Republika/ Tahta Aidilla
JAKARTA -- Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) tahun buku 2015, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk mendapat persetujuan untuk membagikan deviden payout sebesar Rp 7,6 triliun atau 30 persen dari laba bersih.
Direktur Utama BRI Asnawi Syam mengatakan, RUPST BRI 2015 menyetujui laporan keuangan perseroan untuk tahun buku 2015 dan menetapkan penggunaan laba bersih BRI tahun buku 2015 untuk dividen payout ratio sebesar 30 persen dari laba bersih pada 2015 atau sebesar Rp 7,6 triliun. Sisa laba akan digunakan untuk laba ditahan perseroan. Dengan demikian, deviden per lembar saham mencapai Rp 311,6.
Pembagian dividen ini tidak lepas dari kinerja BRI pada 2015 yang tumbuh sehat dan stabil di semua aspek keuangan, mulai dari pertumbuhan kredit yang berkualitas, peningkatan fee based income, peningkatan dana murah (CASA), peningkatan performa teknologi informasi, penerapan manajemen risiko dan tata kelola yang baik secara menyeluruh, hingga efisiensi operasional terjaga.
Dalam rencana bisnis bank (RBB) 2016, BRI menargetkan pertumbuhan kredit hingga akhir tahun sekitar 15 persen dan DPK minimal 13 persen. "Di awal tahun ini, meski kredit industri tumbuh di angka tunggal, per Februari 2016, pertumbuhan kredit BRI sudah mencapai 14,7 persen year on year. Semoga Maret bisa lebih tinggi lagi," kata Asnawi mengungkapkan dalam konferensi pers hasil RUPST BRI di kantor BRI, Rabu (23/3).
Soal permintaan pemerintah agar perbankan menurunkan suku bunga kredit, Asnawi mengaku, BRI sudah mengambil beberapa langkah untuk bisa memenuhi permintaan ini pada akhir 2016. Langkah tersebut antara lain, efisiensi dengan memotong overhead cost, peningkatan CASA, ekspansi dengan pembukaan unit kerja agen sebagai referral bagi pertumbuhan kredit mikro atau KUR. Sehingga, rencana suku bunga angka tunggal bisa lebih cepat dari yang ditargetkan, dan itu tentu lebih baik.
"Semua bank sudah pikirkan hal yang sama, tinggal siapa yang lebih dulu. Nanti akan tercermin di suku bunga dasar kreditnya (SBDK)," kata Asnawi. Secara eksternal, BRI juga terbantu dengan turunnya giro wajib minimum (GWM), penurunan suku bunga acuan BI, dan insentif dari OJK.
Asnawi juga menyebut, per 21 Maret 2016, KUR BRI sudah mencapai Rp 20,7 triliun dari target bulanan Rp 16 triliun. Secara keseluruhan, target KUR BRI untuk tahun 2016 ini sebesar Rp 67,5 triliun.
"KUR bisa tumbuh cepat karena kami memanfaatkan teknologi dalam sistem penyetujuan kredit (LAS) dan tambahan agen penjual dengan bantuan anak pedagang pasar. Selain itu, berlaku juga tambahan waktu kerja Sabtu dan Minggu bagi karyawan yang mau dengan insentif lembur," kata Asnawi menuturkan.
Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo mengatakan, pertumbuhan kredit BRI ditopang KUR. Di sisi likuiditas, BRI terbantu GWM yang turun dari 7,5 persen menjadi 6,5 persen sehingga ada tambahan likuiditas Rp 5,5 triliun. LDR BRI sudah mencapai 9,2 persen.
"LDR masih aman dan likuiditas masih cukup. Kalau turun lagi akan membantu kami," kata Haru. Meski begitu, BRI masih akan menambah likuiditas melalui penerbitan obligasi yang dimajukan dari rencana penerbitan pada 2017.
Selain itu, RUPST BRI juga menyetujui pengalihan saham treasury (treasury stock) untuk digunakan dalam program kepemilikan saham bagi manajemen dan pekerja perseroan. Perseroan telah melakukan pembelian kembali (buy back) 221,718 juta lembar saham yang dilaksanakan pada 12 Oktober 2015 sampai dengan 12 Januari 2016, sesuai ketentuan POJK No 02/POJK.04/2013 yang saat ini disimpan dalam bentuk saham treasury. rep: Fuji Pratiwi ed: Ichsan Emrald Alamsyah