Jumat 22 Aug 2014 17:00 WIB

Menelisik Kontroversi ISIS (Bagian 3): Obral Minyak Demi Dana Berlimpah

Red: operator

Kemunculan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) memicu kontroversi. Tak hanya di Irak dan Suriah, wilayah yang mereka kuasai, tapi juga menggemparkan para pemimpin dunia. Seperti apa sesungguhnya ISIS dan perannya, berikut laporan khusus berseri.

Gembong kelompok militan. Sebutan ini disematkan pada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Ini tak hanya merujuk pada kekuatan mereka dalam medan tempur, tetapi juga ragam sumber dana yang mereka miliki. Minyak adalah sumber utamanya.

Sumber lainnya adalah gandum, barang antik, dan uang hasil menjarah. Mereka meraup uang hingga puluhan juta dolar AS dengan menjual barang antik. Saat menguasai Mosul, kota di Irak utara, mereka mengeruk 425 juta dolar AS dari sebuah bank di kota itu.

ISIS juga menghimpun dana puluhan hingga ratusan juta dolar AS lainnya dengan cara menjual minyak dan gas. Pertengahan Juni 2014, mereka merebut sumur minyak di dua lokasi, yakni Mosul dan Tikrit yang jumlahnya mencapai 80 unit.

 

 

 

 

 

 

 

Foto:EPA

Bendera ISIS terbentang di Mosul,Irak.

 

Sejumlah pejabat Irak mengungkapkan, mereka menyuling minyak dan gas berkualitas rendah di Suriah. Selanjutnya, dibawa kembali untuk dijual di Mosul. Stasiun pengisian bahan bakar di kota berpenduduk dua juta jiwa itu, kini menjual bensin yang dipasok pedagang dan ISIS.

Mereka juga menjualnya ke luar. Pengapalan minyak mentah dalam jumlah cukup besar dilakukan melalui penyelundup ke pedagang Turki. Mereka menjualnya dengan harga 25 dolar AS per barel. Di pasar global, per barel minyak ditebus dengan uang 100 dolar AS.

Informasi lain menyebutkan, ISIS tak hanya memompa minyak dari sumur. Cara lainnya adalah menjarah fasilitas penyimpanan minyak. Mereka mengisi truk pengangkut dan menjual minyak mentah dengan harga rata-rata 26 dolar AS per barel kepada pedagang Irak.

Para pedagang itu menjualnya kembali ke penyelundup, warga Kurdi. Harganya melonjak 100 persen. ISIS dengan cepat pula membentuk jaringan penyelundup minyak. Setiap hari mereka menjual minyak sebanyak 100 truk yang masing-masing nilainya 9.000 dolar AS.

 

Iraq Oil Report yang mengutip para pemilik truk dan pejabat Irak mengungkapkan, dari penjualan itu, ISIS memperoleh pendapatan 1 juta dolar AS setiap hari. Lumayan besar untuk kelompok yang beranggotakan 10 ribu militan.

"Ini bisnis yang sangat menguntungkan," ungkap seorang pejabat intelijen Kurdi. Rute lain penyaluran minyak ISIS adalah penyulingan-penyulingan sipil di Kota Kifri atau Qadir Karam. Atau, menembus perbatasan Iran melalui Kota Makhmur yang di bawah kendali Kurdi.

Sekarang bisnis andalan ISIS masih aman. Apalagi, Irak memompa minyak tiga juta barel per hari di wilayah selatan. Irak juga belum mampu mengatasi penjarahan yang dilakukan ISIS. Di sisi lain, bisnis ISIS mencipratkan keuntungan bagi banyak orang, termasuk tentara Irak.

"Setiap orang memperoleh uang dari sana," ungkap Direktur Pelaksana Carduchi Consulting Shwan Zulal kepada Fortune. Zulal menjelaskan, ISIS menjual minyak dengan sangat murah. Maka, ada banyak insentif bagi para pedagang.

Truk pengangkut minyak dari ISIS tak mudah dilacak dan tentu saja masuk ke pasar internasional dengan mudah. Jadi, ungkap Zulal, penghasilan dari penjualan minyak sangat cukup bagi ISIS untuk mengatur arus kasnya dengan baik.

Karena itu, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengingatkan negara-negara yang ketahuan melakukan jual beli minyak dengan ISIS akan terkena sanksi. Reuters melaporkan pada 28 Juli 2014, larangan transaksi tak hanya dengan ISIS, tetapi juga Front al-Nusra. Dua kelompok itu masuk dalam daftar hitam PBB.

Semua infrastruktur yang dikuasai ISIS memungkinkan menghasilkan pendapatan bagi mereka. Dana yang ada untuk membiayai perekrutan anggota, memperkuat operasional, serta kemampuan melakukan serangan. ISIS juga menguasai beberapa ladang minyak di Provinsi Deir al-Zor, Suriah, setelah mereka merebutnya dari Front al-Nusra.

Intelijen Barat menuding Presiden Suriah Bashar al-Assad dan ISIS ternyata memainkan permainan ganda. Mereka saling bertempur, tetapi juga terlibat dalam transaksi perdagangan.

ISIS menjual gas dan minyak dari sumur-sumur yang mereka kuasai, ke dan melalui rezim Assad. Demikian diungkap Daily Telegraph melalui sumber-sumber intelijen.

Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), lembaga kemanusiaan yang berbasis di London, menggambarkan aliran minyak dari sumur di Suriah. Biasanya, truk-truk dengan pelat nomor Irak mendatangi sumur-sumur minyak di Deir al-Zor.

Setelah penuh terisi minyak, truk bergerak menuju wilayah barat Irak. Truk itu milik pengusaha Irak yang datang ke sana untuk membeli minyak dari ISIS. Direktur SOHR Rami Abdel Rahman menjelaskan, truk dalam jumlah besar setiap hari lalu lalang dari Suriah ke Irak dan sebaliknya. "Setiap barel minyak dijual ke pengusaha Irak sebesar 20 hingga 40 dolar AS," jelas Rahman.

ISIS pun menjual minyaknya ke warga Suriah yang tinggal di sekitar sumur minyak yang mereka kuasai. Harganya 12 hingga 18 dolar AS per barel. Dengan menjual minyak ke mereka, ISIS berharap dukungan dari warga sekitar.

Barang antik dan gandum

Kisah lain seputar sumber dana ISIS terungkap. Beberapa hari sebelum mereka menguasai Mosul, pejabat Irak menahan lebih dari 100 flash drive komputer. Ini berisi informasi perinci kegiatan ISIS.

Data itu mengungkap kalau ISIS mengambil 36 juta dolar AS dari Nabuk, sebuah wilayah di Suriah. Sumbernya berasal dari penjualan barang antik. "Barang-barang di sana ada yang berusia hingga 8.000 tahun," kata seorang pejabat intelijen kepada the Guardian.

Irak modern dan Suriah, sebelumnya dikenal dengan nama Mesopotamia atau Bulan Sabit Subur. Ini pusat budaya terdahulu dan banyak terdapat peninggalan berupa benda purbakala yang bernilai tinggi. Mereka menjual barang-barang antik di pasar gelap.

"Ada bukti ISIS menggunakan barang antik jarahan dan selundupan untuk membiayai kegiatannya," tulis Sam Hardy, peneliti di UCL Institute of Archaelogy, London, Inggris, dalam blognya. ISIS menjarah, menyelundupkan, dan menjual barang antik ke para penadah.

UNESCO memperkirakan, perdagangan global barang antik dari daerah konflik menembus angka 2,2 miliar dolar AS. Tak seperti Afghanistan, Irak tak mempunyai ladang opium. Namun, di Irak berlimpah barang-barang antik yang bisa dijarah kemudian dijual.

ISIS punya alternatif lain guna memenuhi kebutuhan dana. Mereka mengendalikan suplai gandum. Sebab, ISIS ternyata menguasai lima provinsi paling subur di Irak. Di antaranya Provinsi Niniveh dan Anbar. PBB mengungkapkan, 40 persen produksi gandum berasal dari sana.

rep:ferry kisihandi/ap/reuters  ed: nur hasan murtiaji

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement