Saat Ramadhan kita kerap mendengar istilah, setan tidak akan bisa menggangu orang karena dibelenggu. Ungkapan ini muncul dari hadis shahih dari Abu Hurairah RA.
Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Apabila bulan Ramadhan datang, pintu-pintu langit dibuka, sedangkan pintu-pintu jahanam ditutup dan setan-setan dibelenggu." (HR Bukhari dan Muslim).
Lalu, sebenarnya apa hakikat dari setan dibelenggu? Mengapa jika setan dibelenggu masih banyak orang yang melakukan kemaksiatan di Ramadhan?
Ustaz Bachtiar Nasir mengatakan, masalah ini memang sempat membingungkan sebagian umat. Ada yang mengatakan bahwa yang diikat hanya setan pembangkang (maradah) dan ada yang mengatakan semua setan dari kalangan jin.
Menurut Ustaz Bachtiar, ada beberapa pendapat ulama soal makna setan dibelenggu. Pertama, setan dibelenggu hanya pada wilayah godaan setan (waswasah). Adapun makhluk setan dari kalangan jin dan ifrit tidak termasuk yang terbelenggu dalam bentuk fisik.
Maka, menurut pendapat ini, tak mengherankan jika pada Ramadhan masih ditemui peristiwa kesurupan dan gangguan mistis dari setan. Meskipun, papar Ustaz Bachtiar, kemungkinannya amat kecil menimpa orang yang sedang berpuasa.
Selain itu, kebanyakan orang melakukan berbagai ibadah dan ketaatan yang menutup jalan-jalan setan untuk mengganggu Muslim yang sedang berpuasa.
Saat Ramadhan, pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup. Menurut Ibnu Taimiyah, maksudnya adalah pada Ramadhan hati manusia senang pada kebajikan dan ringan mengerjakan amal saleh. Karena itu, terbukalah pintu surge, sehingga menimbulkan kekuatan seseorang untuk menjauhi berbagai bentuk kejahatan dan menyebabkan tertutupnya pintu neraka, terbelenggunya setan-setan.
Dalam Tafsir al-Kabir disebutkan, para setan tak mampu memperdayai orang yang berpuasa sebagaimana mudahnya menggoda ketika sedang tidak berpuasa Ramadhan. Belenggu itulah yang mengikat karena kekuatan setan sangat dipengaruhi oleh syahwat yang diperturutkan manusia. Jika mereka mengendalikan syahwatnya, terbelenggulah setan-setan.
Ibnu Hajar berpendapat, setan-setan tidak mudah dalam mencelakakan Muslim, sebagaimana mereka mampu melakukannya di luar Ramadhan. Sebab, Muslim tersebut sibuk dengan aktivitas puasanya, sehingga terkendalilah syahwatnya.
Sementara, pendapat kedua mengatakan setan memang diikat sebagaimana adanya, termasuk fisiknya. Pasalnya, banyak malaikat yang turun pada Ramadhan dan menjaga manusia dari gangguan setan.
Salah seorang ulama Malikiyah, Imam Al Baji dalam Syarah Muwatha berpendapat, makna setan dibelenggu adalah belenggu secara hakiki. Sehingga, setan terhalangi untuk melakukan beberapa perbuatan yang tidak mampu dia lakukan kecuali dalam kondisi bebas.
Imam Baji juga menafsirkan, belenggunya setan adalah diikatnya ia pada leher dan tangan saja. Sementara, ia masih bisa berbicara dan memberikan bisikan jahat atau gangguan lainnya.
Pendapat ketiga mengatakan, sejatinya setan tidak dibelenggu secara hakiki. Sifatnya hanya kiasan. Mengingat keberkahan Ramadhan dan banyaknya ampunan Allah untuk para hamba-Nya selama Ramadhan. Sehingga, setan seperti terbelenggu.
Menurut Imam Baji ada pemaknaan Ramadhan adalah bulan penuh berkah, penuh pahala amal, banyak ampunan dosa. Artinya, efek setan yang menggoda menjadi tidak ada. Usahanya untuk menyesatkan manusia juga sia-sia.
Ibnu Utsaimin ketika ditanya masalah ini memilih lebih berhati-hati dalam menafsirkannya. Ia menyebut jika perkara ini adalah perkara yang gaib. Dalam perkara gaib yang disampaikan Nabi SAW maka sikap seorang Muslim adalah menerima dan membenarkannya.
Hendaknya seseorang tidak terjebak dalam perbincangan untuk mencari tahu makna di balik ucapan yang gaib tersebut. Menurut Utsaimin, sikap seperti ini lebih selamat bagi agamanya.
Ia merujuk pada pendapat Imam Ahmad saat ditanya anaknya mengapa masih ada orang yang kerasukan jin saat Ramadhan padahal setan saat itu dibelenggu. Imam Ahmad berkata, "Begitulah hadis ini dan jangan membicarakan (lebih dalam masalah) ini." Allahua'lam. Oleh Hafidz Muftisany