Jumat 05 Sep 2014 18:30 WIB

Dakwaan TPPU Anas Dinilai tidak Tepat

Red:

JAKARTA -- Pakar hukum dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Choirul Huda menjadi saksi ahli dalam kasus Hambalang untuk terdakwa Anas Urbaningrum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/9). Dalam keterangannya, ia menyoroti dakwaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang disematkan kepada Anas.

Menurut dia, sebelum dakwaan primer dapat dibuktikan, sejatinya tuntutan TPPU tak dapat dibenarkan. Dia melandaskan ucapannya pada Pasal 74 UU TPPU tentang penyidikan pencucian uang dilakukan penyidik dalam tindak pidana asal sesuai ketentuan hukum acara. "Dan, di sini yang dimaksud penyidik tindak pidana asal adalah kejaksaan, kepolisian, KPK, bea cukai, dan Ditjen Pajak. Ini di tahap penyidikan, untuk penuntutan? Tidak bisa," kata dia di hadapan majelis hakim.

Choirul menambahkan, sesuai dengan pandangan keahliannya, kewenangan masuknya TPPU dalam tuntutan sudah dibatasi peradilan. Kewenangan dalam penyidikan dan menuntut dalam TPPU dianggap sebagai yurisprudensi yang tidak bisa dijadikan dasar. "Sifatnya hanya atributif sehingga majelis hakim tak perlu harus membuat keputusan yang menyangkut tuntutan TPPU kepada terdakwa," kata dia.

Apa yang Choirul sampaikan, juga pernah menjadi bahan pertimbangan majelis hakim pada awal rangkaian persidangan Anas dua bulan lalu. Saat itu, dua hakim anggota, hakim ad hoc Tipikor Slamet Subagyo dan Joko Subagyo, mengajukan dissenting opinion terkait dakwaan TPPU Anas.

Menurut keduanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK tak memiliki kewenangan dalam menuntut TPPU. Pendapat dua hakim ad hoc ini sama dengan eksepsi Anas yang menilai JPU KPK tak berwenang menuntut pencucian uang.

Akan tetapi, saat itu pendapat keduanya kalah suara dari tiga hakim lain, termasuk ketua majelis Hakim Haswandi. Proses persidangan pun tetap dilanjutkan dengan menyertakan dakwaan TPPU. Pada kesempatan itu, ia juga menjelaskan terkait status seseorang yang tidak bisa dijerat dengan pasal suap karena bukanlah pejabat negara.

Konstruksi hukum ini didasarkan UU Tipikor. Menurutnya, dijelaskan di Pasal 12 huruf a atau b yang menyebut unsur penerima pemberian haruslah pegawai negeri atau penyelenggara negara. "Apabila kedua subjek hukum itu tidak ada, maka unsur dalam pasal ini pun otomatis tidak terpenuhi," katanya.

Chairul menjelaskan, status Anas sebagai penyelenggara negara baru dimulai saat ia dilantik sebagai anggota DPR RI, yakni pada Oktober 2009. Sebelum itu, kata dia, Anas masih warga sipil yang tak bisa dijerat dengan pasal korupsi penyelenggara negara. rep:gilang akbar prambadi  ed: muhammad hafil

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement