JAKARTA -- Pihak Markas Besar TNI menyatakan, bentrokan berdarah yang terjadi di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Senin (4/8), tidak bermotif sentimen suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Penyebab awal atas konflik tersebut masih didalami aparat keamanan.
"Itu bentrokan biasa, tak ada motif SARA. Aparat TNI sudah turun sejak awal kejadian," ujar Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen TNI Fuad Basya kepada Republika, Selasa (5/8). Kendati demikian, TNI belum bisa menjelaskan akar masalah bentrok tersebut.
Fuad menjelaskan, di daerah Maluku, bentrokan antarwarga masih kerap terjadi dengan aneka pemicu. "Bentrokan bisa disebabkan hal-hal kecil, seperti adu ayam atau anak kecil ditampar, warga kampung bisa terlibat bentrok," ujar dia.
Berdasarkan laporan yang dia terima, Fuad menyebut korban jiwa dalam bentrokan tersebut berjumlah lima orang. Keterangan Fuad itu berbeda dengan penjelasan pihak kepolisian. "Nanti akan saya cek lagi di lapangan," kata Fuad.
Warga dua desa, yakni Luhu dan Iha, Kecamatan Huamual, saling serang pada Senin (4/8) dini hari. Kabid Humas Polda Maluku AKBP Hassan Mukadar mengatakan penyebab bentrokan adalah aksi peledakan bom rakitan yang dilakukan orang tak dikenal. "Awalnya ada ledakan bom rakitan di SD Inpres Iha dan ledakan serupa juga terjadi tempat lain sehingga memicu warga terlibat baku hantam sampai menimbulkan korban jiwa maupun luka-luka," kata Hassan Mukadar.
Sehari sebelum terjadi aksi peledakan bom rakitan, pada Ahad (3/8) juga terjadi pelemparan rumah penduduk di perbatasan kedua desa tersebut. Polisi menduga kedua aksi ini sengaja dilancarkan untuk memancing emosi warga dua desa bertetangga tersebut. Terlebih, pada Kamis (31/7), seorang warga Luhu bernama Hasan Waliulu ditemukan meninggal dunia di sekitar Desa Iha.
"Akibatnya saling menyerang antara kedua warga desa bertetangga ini tidak bisa terelakkan. Delapan orang tewas seketika dalam insiden tersebut dan puluhan lainnya menderita luka ringan dan berat," katanya. Dari warga yang tewas, tiga di antaranya berasal dari Desa Iha. Sementara, lima lainnya adalah warga Desa Luhu. Bentrokan berhasil dihentikan setelah ratusan personel Brimob mengadang dua kelompok pada Senin malam.
Bentrokan di Iha-Luhu hanya berjarak beberapa hari dari kerusuhan di Desa Seith dan Desa Negeri Lima, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, pada Kamis (31/7). Dalam bentrok di Leihitu, empat orang meninggal dan enam lainnya terluka.
Fasilitas
Gubernur Maluku, Said Assagaff, menyatakan, korban pertikaian di kedua lokasi yang terluka dan dirawat di rumah sakit akan difasilitasi pemerintah provinsi maupun kabupaten lokasi konflik. "Jadi, bila butuh pembayaran, maka tagih di Dinas Kesehatan kabupaten yang warganya bertikai. Kan ada program di bidang kesehatan yang memungkinkan pemerintah membayar biaya perawatan ataupun obat dari warganya," ujar Said, kemarin.
Begitu pun yang terpaksa harus dirujuk ke luar Maluku, tetap difasilitasi pemerintah daerah. Gubernur Maluku juga mendesak para bupati dan wali kota agar mengarahkan camat, raja, dan kepala desa agar berperan aktif memelihara stabilitas keamanan. Ia menegaskan, akar masalah pertikaian harus diungkapkan agar tidak sering terjadi.
Kapolda Maluku, Brigjen Pol Murad Ismael, menyatakan, kepolisian belum berhasil mengungkap akar masalah dari pertikaian di Seith-Negeri Lima dan Iha-Luhu. Ia menyatakan, tim dari kepolisian masih terus melakukan investigasi.
"Jangan katanya-katanya atau kabar burung karena polisi/TNI harus berdasarkan data dan fakta tertanggung jawab sehingga pertikaian di dua daerah ini masih belum dipastikan," ujarnya. Ia menjanjikan, langkah-langkah penanganan terhadap dampak pertikaian yang nantinya melibatkan aparat keamanan gabungan. Pasukan TNI akan ikut dikerahkan untuk penanganan tersebut.
Provinsi Maluku telah beberapa kali diguncang konflik horizontal antarmasyarakat. Sepanjang awal dekade 2000-an, ribuan tewas akibat konflik yang dibumbui sentimen keagamaan di daerah tersebut. Konflik yang meluas juga nyaris meletus pada September 2011 lalu. n c54/antara ed: fitriyan zamzami