JAKARTA -- Pendidikan karakter melalui Jambore Kepramukaan bukan hanya monopoli komunitas tertentu. Melainkan, juga harus menjangkau anak berkebutuhan khusus (ABK).
"Kepramukaan juga harus mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat, termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK) atau difabel sebab tata pergaulan dalam kepramukaan bersifat egaliter dan nondiskriminatif," kata Direktur Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Kemendikbus Mudjito saat meninjau pelaksanaan Jambore Kepramukaan di Bumi Perkemahaan Cibubur, Jakarta, Selasa (30/9).
Acara jambore ini berlangsung sejak 29 September hingga 2 Oktober. Tema yang diusung "Melalui Jambore ABK Kita Bangung Kemandirian Anak Bangsa yang Berkarakter: Mulia, Ceria, Peduli dan Mandiri".
Foto:Republika/Rakhmawaty La'lang
Sejumlah anak berkebutuhan khusus merangkai kalung berbahan manik-manik pada pelajaran keterampilan di salah satu Yayasan Pembinaan Anak Cacat, di Jakarta.
Jambore sendiri dilaksanakan melalui kerja sama dengan Kwartir Nasioanl Gerakan Pramuka yang diikuti 336 peserta dan enam pendamping. Aktivitas ini berada di bawah bimbingan langsung para tokoh yang sangat kompeten di bidangnya.
Kegiatan pramuka ini, kata Mudjito, semua pelaksana dan pesertanya adalah ABK. Ada anak tunanetra, tunarungu, tunawicara. "Kegiatan pramuka ini termasuk petugas upacara, komandan upacara, maupun pembaca pembukaan UUD 45, semuanya dari diri mereka sendiri. Ini perlu dilakukan guna melatih kemandirian dan kepercayaan diri mereka sendiri," kata Mudjito.
Menurut Mudjito, dengan kegiatan ini, diharapkan terdapat nilai-nilai kepramukaan yang diserap mereka. Nilai-nilai positif yang diharapkan terserap melalui Jambore Kepramukaan, antara lain, nilai to live di mana kelainan pada diri bukanlah hambatan untuk eksis. "Tidak ada yang sia-sia dari setiap ciptaan Tuhan, aktivitas Jambore memberikan berbagai kecapakan hidup, baik soft skill maupun hard skill," katanya.
Nilai to love, ujar Mudjito, diharapkan ABK bisa mencintai dirinya sendiri, sahabat, saudara, juga lingkungannya. Dalam kegiatan Jambore juga meningkatkan cinta kepada bangsa dan Tanah Air yang harus terus terpatri dalam sanubari generasi muda.
Nilai to learn, kata Mudjito, anak-anak melaksanakan proses pembelajaran dalam interaksi dengan sesama. Orang-orang yang berhenti belajar akan mengalami stagnasi dalam hidup, belajar merupakan aktivitas yang harus dilakukan, baik di sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai to play, terang Mudjito, dalam pramuka pembentukan karakter akan berlangsung dalam suasana gembira, merangsang sifat dan rasa ingin tahu sebanyak mungkin. Ini dilakukan dengan praktik keterampilan.
Sedangkan, nilai to pray, kata Mudjito, anak-anak dilatih untuk menghargai perbedaan berbagai macam agama di Indonesia. Pemeluk agama Islam harus mengenal pemeluk agama Kristen, Hindu, Buddha. Mereka praktik saling menghargai agama masing-masing demi persatuan Indonesia. rep:dyah ratna meta novia ed: muhammad hafil