Monumen Selamat Datang di pusat Ibu Kota Jakarta, Monumen Tugu Muda di Semarang, sampai Monumen Yos Sudarso di Biak, Papua, adalah karya pematung ternama, Edhi Sunarso. Sang maestro telah berpulang pada Senin (4/1) pukul 22.53 WIB dengan meninggalkan warisan terakhir berupa galeri patung bernama Griya Seni Kustiyah Edhi Sunarso. "Dikasih nama itu karena Bapak sangat mencintai Ibu. Ibu pun cinta pada Bapak," kata anak ketiga Edhi, Satia Sunarso, di rumah duka, Desa Nganti RT 02, RW 07, Jl Cempaka 72, Mlati, Sleman, Yogyakarta, Selasa (5/1).
Menurut Satia, ruang pameran yang berdampingan dengan rumah keluarga itu dibangun pada 2010 dan diresmikan pada 20 September 2015. Ia menuturkan, sang ayah sengaja mendirikan bangunan tersebut karena wilayah Yogyakarta belum memiliki galeri patung. Sehingga, gedung dengan dua lantai itu dapat difungsikan sebagai tempat sarasehan, diskusi, pengajian, dan praktik belajar seni bagi para seniman serta masyarakat umum.
Beberapa hari sebelum meninggal, kata Satia, ayahnya yang lahir pada 1932 itu sering berkata bahwa tugasnya sudah selesai. Kata-kata itu ia sampaikan juga kepada staf dan rekan-rekan dekatnya. "Awalnya kami juga tidak paham apa maksud Bapak itu. Tapi, sekarang kami paham, maksud Bapak ya ini. Setelah galeri selesai, Bapak pergi," tuturnya.
Griya Seni Kustiyah Edhi Sunarso juga memamerkan foto-foto pembuatan patung. Di antaranya, pembuatan patung Dirgantara. Khusus untuk patung Dirgantara, kata Satia, sang ayah pernah mengeluhkan keberadaan bangunan tinggi di sekitar patung yang berdiri di dekat Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, itu. "Bapak ya pernah mengeluh. Terutama sama bangunan jalan tol dekat patung Dirgantara. Itu kan mengurangi nilai estetika patung karya Bapak. Tapi, ya mau bagaimana lagi," kata Satia.
Namun, Edhi tidak pernah mau memindahkan karya-karyanya. Sebab, patung-patung miliknya diletakkan dengan maksud tertentu. Satia menceritakan, sang ayah membuat patung dengan makna dan tujuan tertentu atas permintaan mantan presiden Sukarno. "Kalau diubah (dipindah) nanti maknanya berubah," kata Satia memaparkan. Selama ayahnya masih hidup, kata Satia, banyak tawaran relokasi patung dengan dana tinggi, namun semua ditolak Edhi.
Sebelum wafat, Edhi Sunarso sempat dirawat di Rumah Sakit Jogja International Hospital pada Kamis (31/1). Selama dirawat, seluruh organ tubuh Edhi berfungsi dengan baik. Bahkan, setelah operasi pengangkatan gumpalan darah pada Ahad (3/1) malam. Namun, Satia mengakui terjadinya gagal napas dan gangguan paru-paru yang dialami sang ayah. Edhi meninggalkan empat anak kandung, empat anak angkat, dan belasan cucu.
Hingga Selasa (5/1) siang, para pelayat masih memenuhi Griya Seni Kustiyah Edhi Sunarso yang dijadikan rumah duka sang maestro. Berdasarkan keterangan keluarga, Edhi akan dikebumikan di Makam Seniman Imogiri, Bantul, Yogyakarta. "Pak Edhi Soenarso dan almarhum istrinya adalah tokoh dengan pergaulan nasional tapi berinteraksi dekat dengan lingkungan di kampungnya di sini," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, yang terlihat datang melayat. Menurut Anies, Edhi Sunarso dan keluarga telah menjadi bagian dari Kemendikbud.
Anies mengatakan, dari Edhi Surnarso, semua orang belajar bahwa gelaran ribuan karya seni rupa yang dihasilkannya tidak muncul begitu saja dengan mudahnya. Tapi, mereka muncul melalui kerja keras yang dilakukan dengan cinta, kreativitas, dan sepenuh jiwa. "Kerja keras dan rasa cinta terhadap bidang yang digelutinya ini yang mengukuhkannya menjadi peletak dasar-dasar seni patung modern Indonesia di awal masa perkembangannya."
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun mengucapkan rasa belasungkawa. Melalui akun Twitter-nya, @jokowi, Presiden ikut berduka. "Kita berduka atas berpulangnya Empu Ageng Edhie Soenarso, pematung Tugu Dirgantara Pancoran. Karyanya jadi inspirasi generasi muda," kicau Jokowi, Selasa (5/1). Oleh Rizma Riyadi c25/ antara ed: Andri Saubani