JAKARTA Dewan Pers meminta masyarakat untuk jeli memilah sumber informasi tepercaya. Sebab, banyak situs yang begitu menyerupai sebuah perusahaan pers daring. Misalnya, memuat susunan redaksi atau kontennya dinamakan berita.
Menurut anggota Dewan Pers Imam Wahyudi, setiap media harus mematuhi Undang-Undang Nomor 40/1999 tentang Pers. Apakah dia pers atau bukan, maka dia mesticomply(patuh) dengan UU 40/1999. Kemudian produknya harus sesuai dengan kode etik jurnalistik,kata Imam Wahyudi dalam diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (7/1).
Lantaran beleid tersebut, ujar dia, tidak boleh ada pemberedelan atas sebuah perusahaan pers. Media massa pun harus dimiliki oleh sebuah badan hukum yang bisa berbentuk perseroan terbatas (PT), yayasan, atau koperasi. Meskipun bentuk yang layak adalah PT karena sebagai lembaga swasta yang mengejar profit.
Tetapi, yang paling penting, yang harus dicek adalah kontennya. Dalam menangani kasus-kasus (pengaduan), yang pertama kali kami lihat adalah kontennya secara umum. Bukan hanya berita yang diadukan,kata Imam menegaskan.
Karena itu, lanjut dia, Dewan Pers dapat mencopot status sebuah media massa bila secara umum produknya tidak lagi sesuai standar jurnalistik. Sesuai UU Pers, produk jurnalistik harus bersifat edukatif, informatif, akurat, serta bisa jadi menghibur. Pers wajib menghormati kebinekaan dan tidak boleh menghasut publik.
Begitu kami tangkap bahwa kontennya (secara umum) tidak sesuai dengan standar jurnalistik, meskipun dia berbadan hukum, tetap tidak kami anggap pers. Yang awalnya pers bisa saja kemudian kami menganggapnya tidak lagi layak (sebagai) pers kalau produknya menyalahi terus-menerus. Itu ada beberapa kasus dia tidak beriktikad baik menjadi perusahaan pers,jelas dia.
Pada Selasa (3/1), Kemenkominfo telah memblokir 11 media, yaituvoa-islam.com,nahimunkar.com,kiblat.net,bisyarah.com,dakwahtangerang.com,islampos.com,suaranews.com,izzamedia.com,gensyiah.com,muqawamah.com, danabuzubair.net.
Menurut Shodiq Ramadhan, redaktur pelaksanaSuara-Islam.comyang pada 3 November 2016 sempat diblokir pemerintah, institusinya sudah memiliki badan hukum dan merasa bekerja sesuai prinsip jurnalistik. Tetapi, Kemenkominfo tetap saja melakukan pemblokiran lantaran ada satu berita yang dianggap bermuatan SARA.
Kesalahannya (Suara-Islam.com saat itu) mungkin satu, belum daftar ke Dewan Pers. Ini kita akui sebagai kekurangan. Maka tolong kami dibimbing, bukan diblokir,ujar Shodiq.
Dia pun menilai Kemenkominfo tidak cukup adil dalam melakukan pemblokiran. Apalagi, dari empat kejadian terakhir, Kemenkominfo terbukti tidak teliti dalam menjalankan kewenangannya.
Jadi, dari empat kejadian ini, kami melihat ada kurang telitinya pemerintah. Kemudian, tidak adil. Ada permintaan blokir, hantam,kata Shodiq.
Kronologinya, kata dia, dimulai pada 30 Maret 2015, ketika Kemenkominfo memblokir 19 media, antara lain,GemaIslam.com. Padahal, jelas Shodiq, situs tersebut dimiliki ormas Al-Irsyad, yang kerap bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Pemblokiran ke-19 situs itu lantaran tuduhan radikalisme.
Kejadian kedua pada 31 Oktober 2016, ketika tiga media daring diblokir pemerintah, yakniVOA-Islam,Ar-Rahmah, danSuara Papua. Kejadian ketiga pada 3 November 2016. SelainSuara-Islam, turut diblokir pula media daringSMS-Tauhidyang dimiliki dai kondang Aa Gym. Tuduhannya saat itu ialah penyebaran konten SARA.
Ada satu pemberitaan kepada kami yang itu dianggap SARA. Beritanya adalah berjudul 'Seruan Jihad 4 November' dari KH Abdur Rosyid A Syafii. Beliau ini ulama Betawi. Di Masjid Matraman, beliau menyampaikan, 'Ayo, kita berjihad konstitusional pada 4 November berdemo itu'. Nah, demokansebenarnya dijamin oleh undang-undang.Lho, ini dianggap SARA?kata Shodiq memaparkan.
Teranyar, pada 30 Desember 2016, ada 11 media yang diblokir. Salah satunya,AbuZubair.netyang menurut Shodiq merupakan situs internet yang sudah lama mati jauh sebelum Kemenkominfo memblokirnya.
Karena itu, lanjut Shodiq, pemerintah sebaiknya memiliki kaidah yang jelas dalam melakukan kewenangannya.
800 ribu situs
Dirjen Aplikasi Informatika Kemenkominfo Semuel Pangerapan mengatakan, hingga Desember 2016, kementeriannya sudah memblokir 800 ribu situs berkonten negatif, yang mayoritasnya mengandung unsur pelanggaran susila.
Sebagian besar itu, hampir 90 persen, itu pornografi. Kalauhoax, ada. Kemarin kita blokir ada beberapa. Kalaungomongdata, saya sekarang tak bawa apa-apa. Bisa akses (terkait data lengkap) ditrustpositif.kominfo.go.id,kata Semuel.
Dia mengakui, di antara situs-situs yang sempat diblokir, masih ada kesempatan untuk membukanya kembali. Itu terjadi bila pengelola situs yang bersangkutan bersedia mengubah sajiannya agar sesuai aturan perundang-undangan.
Contohnya, aplikasi Bigo Live yang sempat diblokir saat ini bisa diakses kembali. Sebelumnya, iklan-iklan Bigo Live dinilai kerap menampilkan konten yang melanggar asusila.
Semuel membantah bila pihaknya dianggap plinplan. Sebab, menurutnya, persebaran konten negatif dapat terjadi sangat cepat sehingga perlu penanggulangan segera.
"Kenapaharus diblokir dulu? Inikankita masuk zaman digital. Itu barangnya bisa cepat sekali. Makanya ada kasus pencemaran nama baik, misalnya, kita harus tangani segera. Supayadamage-nya jangan sampai menyebar,jelas dia.
Terpisah, anggota Komisi I DPR Sukamta menilai, pemerintah seharusnya menentukan kriteria yang jelas sebelum memblokir sebuah situs. Dengan demikian, pemblokiran menjadi sebuah tindakan tegas, bukan sekadar ajang coba-coba.
"Saya kira, tanpa aturan yang jelas, secara teknis, pasti akan timbul masalah. Apalagi, cara kerjanya (pemblokiran) seperti tadi. Menerima masukan. Blokir dulu. Fiksasi belakangan," kata Sukamta
Sukamta menjelaskan, hal itulah yang menyebabkan pemblokiran kerap memunculkan kegaduhan, alih-alih solusi tuntas. Padahal, lanjut dia, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Nomor 11/2008 Pasal 40 ayat (6) sudah mengamanatkan pemerintah agar membuat peraturan pemerintah (PP).
Dia melanjutkan, dalam UU ITE hasil revisi kriteria berita bohong (hoax) sudah diperjelas, yakni sebaran-sebaran yang menyebabkan kerugian. Pasal 27 UU ITE menjelaskan konten-konten yang dilarang. Misalnya, sebaran yang menyinggung kesusilaan, perjudian, penghinaan, atau pemerasan.
Kalau sifatnya lelucon, menurut Sukamta, sebaran itu masih dalam batas-batas yang ditoleransi. Karena itu, sebuah PP perlu untuk memperjelas kaidah-kaidah pemblokiran. Misalnya, mengenai apakah sebuah situs dapat langsung diblokir atau melalui surat peringatan bertingkat serta tenggat waktu peringatan hingga tindakan.
"Itukanmesti diatur secara teknis dengan PP. Kalau tak ada aturan yang jelas, semua menurut penafsiran dan perasaan sendiri-sendiri begini, bisa kacau negara," ungkap dia.
Menurut anggota Komisi I DPR itu, maraknyahoaxmencerminkan kinerja pemerintah yang kurang berperan baik sebagai sumber informasi. Pemerintah justru menjadi pemicu maraknya berita simpang siur. Dia mencontohkan kasus jumlah tenaga kerja asing (TKA) asal Cina. Presiden dan para menteri menyebutkan data yang berlainan satu sama lain.
"Karena pemerintah sendiringomongnyatidak jelas, masyarakat bereaksi, yang benar siapa ini. Menteri Polhukam, Menaker, Kominfo, Presiden, atau siapa? Akhirnya, (menurut masyarakat) ini pasti ada yang bohong di antara empat pihak. Yang benar satu, yang lain bohong,kata Sukamta.
Karena itu, lanjut dia, di media sosial marak sebaranhoax. "Kalau masalahhoax, ini relatif saja. Karena produksihoaxpotensinya yang terbesar itu pemerintah, bukan masyarakat. Menurut saya, pemerintah sebaiknya memperbaiki dirinya sendiri dulu.
Kalau pemerintah bekerja sangat baik, insya Allah yanghoaxitu akan hilang sendiri," jelas Sukamta. rep: Hasanul Rizqa, ed: Mansyur Faqih
box
Pasal 13 Peraturan Menteri Kominfo Nomor 19/2014
Dirjen Aplikasi Informatika Kemenkominfo Semuel Pangerapan mengatakan, kementerian mesti menunggu adanya laporan terlebih dahulu sebelum melakukan pemblokiran. "Kalau dia mengandung asusila, ya kita tutup. Harus ada laporannya.Kankita terbatas pada laporannya, lalu baru kita tindak lanjuti,kata Semuel.
Dalam melakukan pemblokiran, lanjut dia, kementerian mengacu pada Peraturan Menteri Kominfo Nomor 19/2014. Menurut beleid itu, sebuah situs berkemungkinan untuk tidak lagi diblokir ketika kontennya dianggap sudah mematuhi aturan perundang-undangan.
"Kalau kesalahannya sudah diperbaiki, ya boleh lagi. Peringatannya ya diblokir itu. Delapan ratus ribu (situs), bagaimana kita mengingatkan?Keburuke mana-mana beritanya.
Ia juga menyebut mengenai Pasal 13 Peraturan Menteri Kominfo Nomor 19/2014 yang menjelaskan tata cara dan tindak lanjut laporan dari masyarakat, yaitu:
- Pertama, pihak Kemenkominfo dapat melakukan kegiatan pengelolaan laporan dalam waktu 1 x 24 jam.
- Kedua, apabila situs internet yang dimaksud bermuatan negatif, maka Kemenkominfo menempatkan alamat situs tersebut ke dalam TRUST+Positif
Kemenkominfo kemudian meminta kepada penyedia atau pemilik situs yang bersangkutan untuk menghapus muatan negatif.
- Dalam kondisi mendesak, Kemenkominfo berwenang menempatkan alamat situs yang bersangkutan langsung ke TRUST+Positif dalam periode 1 x 12 jam sejak laporan diterima.
- Kemenkominfo kemudian berkomunikasi dengan penyelenggara jasa akses internet supaya memblokir situs yang bersangkutan.