Selasa 05 Aug 2014 13:30 WIB

Tiga Opsi Subsidi BBM Dikurangi

Red:

JAKARTA — Pemerintah melanjutkan serangkaian upaya pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Pengurangan subsidi dilakukan untuk menyelamatkan perekonomian nasional dari pemberian subsidi berlebihan yang tidak tepat sasaran.

Menteri Kordinatoor Bidang Perekonomian Chairul Tanjung (CT) menjelaskan, pemerintah mempunyai tiga pilihan dalam program pengurangan subsidi. Pertama, pengurangan subsidi bisa dilaksanakan pemerintahan saat ini. Kedua, pengurangi subsidi oleh pemerintahan baru. Terakhir, pengurangan bisa dilakukan bertahap oleh pemerintahan sekarang dan pemerintahan mendatang. "Tiga opsi itu terbuka lebar. Apa pun opsi yang dipilih itu memungkinkan untuk diambil," katanya ditemui usai halal bi halal di Kantor Kementerian Bidang Perekonomian di Jakarta, Senin (4/8).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Adhi Wicaksono/Republika

Terminal BBM Plumpang

Namun, CT mengaku belum bisa berkomentar lebih banyak mengenai pengurangan subsidi BBM. Pihaknya harus menunggu keputusan definitif dari Mahkamah Konstitusi (MK) soal presiden dan wakil presiden terpilih hingga 22 Agustus 2014. Setelah keputusan MK keluar, pemerintahan transisi saat ini akan segera berdialog dengan tim pemerintahan ekonomi mendatang. Tema lain pembahasan terkait pengurangan subsidi BBM.

CT juga memastikan nota keuangan yang dirancang pemerintah bersifat fleksibel. Nota keuangan masih bisa berubah sebelum ditetapkan sebagai APBN 2015. "Nota keuangan itu tidak mengikat. Itu kan baru masukan dari pemerintah sebelum jadi APBN 2015. Itu masih bisa diubah. Apalagi, bisa lagi di APBN-P," ujarnya.

Upaya ini diperlukan karena tidak ada peluang penambahan BBM hingga akhir tahun. Pemerintah dan Badan Anggaran telah menetapkan volume maksimum BBM sebanyak 46 juta liter saja. CT menekankan program pengurangan subsidi BBM bukan keputusan populer sebab akan diikuti kenaikan harga lain karena biaya transportasi ikut terdongkrak. "Keputusan menaikkan harga BBM atau mengurangi subsidi itu bukan keputusan ekonomi, tapi keputusan politik," katanya.

Badan Pengatur Hulu Migas dan Gas Bumi (BPH Migas) menginstruksikan kepada Badan Usaha pelaksana penyediaan dan pendistribusian BBM bersubsidi untuk membatasi penjualan. Pertama, per 1 Agustus SPBU-SPBU di Jakarta Pusat tidak menjual solar. Kedua, per 4 Agustus BBM jenis solar tidak akan dijual di wilayah tertentu dari 18.00 WIB sampai 06.00 WIB. Ketiga, per 6 Agustus dengan koordinasi bersama pemda volume minyak solar untuk nelayan akan ditekan sebanyak. Keempat, pada hari yang sama layanan premium di ruas jalan tol juga dihilangkan.

Serangkaian upaya ini dinilai CT bersifat sementara."Hanya untuk mengamankan APBN," ujarnya tegas. Dengan demikian, diharapkan akan terbentuk mekanisme pasar tersendiri yang berujung penghematan sebanyak dua juta kiloliter (kl) per tahun. "Jadi, nanti yang tetap mau membeli BBM bersubsidi tidak akan membeli di Jakpus, tapi beli di Jakarta yang lain. Begitu juga yang di jalan tol, sebelum masuk jalan tol, ya dia beli dulu. Begitu juga yang pukul 18.00, dia harus membeli saat siang hari. Jadi, hanya yang terpaksa-terpaksa saja yang akan melakukan itu," ujarnya memaparkan.

Selain itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan mengkaji masalah pengurangan BBM bersubsidi dengan Organisasi Gabungan Angkutan Darat (Organda) dan pihak terkait.

Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Suroyo Alimoeso mengatakan, hingga kini belum ada keluhan mengenai pembatasan solar subsidi di sejumlah daerah. "Akan dibahas," katanya. Menurut Suroyo, belum ada perusahaan transportasi darat yang mengajukan kenaikan tarif.

Menteri Keuangan (Menkeu) M Chatib Basri menambahkan, salah satu saran yang dilayangkan, yaitu pengurangan satuan volume pada kendaraan bermotor atau cc (cubical centimeter/sentimeter kubik). Namun cara ini, ia mengungkapkan, dinilai kurang efektif untuk dilakukan jangka pendek.rep:meiliani fauziah/aldiah wahyu ramadhan  ed: zaky al hamzah

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement