Sekelompok pelajar sekolah menengah atas (SMA) di Kota Jayapura, Provinsi Papua, tampak galau. Mereka berkumpul di depan salah satu warung internet (warnet) di Distrik Abepura. Kegalauan mereka bukan karena urusan asmara atau kesulitan biaya pendidikan, melainkan karena beban tugas yang harus dicari di internet terkait pemberlakuan Kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 dibentuk untuk mempersiapkan lahirnya generasi emas Bangsa Indonesia yang mendorong siswa lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Kurikulum ini menekankan tiga hal pokok, yakni pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Terkait Terkait aspek pengetahuan yang menekankan pemahaman, para pelajar dituntut untuk "berteman" dengan internet untuk mencari bahan atau materi pembelajaran sesuai arahan guru.
Hanya saja, tidak bisa dimungkiri jaringan internet di Kota Jayapura apalagi di daerah lain di Provinsi Papua, belum sesuai harapan banyak orang. Kondisi ini tentu sangat berbeda dengan kota-kota lain di Pulau Jawa.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring ketika berada di Tanah Papua, 24 Agustus, mengakui lemahnya jaringan internet di provinsi paling timur Indonesia itu.
Namun, tidak banyak yang bisa dilakukan Tifatul kecuali meminta operator layanan jasa telekomunikasi meningkatkan kecepatan akses internet di Papua. "Soal peningkatan speed, kami akan bicara dengan provider," kata Tifatul yang saat itu didampingi Staf Khusus Bidang Hubungan Media Ahmad Mabruri.
Internet yang lelet dan minimnya usaha jasa warnet menjadi sumber kegalauan pelajaran di Papua terkait Kurikulum 2013. Selain khawatir karena beberapa di antara mereka masih gaptek (gagap teknologi), mereka juga harus antre menunggu giliran.
Adaptasi
Para pelajar di Jayapura dan daerah lainnya di Papua tidak mempunyai pilihan lain, kecuali beradapatasi dengan pemberlakuan Kurikulum 2013. "Hampir setiap materi model pembelajaran diberi tugas sejak kurikulum baru ini diberlakukan," kata Novela Krey, siswa kelas 11 SMA YPPK Teruna Bhakti Jayapura.
Novela mengakui bahwa Kurikulum 2013 lebih berat, banyak menyita waktu, serta waktu pulang lebih lama dari biasanya. Namun, di sisi lain ia pun mengakui kurikulum tersebut memacu para siswa agar terus aktif belajar dan memahami setiap mata pelajaran. Selain itu, para siswa dituntut untuk sering menggunakan komputer guna mendapatkan bahan pelajaran karena sebagian materi harus dicari dari internet.
Hal serupa diungkapkan Anatasya, teman sekolah Novela. Ia mengaku hampir semua tugas yang diberikan sangat berat. "Banyak tugas dari setiap pelajaran. Hampir sebagian waktu dipakai untuk mengerjakan tugas, bahkan nyaris tidak tidur," ujarnya.
Sedangkan Rizky Putri Muslim, kelas 11 dari SMUN 4 Jayapura, mengatakan, siswa sangat membutuhkan bimbingan lebih pada Kurikulum 2013. Ia mengatakan, ada mata pelajaran yang mudah dan ada yang sulit. "Susahnya, belum tentu dijelaskan oleh guru," kata Rizky.
Keharusan beradaptasi dengan Kurikulum 2013 bukan hanya di kalangan pelajar. Guru dan pengelola sekolah pun melakukannya. Termasuk, memperbanyak materi Kurikulum 2013 dalam bentuk compact disc (CD) atau cakram optik digital yang digunakan untuk menyimpan data agar seluruh sekolah dapat mengakses kurikulum pendidikan terbaru itu.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Papua Elias Wonda mengatakan, distribusi buku Kurikulum 2013 di Provinsi Papua masih terkendala waktu dan luas wilayah. Hampir sebagian besar SD di kabupaten, Elias mengungkapkan, belum mendapat buku tersebut. "Kami perbanyak saja dalam bentuk CD," ujarnya.
Selain itu, untuk jenjang SMP dan SMA, sebagian besar sudah terpenuhi. Guna mengantisipasi kekurangan buku Kurikulum 2013 jenjang SD, Disdik Provinsi Papua memperbanyaknya dalam bentuk CD untuk selanjutnya dibagikan ke berbagai sekolah yang belum memilikinya. antara ed: andi nur aminah