Foto : ABCNews
JAKARTA -- Menko Kemaritiman dan ESDM Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa pemerintah akan mengevaluasi kebijakan bebas visa guna menarik wisatawan asing akan dievaluasi. Ia bahkan menyatakan bakal mencoret sejumlah negara yang sebelumnya disertakan dalam daftar bebas visa.
"Sudah ada, tapi tentu terlalu dini kalau saya buka. Biar nanti Dirjen Imigrasi dan terkait melakukan evaluasi itu," kata Luhut di Istana Bogor, Rabu (4/1). Dalam regulasi bebas visa yang diberlakukan sejak tahun lalu, warga dari sebanyak 169 negara dibebaskan dari pengurusan visa kunjungan di Tanah Air masing-masing sebelum mengunjungi Indonesia.
Ia menegaskan, untuk kepentingan pariwisata, kebijakan bebas visa juga perlu dievaluasi jika nyatanya tidak memberikan kontribusi signifikan. Selain itu, Luhut menegaskan, pemberian fasilitas bebas visa juga perlu untuk dicabut jika warga negara dari negara bersangkutan berpotensi melakukan pelanggaran di Indonesia.
"Kami di sektor pariwisata melihat kalau memang angkanya tidak signifikan, ngapain kita teruskan, atau potensi untuk buat pelanggaran di Indonesia," katanya. Ia juga menekankan sampai sejauh ini dari hasil evaluasi sementara, sangat sedikit yang menggunakan fasilitas visa sementara untuk tinggal dalam waktu lama di Indonesia, apalagi untuk mencari kerja.
"Jadi, kalau ada yang omong-omong bilang jumlahnya ribuan, bahkan ratusan ribu, saya pingin orangnya datang ke saya, tunjuk angkanya, di mana, kita 'pigi' sama-sama. Jangan kita buat dusta di antara kita," ujarnya.
Menurut dia, kritik yang disampaikan kepada pemerintah harus didasari dengan data. "Kita bicara harus ada data, jangan tanpa data, jangan perasaan dengan perasaan saja," katanya.
Luhut juga tak menampik bahwa alasan pemerintah melakukan evaluasi karena ada potensi turis asing membuat pelanggaran dengan memanfaatkan kelonggaran bebas visa untuk tinggal dan bekerja di Indonesia. Namun, menurutnya, jumlah turis asing yang melakukan pelanggaran seperti itu jumlahnya amat kecil.
Luhut juga menyatakan geram dengan rumor yang menyebut bahwa saat ini ada ratusan ribu tenaga kerja asing (TKA) ilegal, terutama dari Cina yang masuk ke Indonesia. Menurutnya, rumor itu keluar dari mulut pihak yang tidak memiliki data valid.
Ia mengundang pihak-pihak yang mengeluarkan klaim serbuan ribuan pekerja dari Cina untuk membeberkan fakta terkait hal tersebut. "Tunjuk angkanya, di mana tempatnya, kita pergi untuk buktikan sama-sama. Kalau saya salah saya mau angkat tangan. Tapi, kalau dia salah, awas dia!" kata Luhut dengan nada tegas.
Kebijakan bebas visa yang disebut memicu maraknya pekerja ilegal memasuki Indonesia dengan izin kunjungan memunculkan keresahan bagi sejumlah pihak belakangan. Salah satunya dari para anggota DPR yang meminta kebijakan tersebut dimoratorium lebih dulu.
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf menilai, banyak dampak negatif akibat dari diberlakukannya bebas visa. Tidak hanya menyalagunakan visa kunjungan untuk bekerja secara ilegal di Indonesia, kebijakan itu juga membuka celah peredaran narkoba, prostitusi, modus kejahatan siber, penipuan, dan juga pertanian. "Ditengarai banyak faktor negatif yang akan masuk, seperti narkoba, prostitusi. Yang perlu ditindak tegas mestinya adalah perusahaan atau sponsor yang memasukkan mereka," kata Dede Yusuf, kemarin.
Sebelumnya, Dede Yusuf juga menyatakan kebijakan bebas visa yang diterapkan pemerintah Indonesia ke Cina tersebut menjadi perangsang TKA ilegal untuk bekerja di Tanah Air. Karena itu, dia telah memberi rekomendasi kepada pemerintah agar membuat satuan tugas guna mengawasi dan menindak adanya tenaga kerja ilegal.
Sedangkan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan, meningkatnya jumlah TKA lebih dipicu tingginya investasi di Indonesia. Sebab, setiap pembangunan sebuah proyek, para investor akan membawa TKA yang mengerti pengerjaan proyek tersebut. "Kita meminta mereka triliun rupiah modal mereka di negara kita. Ini wajar mereka akan membawa itu (TKA) agar investasi mereka berhasil," kata Lembong, Rabu (4/1).
Menurut Lembong, sejauh ini ada perbedaan persepsi di masyarakat bahwa investasi asing harus seluruhnya mempekerjakan warga lokal. Padahal, investasi ini seharusnya tidak hanya bisa dimanfaatkan untuk bekerja di pabrik tersebut. Masyarakat bisa membuat peluang-peluang baru untuk menunjang keberadaan investasi tersebut.
Menurutnya, keinginan untuk meningkatkan investasi asing di dalam negeri seharusnya tidak diikuti dengan peraturan untuk menghalangi perusahaan dalam mempekerjakan TKA. Keberadaan para tenaga asing harus bisa dimanfaatkan dengan peralihan ilmu kepada para tenaga kerja Indonesia.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa BKPM dan kementerian/lembaga (K/L) tidak lantas membuat peningkatan TKA ini terjadi dengan mudah. Kecemburuan masyarakat lokal atas banyaknya TKA dalam sebuah industri harus segera diselesaikan dengan kebijakan tertentu. "TKA ini memang harus menjadi diskusi publik. Ini fakta yang ada dan akan terus kami komunikasikan, untuk transparansi," ungkap Lembong.
Lembong menjelaskan, pertumbuhan TKA ini juga akan memberikan manfaat lain karena mereka membutuhkan pelayanan jasa yang berbeda dengan TKI, seperti dalam hal makanan. Hal ini bisa dimanfaatkan masyarakat untuk membuat lahan usaha baru. rep: Halimatus Sa'diyah, Ali Mansur Debbie Sutrisno ed: Fitriyan Zamzami