Ahad 31 Aug 2014 13:00 WIB

BBM Masih Tarik Ulur

Red: operator
Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) subsidi ke mobil konsumen di salah sati stasiun pengisian bahan bakar minyak umum (SPBU), Jakarta, Ahad (16/6). Sementara Menteri Keuangan Chatib Basri memastikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan naik
Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) subsidi ke mobil konsumen di salah sati stasiun pengisian bahan bakar minyak umum (SPBU), Jakarta, Ahad (16/6). Sementara Menteri Keuangan Chatib Basri memastikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan naik

Pengamat mempertanyakan sikap inkonsisten PDI Perjuangan.

JAKARTA -Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi masih terjadi tarik ulur. Sejumlah pihak menentang rencana kenaikan itu karena akan memberatkan masyarakat.

Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) berharap harga BBM ber subsidi segera dinaikkan.Alasannya agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak jebol (defisit).

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan tegas menolak menaikkan harga BBM bersubsidi. Alasannya, pemerintah belum lama ini sudah menaikkan tarif dasar listrik (TDL)dan gas elpiji 12 kilogram (kg).

"Jika harga BBM ber subsidi dinaikkan, maka itu akan semakin membebani masyarakat," ujar SBY seusai bertemu dengan Jokowi di Bali, tengah pekan lalu.

Partai pengusung pasangan Jokowi-Jusuf Kalla (JK), yaitu PDI Perjuangan, Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), mendukung kenaikan harga BBM.

Ketua DPP PKB Abdul Wahid Maktub menyatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi ibarat minum jamu, pahit tapi sehat."Karena APBN tidak mampu lagi menyubsidi harga BBM," kata Abdul Wahid, Sabtu (30/8).

Jika harga BBM dinaikkan, kata dia, anggaran subsidi BBM dari APBN dapat dialihkan kepa da hal-hal yang lebih produktif untuk masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan dan, usaha mikro kecil dan menengah (UM KM).

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mengatakan, harga BBM harus dinaikkan di masa pemerintahan sekarang atau di awal-awal masa pemerintahan mendatang. Menurut Muhaimin, bila tidak dinaikkan, APBN akan jebol sampai Rp 400 triliun, sayang kalau hanya dibakar seperti itu," katanya seusai menghadiri Temu Kenal Serikat Karyawan PT Semen Indonesia Periode 2014-2017, di Tuban, Jumat.

Sejumlah partai pendukung pasangan Prabowo SubiantoHatta Rajasa, yaitu Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Bulan Bintang (PBB), menolak kenaikan itu.

Wakil Ketua Umum PD Max Sopacua menegaskan, Demokrat menilai rencana presiden terpilih Jokowi untuk menaikkan harga BBM merupakan hak prerogatif pemerintahan (terpilih). Partai Demokrat, kata Max, tidak dalam posisi menolak atau menerima kenaikan BBM. "Itu hak presiden terpilih," ujarnya, kemarin.

Namun, me nurutnya, sebelum Jokowi benar-benar menaikkan harga BBM di awal pemerintahannya, sebaiknya dipertimbangkan secara matang. Apalagi, terang Max, saat SBY menaikkan harga BBM, PDIP dengan lantang menolak kenaikan itu.

Ketua DPP Partai Demokrat Ikhsan Modjo, menyatakan, SBY tidak akan menaikkan BBM hing ga 20 Oktober mendatang atau saat berakhirnya pemerintahan SBY. Ikhsan mengatakan, harga minyak dunia ada kecenderungan menurun hingga di bawah kisaran 100 dolar per barel.

Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) memprediksi kuota BBM bersubsidi sebanyak 46 juta kiloliter tidak akan cukup sampai akhir tahun. Jika tetap dipasok hingga per 31 Desember 2014, masih perlu tambahan alokasi volume BBM bersubsidi sebanyak 1,35 juta kl-1,5 juta kl.

Sekretaris Jenderal PAN Taufik Kurniawan menilai rencana kenaikan harga BBM bersubsidi tidak akan menyelesaikan masalah. Pasalnya, kebijakan tersebut tidak diikuti dengan kebijakan lintas sektoral.Menurutnya, harga minyak dunia saat ini tidak booming."Lebih baik pemerintahan ke depan melakukan efektivitas dan efisiensi sektor migas," ujarnya.

Pengamat politik ekonomi Ichsanuddin Noorsy mempertanyakan sikap inkonsisten PDI Perjuangan dalam masalah ini. "Saat (PDIP) menjadi oposisi, kenaikan harga BBM disebut tidak prorakyat, kenapa sekarang (untuk pemerintah Jokowi) nggakbilang demikian juga?" kata Noorsy.

Ia juga mengung kap kan logika ekonomi PDI Perjuangan. Menurutnya, lo gi ka ekonomi yang dipakai PDIP bukan ekonomi konstitusi yang selalu ditegaskan presiden terpilih Jokowi, melainkan logika UU Migas dalam hitung-hitungan harga BBM. rep:c63/c57/c75, ed:syahruddin el-fikri

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini

The Best Mobile Banking

1 of 2
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement