JAKARTA -- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan enam tantangan dalam dunia pendidikan bagi pemerintahan Jokowi-JK. Tantangan itu menjadi batu loncatan untuk menyediakan generasi masa depan yang tangguh.
"Berdasarkan hasil penelitian LIPI, untuk mempersiapkan generasi mendatang dengan peningkatan akses pendidikan pada jenjang lebih tinggi melalui kebijakan PMU (pendidikan menengah universal) 12 tahun akan menghadapi enam tantangan dalam implementasinya," kata peneliti LIPI Titik Handayani Pantjoro seperti dikutip Antara, Senin (1/9).
Titik menyebutkan, pertama, belum tercapainya target program Wajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Berdasarkan data Kemendikbud, angka partisipasi kasar (APK) SMP/MTs telah mencapai 98,11 persen pada 2009.
Menurut Inpres No 5 Tahun 2006 tentang "Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara", APK SMP/MTs dan sederajat sebesar 95 persen pada 2005. Selain itu, menurut Renstra Depdiknas Tahun 2005-2009, APK SMP/MTs dan sederajat sebesar 98 persen pada 2009.
"Secara agregat di tingkat nasional sudah tercapai, akan tetapi pada tingkat provinsi masih terdapat 14 provinsi yang mempunyai capaian di bawah APK nasional atau belum mencapai ketuntasan sesuai target," ungkapnya.
Dia menyebutkan, provinsi tersebut, di antaranya, Provinsi Papua baru mencapai 43,6 persen, Provinsi Kalimantan Barat (59,51 persen), dan Provinsi Papua Barat (59,65 persen). Pada tingkat kabupaten-kota, lanjut dia, lebih dari setengah jumlah kabupaten di Indonesia, yakni 238 dari 386 kabupaten atau sebesar 62 persen capaian APK-nya masih di bawah target nasional tahun 2009.
"Pada tingkat kota masih ada enam kota (6 persen dari 97 kota) yang capaian APK-nya masih di bawah target nasional tahun 2009," tuturnya.
Titik mengatakan, tantangan kedua yakni terbatasnya daya tampung SMA/SMK dan sederajat. "Ketiga, ketersediaan jumlah guru atau pendidik yang mencukupi dan berkualitas," ujarnya.
Dia menambahkan, keempat, yaitu persoalan pembiayaan pendidikan, kelima desentralisasi, dan keenam hambatan sosial budaya.
Disinggung mengenai kartu Indonesia Pintar (KIP), menurut Titik, implementasinya harus diperhatikan karena pada kartu Jakarta Pintar (JKP) sendiri terdapat beberapa kelemahan, di antaranya, adalah soal distribusi dan sasaran yang tidak tepat.
"Sehingga, sebelum KIP diterapkan maka harus dikaji ulang terutama dalam pendataan penerima KIP karena syarat untuk mendapatkan KJP sangat mudah yaitu cukup melampirkan surat keterangan tidak mampu," tuturnya.
Selain itu, dia menyarankan, untuk memperketat pengawasan dengan membentuk tim pengawas khusus karena selama ini pengawasan KJP diberikan pada guru, orang tua, dan sekolah.
Sebelumnya, pasangan Jokowi-JK saat kampanye pilpres beberapa waktu lalu menyebutkan salah satu program di bidang pendidikan adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dengan meluncurkan Kartu Indonesia Pintar.
Program itu, antara lain, dengan membebaskan biaya pendidikan sejak sekolah dasar (SD) hingga sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) atau wajib belajar 12 tahun. ed:muhammad hafil