JAKARTA -- Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) memastikan akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) setelah resmi dilantik. Jokowi menyatakan kesiapannya melakukan langkah tersebut kendati hal itu berpotensi mendapat penolakan keras dari rakyat.
"Saya siap untuk tidak populer. Tapi, kita harus tahu bahwa kita harus memotong subsidi," ujar Jokowi di Balai Kota, Jakarta, Kamis (28/8). Menurut dia, subsidi untuk BBM seharusnya dialihkan ke sektor produktif yang berhubungan langsung dengan masyarakat bawah. Misalnya, memberi tambahan modal pada pelaku usaha mikro di desa-desa, subsidi benih, pupuk, dan pestisida bagi petani, serta membeli mesin kapal bagi nelayan.
Jokowi berharap, dengan menaikkan harga BBM bersubsidi, defisit anggaran RAPBN 2015 bisa ditekan di bawah 2,3 persen. Pada Rabu (27/8), Jokowi bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Bali. Dalam pertemuan tersebut, SBY menolak permintaan Jokowi untuk menaikkan harga BBM bersubsidi saat ini dengan alasan waktu yang tidak tepat. Padahal, Jokowi berharap Pemerintahan SBY mau menaikkan harga BBM agar ada ruang fiskal yang lebih besar untuk program prorakyat lain.
Dalam RAPBN 2015, anggaran untuk belanja subsidi BBM mencapai Rp 291,1 triliun. Jumlah itu meningkat dari alokasi APBN perubahan 2014 sebesar Rp 246,5 triliun. Jokowi menilai, subsidi tersebut terlalu besar sehingga membebani APBN. Padahal, jika anggaran subsidi ditekan, maka akan ada ruang fiskal yang lebih besar untuk program kerja lain.
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo menyatakan, partai akan terlebih dahulu menghitung anggaran menyangkut rencana presiden terpilih menaikkan harga BBM. "Sehingga, tidak serta-merta (Jokowi) dilantik, BBM naik," kata Tjahjo.
Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding menyatakan, PKB mendukung kenaikan harga BBM untuk menyelematkan APBN dari defisit anggaran. Apalagi, posisi APBN saat ini sangat sulit dan pilihan terbaik untuk mengatasi masalah itu adalah dengan menaikkan harga BBM atau memotong subsidi BBM.
Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla (JK) menilai, sikap Presiden SBY yang ragu-ragu menaikkan harga BBM di akhir masa pemerintahannya akan memperpanjang antrean BBM di daerah. Menurut dia, tidak masalah kalau memang pemerintah menunda kenaikan BBM, asalkan masih mampu menyelamatkan negara dari kebangkrutan. Saat ini, kata JK, anggaran sebesar Rp 400 triliun habis untuk kebutuhan subsidi yang dinilai kurang tepat sasaran.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR Hidayat Nur Wahid mengatakan, dia sejalan dengan sikap Presiden SBY yang tidak menaikkan harga BBM hingga akhir masa periode pemerintahannya. Menurut Hidayat, kebijakan kenaikan BBM tidak bisa diberlakukan tiba-tiba kecuali ada kondisi sangat luar biasa. Misalnya, terjadi lonjakan harga minyak dunia yang sangat luar biasa. Apabila hal itu yang terjadi, maka memang tidak ada langkah lain yang dapat diambil kecuali menaikkan harga BBM.
Sekretaris Majelis Pakar DPP PPP Ahmad Yani menyatakan, kenaikan harga BBM hanya akan menambah beban penderitaan rakyat. Alasannya, pemerintah baru saja menaikkan harga tarif dasar listrik dan gas elpiji.
Senada dengan itu, Ketua Fraksi Partai Hanura Sarifuddin Sudding menilai, opsi menaikkan harga BBM bisa dihindari dengan melakukan efisiensi anggaran. "Sehingga, defisit anggaran tidak terjadi. Jokowi-JK bisa mengoptimalkan sumber kekayaan lain," katanya. rep:ahmad islamy jamil/mas alamil huda/irfan fitrat/ira sasmita/c57/c73/c75/c92 ed: eh ismail