Pelaku perampokan disertai pembunuhan di Pulomas, Jakarta Timur, adalah residivis. Salah seorang pelaku, Ius Pane, bahkan baru keluar dari lembaga pemasyarakatan pada November 2016. Apakah ada yang salah dengan pembinaan di lembaga pemasyarakatan? Berikut kutipan wawancara wartawan Republika Umar Mukhtar dengan kriminolog Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar.
Apa yang salah dengan lapas, sehingga tidak menjerakan narapidana setelah dibebaskan?
Pembinaan narapidana (napi) di penjara sudah bercampur aduk dengan orientasi yang bersifat materi, baik itu dari napinya sendiri maupun cenderung pada aparatnya.
Sehingga, hubungannya seperti ikan dalam air, saling menguntungkan. Akibatnya, pembinaan, pelatihan-pelatihan, prosedur dalam kunjungan, prosedur dalam rangka penahanan, itu ada kecenderungan yang bisa diatur-atur. Karena itulah, pasti hasilnya juga pembinaan yang tak adil.
Sistem pembinaan di lapas dan rutan juga sudah tidak sesuai. Banyak penyimpangan yang terjadi. Misalnya, kalau mau besuk itu bayar. Misalnya, mau dapat tempat yang baik itu ada ganti materi tertentu.
Kalau mau lepas dari kegiatan-kegiatan pembinaan, juga ada imbalan-imbalan tertentu. Hubungan antara aparat pembina dengan para napi ini cukup meluas. Inilah yang perlu dirombak oleh pemerintah, terutama dalam hal strategi membina napi.
Pembinaan kepada napi yang semestinya membuat mereka insaf masih lemah?
Ada yang mengatakan, di sana itu seperti sekolah kriminal karena dapat pelajaran dari temannya. Pembinaan yang mengarah pada mentalnya itu, pembinaan rohaninya, pembinaan yang berkaitan dengan mengubah sikap perilaku, itu belum begitu bisa menekan kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik.
Istilahnya, napi dengan aparat hidup seperti ikan di dalam air, saling menguntungkan. Yang satu ingin dapat kebebasan, yang satu ingin mendapat imbalan. Ini harus diubah total. Kalau tidak, ya akan begini-begini. Kasihan masyarakat umum. Karena kondisi yang tak adil ini, akibatnya seperti pembunuhan yang di Pulomas. Pembunuhan yang dramatis.
Berarti tidak bisa disalahkan sepenuhnya ke warga binaan?
Sepenuhnya sih memang nggak bisa. Ini kalau pemerintah menyadari bahwa ada kekurangan dalam pembinaan-pembinaan di lapas. Kalau ini disadari.
Tapi, kecenderungannya kan pemerintah nggak mau disalahkan. Maunya menyalahkan kepada masyarakat saja. Masuk ke polisi juga sering menyalahkan masyarakat. Yang salah masyarakat terus saja. Teroris salah ini, maling salah ini, padahal akar masalahnya bukan di situ.
Dan, mantan napi akan kembali melakukan kejahatan karena saat di penjara tidak dibina dengan baik?
Betul. Di negeri lain yang sama filsafat dasarnya dengan kita, hukuman itu tidak hanya di polisi dan lapas, itu formal, normatif. Tapi, hukum itu ada hukuman sosial. Aspek budayanya ada nilai-nilai yang bisa mengendalikan perilaku masyarakat.
Nah, sekarang ini lembaga di kita yang membina nilai-nilai, seperti lembaga hukum adat itu tidak dilindungi dengan hukum. Padahal, mereka itu kuat membina warganya, seperti di Bali, Jawa juga masih ada. Hukuman tidak hanya di penjara, jadi di lingkungan sosialnya juga ada. Ini seperti tidak ada yang mengurusi hukuman sosial yang berada di luar kewenangan negara.
Apa yang harus diperbaiki agar penjara memberikan efek jera?
Sistem menghukum orang itu harus dirombak total. Kalau itu tidak dirombak, termasuk manajemen sumber daya manusia (SDM)-nya, aparat sipil, juga harus diperbaiki secara total. Kalau itu tidak diperbaiki, hanya pernyataan-pernyataan omdo saja, ya terus akan begini negeri kita. Tidak serius. Maka, yang menduduki posisi itu harus betul-betul serius.
Keadilan itu harus dipegang teguh, dihayati. Misalnya, dalam hal kebijakan sosialisasi atau memasyarakatkan kembali para napi. Bagaimana ini harus dijabarkan mekanismenya, kontrolnya, dan lainnya, itu harus ditata ulang.
Kapasitas lapas yang melampaui batas maksimum apakah juga memengaruhi proses pembinaan napi?
Jelas. Itu secara manusiawi saja kamar itu maksimal tiga orang. Diisi oleh 10 orang itu sudah nggak manusiawi. Itu melanggar hak asasi manusia. Di lapas nggak boleh dong melanggar HAM. Ini yang perlu dipikirkan, menambah luas lapas, tetapi menambah luas lapas itu belum tentu menyelesaikan masalah.
Sebab, hukuman sosial di luar lapas, negara, itu tidak dihidupkan. Tidak dibina oleh pemerintah. Lembaga-lembaga sosial, adat, keagamaan, yang seharusnya ikut mengawasi perilaku masyarakat itu tidak diberikan rangsangan untuk berpacu membina kebaikan. Nah, ini harusnya seimbang, sehingga lapas itu tidak jadi penuh. ed: Hafidz Muftisany