ABU DHABI -- Kekejaman militer Myanmar terhadap Muslim Rohingya terus berlanjut. Menanggapi hal tersebut, Dewan Ulama Islam Internasional melalui Imam Tertinggi Al Azhar Al Sharif Dr Ahmed Al Tayeb menyampaikan sikap.
Pembunuhan terhadap manusia dan pembakaran rumah-rumah merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan, tulis dewan seperti dikutip, Jumat (18/11). Menurut Dewan Ulama Islam Internasional, tindakan represif terhadap Muslim Rohingya bertentangan dengan ajaran agama ataupun konvensi internasional tentang hak asasi manusia.
Dewan pun mendesak respons cepat semua pihak untuk mengakhiri kekerasan yang dialami mereka. Pemerintah Myanmar pun diminta mengakui hak hidup Muslim Rohingya dalam aman dan damai.
Sejak 9 Oktober 2016, kekejaman Pemerintah Myanmar terhadap Muslim Rohingya seolah tidak berhenti. Laporan dari berbagai laman berita di Asia Tenggara ataupun internasional menunjukkan hal tersebut.
Seperti di sisi Bangladesh, perbatasan Bangladesh-Myanmar. Warga Teknaf, bagian dari Distrik Cox's Bazar yang berhadapan langsung dengan negara bagian Rakhine, mengaku menyaksikan dan mendengar kekejaman Pemerintah Myanmar terhadap Muslim Rohingya. Sepekan terakhir, kami telah menyaksikan kebakaran melanda ratusan rumah.
Helikopter pun menjatuhkan mortir di wilayah yang dihuni Muslim Rohingya, ujar Mohammad Hossain, seorang pedagang kelontong di Teknaf.
Hal senada disampaikan Nazir Ahmed, pria paruh baya yang berada dari dekat titik Ulubania di perbatasan Bangladesh-Myanmar. Pada siang hari kami melihat asap menguar ke langit. Pada malam hari, kami mendengar ledakan bom dan tembakan serta teriakan. Ini memberitahukan Anda betapa mengerikannya situasi di sana, kata dia.
Eskalasi situasi di Rakhine membuat pasukan Penjaga Perbatasan Bangladesh (BGB) berupaya membuat perbatasan tetap tenang. Mereka menjaga ketat perbatasan untuk mengatasi upaya Muslim Rohingya menembus perbatasan. Kami telah mengambil langkah-langkah tambahan dan meningkatkan patroli di per batasan.
Diharapkan tidak ada orang ilegal yang bisa masuk ke Bang ladesh melalui perbatasan, kata Letkol Abuzar Al Zahid, komandan 2 batalion BGB yang ditempatkan di Teknaf. Ia mengatakan, pasukan BGB telah mengorganisasi pertemuan di sejumlah daerah, untuk meyakinkan bahwa perbatasan dalam kondisi terkendali.
Masyarakat Bangladesh pun telah disarankan untuk tidak berkunjung ke daerah-daerah perbatasan seperti Sungai Naf. Sementara di Rakhine, kekejaman terhadap Muslim Rohingya diberitakan, benar-benar di luar batas kemanusiaan.
RB Newsmelaporkan pada tengah pekan ini, puluhan anak dan wanita Muslim Rohingya dikurung dan dibakar hidup-hidup. Perbuatan sadis itu terjadi di Kampung Yay Khae Chaung Khwa Sone, di utara Maungdaw.
Arakan Rohingya Council mengatakan, kejadian tersebut hanya sebagian kecil dari penderitaan Muslim Rohingya. Terutama, sejak militer Myanmar melakukan serangan balik atas aksi militan Muslim Rohingya pada 9 Oktober lalu.
Militer Myanmar menggunakan helikopter, meriam, hingga alat persenjataan lainnya ketika menggempur perkampungan Muslim Rohingya. Mereka yang coba melarikan diri akan dihalangi dan ditembak menggunakan senjata mesin, tulis Arakan Rohingya Council.
Arakan Rohingya Council menyebut kampung-kampung yang menjadi sasaran tentara adalah Myaw Taung, Dargyizar, Yekhechaung Kwasone, Pwinpyu Chaung, Thu Oo La, Longdun, Kyin Chaung dan Wabaek di utara Maungdaw. Terhitung sejak 9 Oktober 2016, korban tewas telah mencapai 350 orang.
Sedangkan 300 orang yang lain cedera. Banyak gadis dan wanita diborgol, sedangkan kaum pria ditahan tanpa sebab.
Tercatat 3.500 rumah telah dibakar sehingga sekitar 30 ribu orang penduduk kehilangan tempat tinggal. Sekurang-kurang nya 500 orang telah menyeberang ke negeri tetangga, Bangladesh.
BGB, pada tengah pekan ini, mencegah dan mendesak 86 orang Muslim Rohingya untuk kembali ke negara mereka. Perinciannya, 40 perempuan dan 25 anak-anak yang berasal dari Desa Khoiarchar di Sittwe, ibu kota Rakhine. Sebanyak dua kapal yang melintasi Sungai Naf juga telah disita.
Kemarin, pasukan keamanan Myanmar di negara bagian Rakhine telah menahan 59 orang Mus lim Rohingya di Kota Maungdaw. Juru bicara kantor Presiden Myanmar, Zaw Htay, menjelaskan mereka ditahan di dua pos penjaga perbatasan.
Sangat buruk Ketua Komunitas Muslim Kya Hla Aung (77 tahun) mengatakan, situasi di Rakhine tidak menguntungkan. Tempat pengungsian Muslim Rohingya di pinggiran Sittwe dalam kondisi yang sangat buruk.
Militer selalu datang mengin terogasi kami. Memperingatkan kami untuk tak memberikan tempat bagi orang asing datang ke pengungsian, ujar Aung.
Selama ini Muslim Rohingya berusaha tak terlihat berkumpul untuk menghindari kecurigaan militer dan Pemerintah Myanmar.
Militer Myanmar meminta sebuah desa, yang penduduknya merupakan Muslim Rohingya untuk menghancurkan pagar- pagar di sekeliling rumahnya. Represi terhadap Muslim Rohingya oleh pemerintah titik puncak dan dinilai berbahaya.
Menurut dokumentasi HAM, sejak terjadinya konflik militer dan Muslim Rohingya di utara Rakhine pada 2012, sebanyak 120 ribu orang terusir dari rumahnya. Mereka tak memiliki tempat tinggal lagi karena rumah-rumahnya dihancurkan dan dibakar oleh militer Myanmar.
Aung mengatakan, sekarang sudah empat tahun Muslim Rohingya hidup dalam kondisi yang mengerikan dan penuh penderitaan. Banyak orang dewasa, anak-anak menghabiskan tahun- tahun mereka hanya menganggur, katanya.
Sebenarnya, menurut Aung, Muslim Rohingya tidak akan melakukan pemberontakan terhadap Pemerintah Myanmar.
Na mun, mereka terus-menerus disiksa. Saya khawatir mereka tak sanggup lagi menahan beban siksaan ini dan akan bereaksi, ujarnya. rep: Dyah Ratna Meta Novia/dhaka tribune/mizzima/reuters/the guardian/the national, ed: Muhammad Iqbal