JAKARTA -- Pembebasan bersyarat (PB) terpidana kasus percobaan suap terhadap pimpinan KPK, Anggodo Widjojo, resmi dibatalkan. Hal tersebut menyusul dicabutnya pengurangan masa tahanan (remisi) dengan alasan kesehatan atas Anggodo yang dinilai tidak memenuhi persyaratan.
"Sudah diumumkan bahwa remisi kesehatannya dicabut," kata Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Handoyo Sudrajat, Rabu (22/10). Menurutnya, dengan pencabutan remisi itu, usulan pembebasan bersyarat juga ditolak.
Berdasarkan siaran pers yang diterima Republika pada Rabu (22/10), pencabutan remisi tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tanggal 17 Oktober 2014.
Pencabutan remisi sakit berkepanjangan tersebut didasarkan pada kebiasaan dan keseharian Anggodo yang masih menjadi perokok aktif sehingga dinilai tidak peduli dengan kesehatannya. Anggodo juga tidak menunjukkan perubahan perilaku kehidupan sehari-hari untuk pemeliharaan kesehatannya. Hal tersebut bertentangan dengan dasar pertimbangan dan tujuan pemberian Remisi Sakit Berkepanjangan.
Sebelumnya, berdasarkan pemeriksaan Rumah Sakit Pusat Jantung Harapan Kita Jakarta, Anggodo didiagnosis mengidap angina equivocal dan diabetes melitus. Demikian juga Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta mendiagnosis Anggodo dengan hasil Dizzines, Cervical Spur, dan HNP Lumbal. Sementara itu, dokter Lapas Sukamiskin mendiagnosis Anggodo menderita TBC paru dengan infeksi sekunder.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, Lapas Sukamiskin mengusulkan remisi sakit berkepanjangan Anggodo dan disetujui berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI 15 Tahun 2014 tanggal 15 Juli 2014 tentang Pemberian Remisi Sakit Berkepanjangan.
Surat keputusan Menteri Hukum dan HAM RI tersebut menjelaskan bahwa remisi sakit berkepanjangan tersebut harus disertai surat keterangan dokter yang memuat tiga ketentuan. Ketentuan tersebut yakni penyakit yang diderita sulit untuk disembuhkan, penyakit yang diderita mengancam jiwa atau nyawa, dan penyakit yang diderita membutuhkan perawatan ahli atau dokter di sepanjang hidupnya.
Anggodo diusulkan oleh Lapas Sukamiskin Bandung mendapatkan pembebasan bersyarat. Anggodo pada September 2014 lalu. Menurut Kabid Pembinaan Lapas Kelas IA Sukamiskin Ahmad Hardi, Anggodo diajukan mendapatkan pembebasan bersyarat karena telah memenuhi persyaratan.
Persyaratan tersebut di antaranya telah menjalani dua per tiga masa tahanan dan telah lunas membayar denda yang diputuskan oleh pengadilan. "Menurut kita, dia sudah layak," katanya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan penolakan atas usulan pembebasan saat itu.
Jika remisi kesehatan tak dibatalkan, pembebasan bersyarat tersebut bisa memenuhi persyaratan secara waktu. Dengan pencabutan remisi berkepanjangan, pembebasan bersyarat atas Anggodo juga tak bisa dikabulkan. "Berarti belum memenuhi syarat pembebasan bersyaratnya," kata Handoyo Sudrajat.
Terkait pengajuan pembebasan bersyarat, Handoyo sempat mengatakan Kemenkumham masih menunggu rekomendasi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) perihal kondisi kesehatan Anggodo. Rekomendasi tersebut tak jadi digunakan sebagai pertimbangan untuk mengabulkan pembebasan bersyarat. "Belum ada rekomendasi dari IDI. Dari infokom sudah mengumumkan remisi kesehatannya dicabut," kata Handoyo.
Anggodo divonis bersalah dan diganjar hukuman penjara selama 10 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider lima bulan kurungan pada 2010. Ia dinilai hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terbukti melakukan upaya menyuap pimpinan dan penyidik KPK sejumlah Rp 5,15 miliar. Upaya itu guna membebaskan abangnya, Anggoro Widjojo, yang terjerat kasus korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Kementerian Kehutanan.
Wakil Ketua KPK Busyro Muqod das memberikan apresiasi bagi pejabat di Kemenkumham yang tidak melanjutkan pemberian remisi. "Tentu itu berita menarik dari pemerintah, terutama dirjen lapas yang peka terhadap aspirasi masyarakat dan responsif atas surat KPK," kata Busyro. Menurutnya, perlu ada sikap tegas pemerintah tidak memberikan pembebasan bersyarat pada koruptor. ¦ c62/c78 ed: fitriyan zamzami