JAKARTA -- PT Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA Persero) Tbk kembali menjajaki tiga proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Myanmar yang sempat tertunda karena harga batu bara yang sempat jatuh. Kapasitas PLTU yang dijajaki di Myanmar cukup besar, bisa mencapai 1.000 megawatt (MW).
Direktur Keuangan PTBA, Achmad Sudarto, mengatakan, kerja sama antara Indonesia dan Myanmar ini dilakukan untuk meningkatkan serapan produksi batu bara. Ia menjelaskan, proyek PLTU ini sudah memasuki tahap feasibility study atau studi kelayakan.
"Untuk Myanmar kita starting lagi, diskusi lagi dengan mereka. Kalau tahun depan kayaknya enggak sih. Mungkin paling cepat pada 2018 atau 2019. Tahun 2018 mudah-mudahan bisa starting construction-nya. Rata-rata kalau buat power plant itu waktunya 2,5 sampai tiga tahun," katanya, Ahad (1/1).
Dikutip dari laman resmi PTBA, rencana ekspansi pembangkit telah digagas sejak 2013. Namun, prosesnya masih membutuhkan waktu. Di Myanmar, perseroan tengah menunggu situasi kondusif di wilayah calon lokasi PLTU. Perseroan sudah memperoleh izin prinsip dari Kementerian Listrik Myanmar.
PTBA akan menggandeng badan usaha swasta Myanmar yang direkomendasikan Kementerian Listrik Myanmar. Untuk proyek PLTU perdana di luar negeri tersebut, PTBA akan masuk dengan kepemilikikan minoritas lebih dahulu, yang selanjutnya dapat ditingkatkan kembali.
Diharapkan, dengan mengambil proyek PLTU Myanmar, PTBA bisa mendorong pasokan batu bara ke negara tersebut. Sementara untuk Vietnam, PTBA akan melakukan investasi pada power plant. Namun, perseroan masih mengakaji apakah skema equity portion ini cukup aman dan menguntungkan pada masa mendatang. Di Vietnam, PTBA mencari proyek PLTU dengan kapasitas 600 MW.
Rencana ekspansi regional ini memang dilakukan untuk memaksimalkan produksi batu bara perseroan dalam jangka panjang. Penjualan ke beberapa negara kawasan regional memang terlihat mulai meningkat. Rencananya, pendanaan ekspansi ke luar negeri akan disiapkan dari kas internal dan sumber eksternal.
Dia mengatakan, PTBA berencana memulai menerbitkan global bond atau surat utang global senilai 2,5 miliar dolar AS pada tahun ini. Pendanaan dari surat utang bakal digunakan untuk memenuhi porsi ekuitas proyek pembangkit listrik.
Menurut Achmad, biaya pendanaan dari surat utang lebih rendah ketimbang PTBA menggunakan kas internal. Adapun hingga tahun berjalan, perseroan masih memiliki kas dan setara sekitar Rp 5 triliun. PTBA juga melakukan efisiensi untuk menjaga likuiditas perseroan dan mengantisipasi turunnya harga batu bara. Efisiensi yang PTBA akan lebih mengarah kepada penggunaan alat yang berbasis listrik.
PTBA telah mengoperasikan tiga pembangkit listrik berkapasitas total 266 MW yang semuanya berlokasi di Sumatra Selatan (Sumsel). Saat ini, PTBA juga memiliki lima proyek pembangkit listrik yang masih dalam proses tender maupun kerja sama operasi. Proyek pembangkit listrik Bangko Tengah (Sumsel 8) adalah proyek pembangkit listrik PTBA berkapasitas paling besar, yaitu mencapai dua kali 620 MW.
Selain Sumsel 8, proyek-proyek yang masuk dalam pipeline PTBA antara lain PLTU Sumsel 9 dan 10 yang berkapasitas total tiga kali 600 MW, PLTU Peranap Riau berkapasitas tiga kali 600 MW, PLTU Kuala Tanjung berkapasitas dua kali 350 MW, dan PLTU Halmahera Timur berkapasitas dua kali 40 MW. rep: Intan Pratiwi, Maspril Aries ed: Citra Listya Rini