah mulai melibatkan konfrontasi fisik dan pelanggaran hukum.
Ketua PP Muhammadiyah Prof Yunahar Ilyas berpendapat, setiap kekerasan dan melanggar hukum harus diproses. Kepolisian harus mencari tahu siapa pelaku sebenarnya dan apa tujuan melakukan penyerangan secara fisik.
Yunahar mengatakan, masing-masing gerakan Islam, pada dasarnya bertujuan menegakkan agama Allah dan berjuang di jalan Allah. Saat ini dalam menegakkan agama Allah, ormas-ormas Islam punya ciri khas dan segmentasinya sendiri. Dengan demikian, kata dia, biarkan masing-masing ormas bergerak sesuai ciri khas dan segmentasinya dalam menegakkan agama Allah.
Ia menegaskan, jika dalam hal-hal tertentu ada persamaan segmentasi dakwah maka baiknya sesama gerakan Islam bekerja sama dan tolong-menolong. “Tidak usah fokus ke perbedaan, tapi perhatikan persamaan,” katanya.
Misalnya, jika ada 10 program dalam sebuah perkumpulan organisasi, dan ada satu yang sama maka satu program itulah yang dikerjakan dengan organisasi lain. Semangat itu, kata Yunahar, sudah dilakukan oleh PP Muhammadiyah dalam berorganisasi dan dalam kehidupan bermasyarakat.
Jangan sampai sesama gerakan Islam mudah diprovokasi pihak lain. Terutama disulut untuk melakukan kekerasan. Namun jika umat Islam diserang dengan kekerasan, aparat kepolisian harus mengusutnya. “Jadi jangan dikaitkan dengan ukhuwah. Gak ada cerita ukhuwah kalau ada orang menyerang begitu,” katanya.
Ketua PBNU Prof Dr KH Maksum Mahfudz sepakat jika perbedaan pendapat antarormas Islam tidak perlu dipermasalahkan. “Namun kesamaannya yang perlu terus dibangun,” ungkapnya saat dihubungi Republika, Senin (2/3).
Perbedaan bisa disepakati dengan cara berdialog. NU sendiri membangun tradisi dialog sejak awal didirikan. “Sudah jelas kita lakukan sejak lama, apalagi (dialog) dengan sesama,” katanya.
Ia menambahkan, segala tindakan kekerasan yang dilakukan siapa pun dan dalam bentuk apa pun, pada prinsipnya NU tidak menoleransi. Untuk itu, aparat kepolisian mesti segera memproses pelaku sesuai perbuatannya.
“Kekerasan dalam bentuk apa pun seyogianya tidak dilakukan karena merusak relasi antarumat,” kata Kiai Maksum
Untuk itu PBNU meletakkan beberapa dasar utama agar organisasinya tidak mudah terprovokasi. Pertama adalah perlindungan atas keagamaan. Kedua, perlunya asas keselamatan, dan ketiga adalah perlindungan dalam kebebasan berpendapat. “Itu tiga pilar hak asasi manusia yang diagung-agungkan oleh NU,” ujarnya.
Kalau masing-masing organisasi sudah menghargai tiga pilar hak asasi manusia itu, kata dia, maka tidak ada tempatnya bagi kita untuk membenarkan diri sendiri. “Kemudian melakukan tindakan kekerasan,” katanya.
Kiai Maksum mengatakan, ada takarannya dalam membangun ukhuwah dan relasi antaragama untuk membangun komunikasi. Perbedaan pendapat yang masih bisa dikomunikasikan tidak sepantasnya harus diributkan. “Jadi tidak ada perbedaan pendapat dengan kekerasan,” katanya.
Menurut Kiai Maksum, saat ini ukhuwah antarormas Islam di Indonesia sudah bagus. Parameternya adalah harmonisnya hubungan NU dan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar di Tanah Air. “Sehingga kalau dua itu damai, organisasi lainnya damai,” ujarnya.
Ia melihat, selama ini perbedaan pendapat antara organisasi Islam masih dalam batas toleransi. NU, ujarnya, dibentuk untuk menjaga perdamaian multikultural seperti di Indonesia. c62 ed: Hafidz Muftisany