Kamis 22 Jan 2015 12:40 WIB

Arief Yahya, Menteri Pariwisata: Pariwisata Butuh Fokus dan Originasi

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, Peran sektor pariwisata tidak kecil dalam menyumbang devisa negara. Namun, perhatian pada sektor ini belum digarap serius. Menteri Pariwisata Arief Yahya memaparkan strategi meningkatkan pariwisata Indonesia kepada redaksi Republika di kantornya, Rabu (21/1). Berikut petikan wawancaranya.

Berapa jumlah wisatawan mancanegara ke Indonesia?

Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) 9 juta pada 2014. Target dari Presiden Jokowi itu 20 juta wisman pada 2019. Jadi lebih dari dobel kenaikannya. Sedangkan, kalau wisatawan dalam negeri, ditargetkan dari 250 juta ke 275 juta. Sektor pariwisata itu penghasil devisa terbesar. Sekarang nomor empat setelah minyak, batu bara, kelapa sawit. Pada 2014 kita menghasilkan 10 miliar dolar AS di sektor pariwisata. Kita ingin sampai 30 miliar dolar biar jadi top three penghasil devisa.

Selama ini pariwisata belum dianggap sebagai leading sector dalam praktiknya. Kemarin saya sindir, berapa persen waktunya CEO, gubernur, dan wali kota untuk pariwisata? Itu nggak besar, di APBD juga tidak besar. Padahal, pariwisata itu industri yang return-nya lebih tinggi daripada manufaktur. Kita itu kan jasa, basisnya kreatif. Kalau mau dibagi itu ada tiga era, yaitu pertanian, manufaktur, informasi, dan kreatif. Semakin ke sini value added-nya makin tinggi, dan pariwisata ini kreasi dan rekreasinya sangat erat.

Pariwisata di Singapura, Malaysia, Thailand, itu sudah jadi bisnis utama. Kalau kita 9 juta, Singapura sudah 16 juta dan Malaysia 26 juta. Kita berarti hanya sepertiganya Malaysia dan Thailand. Padahal potensi kita besar dibanding mereka.

Apa masalahnya?

Kita harus fair dalam menggunakan internasional standar, yaitu infrastruktur, ICT (information communication and technology), dan kebersihannya. Berbisnis di Indonesia itu sangat sulit, sama juga di pariwisata. Padahal, soal kebersihan, itu mudah, mayoritas agama menyatakan ini sebagian dari iman. Makanya saya kesal, begitu bertemu bupatinya saya tegur. Selama ini kalau membangun infrastruktur itu cepat. Di manufaktur, yang kita bangun itu otomotif. Padahal, secara return, otomotif itu kalah sama pariwisata.

Kedua, dalam hal tenaga kerja kita juga kalah. Potensi area wisata tidak disebut destinasi wisata kalau tidak ada 3A: attractive, amenities atau fasilitas, dan accesibilities. Kita lemah di situ. Makanya kita harus sadar kalau pariwisata itu akan menghasilkan return yang tinggi.

Apa langkah agar target 20 juta wisman itu tercapai?

Saya langsung kirim surat ke menteri perhubungan dan menteri pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Tapi saya paham, membangun infrastruktur tidak cepat dan mudah. Kelemahan lainnya marketing. Kita itu teorinya banyak, tapi praktiknya jelek. Kalau satu wisman perlu uang (biaya promosi untuk menarik mereka) 10 dolar AS, maka dua wisman butuh 20 dolar. Kalau sejuta wisman perlu uang 10 juta dolar. Kalau 10 juta wisman perlu uang 100 juta. Malaysia benar, mereka total yang dikeluarkan 300 juta dolar atau sekitar Rp 3,6 triliun. Makanya untuk tahun ini akan diberikan Rp 1 triliun untuk promosi khusus. Itu pun baru di pemerintah belum ke parlemen. Dalam kenyataannya kita belum komit soal pariwisata.

Yang 9 juta wisman pada 2014 itu dibagi berapa wilayah?

Sebanyak 90 sampai 95 persen itu datangnya di tiga pintu masuk utama, yakni Bali 40 persen, Jakarta 30 persen, dan Batam 25 persen. Padahal kita punya destinasi yang banyak. Jadi yang 5-10 persen itu sisanya di banyak destinasi wisata lainnya. Makanya, kita harus fokus di destinasi dan originasi.

Produk portofolio ini harus lebih memfokuskan ke tiga titik. Setelah tiga ini establish, kita bisa lebih mudah menjual ke yang lainnya. Kita harus punya portofolio bisnis andalan untuk mendorong yang lainnya sebagai lokomotif. Originasi kalau di ASEAN itu sudah 50 persen. Kalau negara tetangga, itu 20 persen. Kalau kita, tidak tahu ini.

Jadi target 20 juta wisman itu ke mana saja?

Aturannya ASEAN dulu. Dengan menggunakan basis pendapatan per kapita, kita kan kurang dari 5.000 dolar AS, tapi Singapura bisa di atas 30 ribu dolar pendapatan per kapitanya. Australia 45 ribu dolar AS. Maka jawabannya, nomor satu itu Singapura, kedua Malaysia, ketiga Australia.

Di luar yang traditional market ini, Cina itu yang utama. Dia proyeksinya besar. Yang kita harapkan wisman dari Cina akan jauh lebih besar potensinya.

Jadi destinasinya kita fokuskan, originasinya juga. Teman di daerah juga harus melakukan hal yang sama. kita punya Jakarta, Cianjur, Sukabumi, Cipanas, lalu masing-masing mem-branding sendiri, ini impossible.

Dengan target yang dobel, apa yang utama dilakukan?

Hasil yang besar itu dilakukan dengan cara yang tidak biasa. Harus imajinasi, fokus, dan action (IFA), itu tiga jurus saya. Kita akan lakukan sinergi. Kedua, fokus ke tempat-tempat yang memang tinggi potensi pariwisatanya. Kalau portofolionya jelek, tidak akan diladeni.

Dalam lima tahun, apakah akan menciptakan destinasi baru?

Ya dan harus. Ada yang harus diperhatikan di kita, itu ada ekonomi kreatif, itu top five. Nomor satu itu kuliner. Kuliner itu Rp 200 triliun (potensinya), nomor dua fashion Rp 200 triliun juga, nomor tiga kerajinan. Untuk destinasi itu banyak, kita punya 18, ada top 16. n c78 ed: Nur Hasan Murtiaji

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement