Apa cita-cita kamu? Mungkin, kamu punya banyak jawaban untuk pertanyaan ini. Mau jadi seorang artis, karyawan, PNS, guru sampai pengusaha. Nah, kalau pertanyaan yang sama diajukan pada Salmanitta Rizki Aatila Gautama, sepertinya dia sudah punya jawaban pasti. Maklum saja, meski masih berusia 16 tahun, gadis asal Denpasar itu sudah menjabat sebagai presiden direktur, lho!
Sasha, panggilannya, adalah pimpinan dari 4DEM Student Company (SC). Perusahaan siswa yang didirikan di SMKN 4 Denpasar pada 29 Januari 2015 itu memproduksi dan menjual sabun alami bernama Balitural.
Mulanya, Sasha dan rekan-rekannya mengikuti program Junior Achievement Be Entrepreneural di sekolahnya. Kegiatan itu digelar oleh Citi Peka, payung kegiatan kemasyarakatan perusahaan finansial Citi Indonesia bersama Prestasi Junior Indonesia (PJI).
Di bawah bimbingan PJI dan Citi Peka, sebanyak 20 murid SMKN 4 Denpasar akhirnya terpilih mengelola perusahaan tersebut, termasuk Sasha. Meski terdengar seru, Sasha mengakui perjalanan bisnis mereka tak semulus yang dibayangkan.
Pertama, terkait produk yang dipilih. Tantangan terbesar dari produk sabun, kata Sasha, adalah banyaknya pesaing. "Produk sabun banyak banget sedangkan kami nyempil sebagai produk baru," kata siswi kelas dua jurusan akomodasi perhotelan itu.
Solusinya, 4DEM menonjolkan nilai lebih dari produk mereka. Dari bahan baku, Balitural yang komposisinya terdiri atas varian buah naga, stroberi, lidah buaya, anggur, dan wortel itu menggunakan fragrance oil yang aman bagi kulit.
Masalah tak hanya sampai di situ. Kendala pemasaran produk juga dialami oleh 4DEM SC. Selain dijual melalui media sosial, 4DEM SC ingin Balitural digunakan pula di sejumlah hotel di Bali. Karena itulah mereka mengajukan proposal kerja sama ke sejumlah hotel. Namun, upaya mereka berujung kepada penolakan demi penolakan.
Sasha dan tim tak patah arang, mereka terus mencoba tanpa putus asa. Akhirnya, dalam sebuah kesempatan, 4DEM SC berjumpa dengan seorang pimpinan hotel terkemuka. Sosok kunci itulah yang memperkenalkan mereka kepada kepala dinas pariwisata dan para general manager hotel lainnya.
Jaringan itu membuahkan hasil. Kini, sabun alami Balitural telah digunakan sejumlah hotel bergengsi di Bali. "Itu membuat kami belajar bahwa setiap masalah selalu ada jalan terang," ujar Sasha yang ingin mencari beasiswa ke Australia setelah lulus SMA.
Tantangan lain menjalankan usaha bersama, kata Sasha, adalah sulitnya mengatur kerja tim. Ia berkata, 19 orang rekan dalam perusahaan siswa itu sangat berbeda karakter dan harus dihadapi dengan cara tersendiri.
Belum lagi, mengatur waktu antara mengelola perusahaan dan bersekolah. Sasha mengakui, ia dan teman-temannya sering melewatkan tugas sekolah dan menyusul ulangan yang tertinggal. Apalagi, 4DEM SC adalah perusahaan yang tak semata berorientasi laba. Dengan demikian, butuh tekad lebih untuk menjalankannya.
Visi perusahaan itu, yakni menjadi entitas bisnis yang bisa memberdayakan petani lokal. Bahan baku Balitural berasal dari panen yang hasilnya melebihi suplai dari para petani di Kabupaten Buleleng.
Sasha mengatakan, saat ini perusahaannya memang baru menyerap 10 kilogram per bulan untuk masing-masing buah. Namun, ia optimistis perusahaannya akan semakin berkembang sehingga mampu meningkatkan pemberdayaan petani lokal.
Keunggulan dalam hal pemberdayaan petani lokal itulah yang mengantarkan 4DEM SC memenangkan kompetisi Student Company Program di tingkat regional dan nasional. Selanjutnya, pada 21-25 Februari mendatang, Sasha dan tim akan berangkat ke Korea Selatan untuk mengikuti Asia Pasific Company of The Year (APCOY) mewakili Indonesia.
"Sampai sekarang dan nanti tetap mau berwirausaha, tepatnya jadi sociopreneur. Berwirausaha itu seru kalau nggak hanya mikir profit, tapi bagaimana mengabdi ke masyarakat," kata perempuan yang bercita-cita menjadi duta besar dan wirausahawan sukses itu.
Siapa yang tertarik mengikuti jejak Sasha?
c34, ed: Endah Hapsari
***
Jangan Cuma Kejar Laba
Diana Rikasari punya cerita sendiri ketika merintis jalan menjadi seorang bos untuk usahanya. Sejak kecil, fashion blogger sudah memupuk jiwa bisnis. "Sejak SMP sudah ada jiwa entrepreneur. Aku suka bikin barang-barang sendiri terus aku jual ke teman-teman di sekolah. Kayak stiker, pigura, tali ponsel, kaus, boxer wanita, macam-macam," kata blogger yang sering mendapatkan penghargaan itu.
Perempuan kelahiran Colorado, 23 Desember 1984, itu memang senang handcrafting. Tak jarang, Diana memanfaatkan barang-barang tak terpakai di rumahnya. Akan tetapi, setelah lulus S-2, perempuan yang menyelesaikan studi magisternya di Nottingham University, Malaysia, itu sempat tak berkecimpung dalam dunia kewirausahaan. Diana malah bekerja sebagai karyawan kantoran di salah satu perusahaan.
Saat itulah, ia berjumpa dengan kawan-kawan yang memiliki bisnis sendiri. Diana pun teringat kembali masa sekolah hingga awal kuliah dulu, ia pernah jadi wirausahawan kecil-kecilan.
Akhirnya, dia memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya dan serius berbisnis sepatu. Namun sebelumnya, terlebih dahulu Diana melakukan riset dan analisis pasar dan melihat peluang besar untuk memproduksi sepatu wedges yang kala itu belum banyak dibuat produsen sepatu Indonesia. "Awalnya aku keliling Bandung, Tangerang, Bekasi, dan Bogor. Baru berhasil dapat tim produksi sekitar delapan bulan," kata Diana yang sekarang memiliki bengkel sepatu sendiri di Bandung.
Pada 2010, perempuan yang kerap berpenampilan unik itu membuat merek sepatu miliknya sendiri bernama Up disusul merek Pop sekitar tiga tahun kemudian.Ia mengaplikasikan sistem made to order, yakni memproduksi sepatu berdasarkan pesanan agar tak ada produksi berlebih yang berpotensi menghasilkan banyak limbah. Kata Diana, hal itu menunjang konsep green environment company yang diusungnya.
Diana juga fokus memasarkan produknya hanya melalui media daring dan media sosial. Selain bertujuan membidik pasar yang lebih luas, Diana juga menghindari biaya produksi yang tidak perlu.
Yang menarik, label Up hingga kini menjalankan program beasiswa Level Up Scholarship. Jadi, dari setiap satu pasang sepatu yang terjual, Up mengalokasikan Rp 5.000 untuk program yang membiayai pendidikan SD hingga SMP bagi anak-anak kurang mampu. Selain itu, Up juga bekerja sama dengan Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA) dengan menyumbang uang untuk membeli keperluan sekolah.
Sampai saat ini, Up yang dirintis Diana sudah menolong lebih dari 500 siswa dari Sabang sampai Merauke dan akan terus berlanjut. "Jangan cuma profit oriented, pastikan juga bisnis kita membawa hal yang baik untuk orang banyak," tutur penulis buku #88 Love Life itu.
c34, ed: Endah Hapsari
***
Trik Bisnis Sendiri
Untuk kamu yang baru mau memulai bisnis sendiri, Diana Rikasari membagikan sejumlah kiat. Apa sajakah?
1. Tentukan satu bidang dan produk yang benar-benar menarik minat kamu.
2. Lakukan riset dan analisis pasar terkait produk itu. Cari tahu apakah sudah ada produk serupa, apa kekurangan dan kelebihan produk yang sudah ada sehingga apa yang mau kamu buat bisa memiliki keunggulan lain. Ia mengakui, anak muda yang memulai bisnis kerap memiliki banyak gagasan liar. Akan tetapi, sisi realistis harus dikedepankan, apakah produk dari ide yang tercetus bisa dibuat dan laku di pasaran.
3. Harus sabar. Menurut Diana, kesalahan besar start-up (orang yang baru merintis usaha) adalah ingin terlalu cepat sukses.
4. Mental global.
Meski menjadi pemain lokal, Diana menekankan juga perlunya memiliki mental global.
5. Perlahan tapi pasti,
Diana percaya, bisnis yang baik ialah yang dirintis perlahan tetapi berkelanjutan. Orang yang memulai usaha tak perlu berpikir muluk-muluk seperti menyewa toko atau membuat lokasi kantor.
6. Harus selalu mau belajar.
Belajar bisa dari sesama pengusaha atau brand lain yang sudah ada. Diana mencontohkan, ia mempelajari banyak blog dan situs fashion terkemuka di dunia sebelum ia membuat blog dan situs fashion-nya sendiri. Selain itu, ia juga terinspirasi salah satu footwear yang menyisihkan laba untuk kegiatan sosial.
c34, ed: Endah Hapsari