JAKARTA -- Pemerintah resmi mengakhiri kontrak kerja sama atau kemitraan dengan JP Morgan Chase Bank sebagai bank persepsi pada awal 2017. Merujuk pada Bank Indonesia (BI), sebagai bank persepsi sebelum keputusan ini, JP Morgan Chase Bank memiliki kewenangan untuk menerima setoran penerimaan negara bukan dalam rangka impor, termasuk penerimaan pajak, cukai, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Marwanto Harjowiryono menjelaskan, pilihan pemerintah untuk mencoret JP Morgan Chase Bank sebagai mitra berlaku efektif sejak awal Januari 2017. Keputusan ini, menurut Marwanto, sejalan dengan Surat Menteri Keuangan tertanggal 17 November 2016 lalu yang ditujukan kepada perusahaan tersebut.
"Hal ini juga sudah dibahas dalam rapat antara Ditjen Pengelolaan Kas Negara, Ditjen Perbendaharaan, dan JPM (JP Morgan) sendiri pada 1 Desember lalu," ujar Marwanto di Jakarta, Senin (2/1).
Ia menyebutkan, pemberitahuan kesepakatan pemutusan hubungan kemitraan tersebut disampaikan pemerintah kepada JP Morgan Chase Bank di Indonesia melalui surat bertanggal 9 Desember 2016 lalu. Selanjutnya, Marwanto mengatakan, Kemenkeu akan terus membangun hubungan kerja dan kemitraan yang profesional dan kredibel serta bertanggung jawab dengan para stakeholders, termasuk perbankan yang menjadi mitra kerja pemerintah.
Keputusan pemerintah ini disulut oleh riset yang dirilis JP Morgan pada November lalu. Riset tersebut merekomendasikan adanya alokasi ulang portofolio investor JP Morgan terhadap negara-negara berkembang, seperti Indonesia, Brasil, dan India.
Tak main-main, JP Morgan menurunkan rekomendasi hingga dua tingkat dari overweight ke underweight. JP Morgan merilis bahwa yield atau imbal hasil atas surat utang bertenor 10 tahun naik dari 1,85 persen menjadi 2,15 persen setelah Donald Trump terpilih sebagai presiden Amerika Serikat (AS).
Kondisi ini dianggap bisa meningkatkan risiko di negara-negara berkembang. Ujung-ujungnya diproyeksikan bakal ada penarikan dana besar-besaran dari negara-negara berkembang. Dalam praktiknya, instrumen investasi yang mendapat status overweight akan direkomendasikan oleh JP Morgan, untuk ditambah investasinya dalam portofolio investor agar imbal hasilnya lebih besar. Sebaliknya, bila mendapat status underweight justru harus dikurangi agar tidak mempengaruhi imbal hasil.
Praktis, hasil riset yang justru menambah gerah iklim ekonomi Indonesia ini membuat Pemerintah Indonesia terpaksa memutus kemitraan dengan JP Morgan. Kondisi ini membuat JP Morgan tak bisa lagi menerima setoran penerimaan negara dari siapa pun di seluruh cabang JP Morgan Chase Bank.
Tak hanya itu, JP Morgan dituntut untuk menyelesaikan segala perhitungan atas hak dan kewajiban terkait pengakhiran penyelenggaraan layanan mereka sebagai bank persepsi. Poin terakhir yang ditekankan pemerintah kepada JP Morgan adalah kewajiban mereka untuk melakukan sosialisasi kepada semua unit, staf, dan nasabah terkait dengan berakhirnya status kontrak bank persepsi yang disandang.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menambahkan, pemerintah menyayangkan rekomendasi alokasi portofolio yang dikeluarkan JP Morgan kepada investor. Ia menyebutkan, sebelum November status rekomendasi alokasi portofolio Indonesia masih di level overweight.
Artinya, kepemilikan portofolio bisa dilakukan dalam jumlah banyak. Hal ini merujuk pada ekonomi Indonesia yang terbilang stabil.
Namun, status rekomendasi ini langsung anjlok dua tingkat ke underweight, di bawah level netral. Suahasil membandingkan, Brasil oleh JP Morgan diturunkan tingkat rekomendasinya dari overweight ke netral.
Artinya, bila Indonesia turun dua tingkat, Brasil masih bernasib lebih baik dengan hanya turun satu level. Padahal, menurut Suahasil, iklim ekonomi Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara berkembang lain yang mengalami gejolak yang sama.
"Jadi di sana (Brasil) kondisi politik sedang kacau. Nah, tapi melihat kondisi ekonomi politik dan kita lihat dia (JP Morgan) hitung kondisi assesment Indonesia. Bagi kita nggak kredibel aja JP Morgan itu," ujar Suahasil.
Keputusan wajar
Kepala Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih menilai wajar keputusan pemerintah untuk menghentikan kemitraannya dengan JP Morgan. Menurut Lana, isu mengenai hasil riset yang dinilai 'memojokkan' Indonesia sudah muncul sejak tahun lalu.
Lana juga mempertanyakan atas dasar parameter apa JP Morgan menurunkan status rekomendasi alokasi portofolio Indonesia dari overweight menjadi underweight. Bagi dia, mengacu pada kondisi ekonomi makro Indonesia saat ini maka tak ada cukup alasan bagi JP Morgan, untuk menurunkan kredibilitas ekonomi Indonesia di mata investor.
Beberapa indikator ekonomi makro yang dia nilai masih cukup stabil di antaranya adalah pertumbuhan ekonomi yang stabil di angka lima persen, rasio utang yang masih di bawah 30 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), dan risiko defisit anggaran yang masih diredam oleh pemerintah.
"Dalam membuat analisis untuk suatu negara, analis harus independen. Pemerintah bisa memanggil JP Morgan untuk mengklarifikasi hal ini. Tapi bahwa hasil riset ini membuat ketidakstabilan sistem keuangan, itu betul juga. Namun, harus dihargai independensi mereka," kata Lana.
Ia meyakini pemerintah sudah memiliki perhitungan risiko yang matang dengan memutus kemitraan dengan JP Morgan. Apalagi, menurut Lana, JP Morgan memiliki klien yang besar di pasar dunia dan apa pun rekomendasi JP Morgan memang bisa memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi perekonomian domestik.
"Namun harus disadari, keluarnya dana asing di akhir tahun kemarin, lebih karena efek Trump, bukan karena rekomendasi JP Morgan ini. Dan terakhir di bulan Desember ini sudah kembali masuk. Kalaupun pemerintah melihat potensi itu (arus dana keluar), perlu memanggil semua dealer bond dan memastikan kondisi ekonomi Indonesia ini cukup baiklah, tidak perlu ada kekhawatiran seperti itu," ujar Lana menjelaskan.
BI melaporkan jumlah penarikan modal investor asing (capital outflow) di surat utang negara dan obligasi sepanjang November lalu mencapai Rp 30 triliun. BI menilai, terpilihnya Trump memberikan sentimen negatif terhadap aliran modal.
rep: Sapto Andika Candra ed: Muhammad Iqbal