Kamis 05 Jun 2014 11:22 WIB

Kapolri : Rumah Pribadi tidak untuk Beribadah

Red:

JAKARTA — Kasus penyerangan rumah ibadah yang terjadi di Jawa Tengah membuat Kapolri Jenderal Sutarman angkat bicara. Ia menegaskan agar rumah pribadi tidak dijadikan tempat beribadah.  “Rumah pribadi tidak boleh dipakai shalat Jumat dan kebaktian,” kata Sutarman, Rabu (4/6).

Larangan beribadah di rumah pribadi tersebut, ia melanjutkan, adalah untuk ibadah yang dilakukan secara rutin. Ia menegaskan perubahan fungsi itu harus mendapatkan izin.

Dia menegaskan, rumah tidak boleh difungsikan untuk shalat Jumat atau kebaktian setiap minggu, seperti gereja. Karena jika demikian, fungsi rumah akan berubah, seperti masjid dan gereja. “Ini tidak boleh,” ujarnya.

Kapolri menambahkan, jika kegiatan pengajian atau kegiatan keagamaan yang sifatnya hanya sesekali saja, hal itu tidak dilarang pemerintah. Namun, Sutarman meminta kepada masyarakat yang membuat pengajian bulanan atau pertemuan agar memberitahukam kepada polisi setempat.

Dengan ada pemberitahuan, Sutarman mengatakan, polisi bisa langsung melakukan pencegahan dan pengamanan jika ada yang ingin bertindak pidana di lokasi. “Diberitahukan kepada kita, jadi nanti kalau masyarakatnya ada masalah, kita bisa mengamankannya. Tapi, kalau rutin tidak boleh,” katanya.

Pernyataan Kapolri tersebut terkait dengan penyerangan rumah ibadah Sleman, Yogyakarta. Pada Kamis (29/5) lalu, penyerangan juga terjadi pada sebuah rumah ibadah di kediaman Julius Felicianus, Kompleks Perumahan STIE YKPN, Sleman DIY. Belum cukup dua pekan, penyerangan kembali terjadi di Majelis Jemaat Gereja Pantekosta di Indonesia Pangukan, Tridadi, Sleman, Ahad (1/6). Enam orang melaporkan kejadian itu ke polisi, termasuk pemilik bangunan dan pendeta, yaitu Nico Lomboan.

Kapolri mengatakan, mengenai penyerangan yang terjadi di Yogyakarta, polisi terus menindaklanjuti. Hingga saat ini, ia mengatakan, ada tiga yang ditetapkan sebagai tersangka. Dua di antaranya masih dalam pengejaran. “Kita sudah periksa 13-an saksi. Siapa pun yang terlibat, akan kita kejar,” ujarnya.

Kapolri juga menolak tudingan pihak tertentu yang menyebut Polri lamban menangani kasus penyerangan rumah ibadah di Yogyakarta. “Itulah masyarakat kita, dari aspek penegakan hukum saya kira sudah tegas,” katanya. Menurutnya, keamanan dan pencegahan tindak pidana buka semata-mata tugas Polri. Tapi, juga merupakan tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat. Dengan adanya kontrol seluruh elemen masyarakat, tindak pidana kekerasan bisa diantisipasi sebelum terjadi.

Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X mengatakan meskipun sudah dilakukan dialog dengan kelompok-kelompok yang ditengarai melakukan kekerasan di Yogyakarta, kekerasan terus terulang. Karena itu, sekarang yang terpenting dilakukan penegakan hukum.

“Saya sudah pernah dialog dengan kelompok-kelompok masyarakat yang ada di Yogyakarta . Bagi saya sekarang penegakan hukum yang penting karena kasus kekerasan terulang-ulang. Sehingga, kalau dialog lagi percuma,” ujarnya usai melakukan pertemuan dengan Uskup Agung Semarang Johanes Pujo Sumarto kepada wartawan di Kepatihan Yogyakarta, Rabu (4/6).

Uskup Agung Semarang mengatakan peristiwa kekerasan dan perusakan di  Yogyakarta merupakan solusi buruk untuk membangun masyarakat yang baik. Karena itu, penegakan hukum harus dilakukan.

rep:wahyu syahputra/esthi maharani/neni ridarineni ed: andi nur aminah

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement