JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat terdapat lima perusahaan yang masih dalam proses penerbitan obligasi pada 2014. Total emisi obligasi yang akan terbit mencapai Rp 4,436 triliun.
Lima emisi yang terdapat dalam pipeline tersebut merupakan obligasi berkelanjutan dan penerbitan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA). KIK EBA Danareksa BMRI 01 diterbitkan senilai Rp 686 miliar.
Obligasi yang akan terbit di antaranya dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, yaitu Obligasi Berkelanjutan II tahap II senilai Rp 500 miliar; Obligasi Berkelanjutan II Tahap I PT Bank Tabungan Negara Tbk senilai Rp 2 triliun.
Kemudian Obligasi I PT Adhi Persahda Properti senilai Rp 500 miliar dan Obligasi V PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Utara senilai Rp 750 miliar.
Foto:Adhi Wicaksono/Republika
Bursa Efek
Sampai 18 Juli 2014, total penerbitan obligasi dan sukuk yang tercatat di BEI, yaitu sebesar Rp 26,492 triliun. Obligasi diterbitkan oleh 26 emiten.
Total outstanding sukuk dan obligasi hingga Juli 2014 sebesar 219,414 triliun dan 100 juta dolar AS. Obligasi diterbitkan oleh 114 emiten.
Dilihat dari tahun ke tahun, penerbitan obligasi mengalami tren penurunan. Pada 2012 total obligasi yang diterbitkan mencapai Rp 69,256 triliun dan 20 juta dolar AS. Pada 2013 nilainya menurun hanya Rp 58,564 triliun.
Direktur Penilaian BEI Hoesen mengatakan, penurunan penerbitan ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya, suku bunga yang masih tinggi. "Jangan pernah analisis penyebab turun karena satu hal saja," kata Hoesen saat ditemui di Jakarta, akhir pekan lalu.
Kondisi ekonomi yang masih kurang bergairah menjadi alasan lain emiten atau korporasi enggan menerbitkan obligasi. Seperti diketahui, pemerintah telah menurunkan target pertumbuhan dari enam persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi 5,5 persen.
Sebelumnya, Direktur PT Penilaian Harga Efek Indonesia (PHEI) Wahyu Trenggono mengatakan, kurangnya minat perusahaan menerbitkan obligasi didorong oleh suku bunga yang tinggi. Apalagi, ada beberapa perusahaan yang tidak bisa langsung membayar kupon karena jenis usahanya.
Kebanyakan penerbitan obligasi di Indonesia merupakan obligasi fix rate yang kuponnya dibayarkan setiap tiga bulan sekali. Obligasi jenis ini tidak cocok diterapkan kepada beberapa jenis perusahaan seperti perkebunan. "Perusahaan perkebunan tidak bisa langsung bayar kupon karena usahanya saja belum menghasilkan," ujar Wahyu.
Ke depan, ia mengungkapkan, perusahaan sebaiknya diperkenalkan dengan obligasi yang pembayarannya lebih fleksibel dan disesuaikan dengan cashflow. Misalnya, obligasi konversi (convertible bond) dan obligasi tanpa bunga atau zero coupon bond.
ICB Bumiputera, kata Wahyu, pernah menerbitkan convertible bond. Pemerintah juga sempat menerbitkan obligasi tanpa bunga. "Sekarang sudah tidak terbit lagi," kata Wahyu.
Untuk menerbitkan jenis obligasi ini, Wahyu melanjutkan, ada risiko yang harus diterima. Penerbit takut obligasinya tidak laku atau pembeli takut obligasi tidak terbit.
Namun, penerbitan obligasi perlu melihat kebutuhan dan pasokan sehingga apa pun jenis yang diterbitkan tidak akan meninggalkan masalah pada masa depan.rep:friska yolandha ed: zaky al hamzah