Dari masa ke masa, begitu banyak komoditas hasil alam yang menjadi andalan ekspor Indonesia. Sebut saja kelapa sawit, karet, maupun kakao. Namun, sebagai negara maritim, negeri ini turut mengandalkan komoditas perikanan sebagai ujung tombak dalam menggenjot kinerja perdagangan ke mancanegara.
Sebut saja udang vaname maupun ikan tuna. Namun, apa yang terjadi beberapa tahun belakangan sungguh menyedihkan. Sebab, ekspor komoditas perikanan Indonesia kerap majal lantaran salah satu masalah yang besar, yaitu pencurian ikan.
Perubahan belakangan hadir seturut ditunjuknya Susi Pudjiastuti sebagai menteri kelautan dan perikanan. Langkah masif pun diambil dalam wujud pemberantasan aksi pencurian ikan. Entah itu oleh kapal lokal maupun kapal asing.
Hasilnya segera terlihat. Ekspor komoditas perikanan Indonesia pun meningkat drastis akibat peningkatan produksi dalam negeri. Ambil contoh, pada 2013, nilai ekspor sepanjang tahun tercatat 2,86 miliar dolar AS.
Akan tetapi, baru satu kuartal saja pada 2015, ekspor komoditas perikanan telah menembus 906,77 juta dolar AS atau hampir 1 miliar dolar AS. Meski nilai ekspor sepanjang 2015 belum dirilis, KKP meyakini angkanya akan selaras dengan target, yaitu 5 miliar dolar AS.
Lantaran terus meningkat dari tahun ke tahun, KKP menargetkan nilai ekspor komoditas perikanan pada 2016 meningkat sebesar 6,8 persen. Target tersebut satu persen lebih besar dari target tahun lalu, yakni 5,8 persen. Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan R Nilanto Perbowo menyebutkan, produk unggulan yang akan digencarkan untuk menggenjot ekspor adalah ikan tuna dan udang.
Nilanto optimistis dua produk ini bisa laris manis tahun ini. Nilanto menjelaskan, untuk menggenjot angka ekspor, beberapa upaya telah dilakukan pihak KKP. Semisal, meminta adanya kemudahan dalam sistem ekspor.
Kemudian, juga meminta revisi daftar negatif investasi (DNI) agar investasi asing dibukakan pintu selebar-lebarnya. Khususnya, di bidang distribusi, penyimpanan, mesin pendingin, maupun industri pengolahan dalam negeri. Tak hanya itu, Pemerintah Indonesia juga secara resmi meminta kepada Pemerintah Rusia untuk meloloskan izin 11 eksportir asal Indonesia untuk bisa memasok produk perikanan ke negara tersebut.
Nilanto menambahkan, KKP juga menjalin kerja sama dengan Kementerian Perdagangan untuk menurunkan tax allowance dari Rp 500 miliar menjadi Rp 30 miliar agar bisa menyerap sistem rantai dingin atau cold chain system. Sistem ini bertujuan agar produk perikanan bisa senantiasa segar sesampainya di tangan konsumen. "Akses pasar promosi akan kita buka dan kita jalin. Kita juga akan berikan asistensi agar produk perikanan kita lebih diterima, terutama ikan kaleng," kata Nilanto.
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim menilai, selain upaya pemberian bantuan berupa mesin pendingin kepada pelaku usaha perikanan, pemerintah juga perlu memberikan akses permodalan kepada nelayan kecil. Sebab, nelayan kecil merupakan salah satu ujung tombak dari perolehan produk perikanan nasional.
"Permodalan penting karena selama ini tidak ada institusi atau lembaga negara yang berfungsi memberikan permodalan. Nah, ini pemerintah harus fasilitasi," katanya.
Selain itu, Abdul juga mendorong terwujudnya RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. Substansi beleid ini dinilai sudah cukup baik. "Tinggal pemerintah pastikan itu dibahas secara sektoral agar segera disahkan," ujarnya. ed: muhammad iqbal