Foto : Republika/Pool/Dharma Wijayanto
JAKARTA -- Persidangan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama berlanjut dengan agenda mendengarkan keterangan saksi di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (3/1).
Pada persidangan kemarin, jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan enam saksi pelapor. Tapi, hanya empat yang dapat hadir dalam persidangan.
Salah satu saksi, Habib Novel, memaparkan sejumlah bukti bahwa Ahok secara meyakinkan telah melakukan tindakan penistaan agama. Bukti-bukti tersebut, lanjut dia, adalah e-book berjudul Merubah Indonesia dalam halaman 40 dari paragraf satu, dua, ketiga, sampai keempat tentang al-Maidah.
Selain itu, Habib Novel menyatakan, Ahok telah menyerang Islam sejak masih menjadi calon wakil gubernur pada 2012. ''Contohnya, ayat suci, no, ayat konstitusi, yes, atau ayat-ayat konstitusi di atas ayat -ayat suci. Itu yang saya sampaikan,'' ucapnya.
Ia meyakini bahwa Ahok bukan hanya sekali melakukan penistaan terhadap Islam. Habib Novel menyebut, keyakinannya itu yang membuatnya membantah pertanyaan kuasa hukum Ahok untuk memberikannya nasihat saja.
''Saya bilang, tidak perlu dinasihati. Kalau Ahok mengucapkan sekali maka saya perlu nasihati. Tapi, Ahok ini berkali-kali. Saat di Pulau Pramuka dan pada 21 September di Partai Nasdem, 30 Maret juga. Tetapi, saya melihat dzohir bahwa Ahok terbukti tidak pernah kapok,'' tegasnya.
Habib Novel juga mengajukan surat permohonan penahanan kepada hakim. Sekjen DPD DKI FPI itu menyebutkan, Ahok satu-satunya tersangka penistaan agama yang lolos dari penahanan. Sehingga, untuk memenuhi rasa keadilan, dirinya meminta kepada hakim untuk menahan mantan bupati Belitung Timur itu.
"Sebagai intinya, saya menyampaikan kepada hakim surat permohonan penahanan. Karena Ahok sudah mengulangi perbuatannya lagi," kata Habib Novel, usai bersaksi dalam sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (3/1).
Saksi kedua dalam persidangan kasus dugaan penistaan agama Habib Muchsin Alatas juga mengutarakan hal yang sama di persidangan. Ia menyebut, Ahok tidak hanya sekali menggunakan al-Maidah sebagai alat politik untuk meraih suara pemilih.
"Saya berikan juga bukti tambahan bahwa di pengadilan sebagai saksi, buku yang berjudul Merubah Indonesia. Ternyata Ahok ini, terdakwa ini, dia berulang-ulang kali menggunakan ayat surah al-Maidah demi kepentingan politik dia," ujarnya sesaat setelah keluar dari ruang sidang, Selasa (3/1).
Dalam tanggapan kuasa hukum Ahok, Muchsin mengatakan, terdakwa menyebut konteks surah al-Maidah tersebut ditujukan untuk lawan-lawan politiknya yang busuk.
"Saya katakan, Anda berbicara di Kepulauan Seribu itu dengan surah al-Maidah (tapi) Anda tidak sebutkan lawan politik yang busuk, tapi Anda katakan, jangan mau dibohongi pakai surah al-Maidah. Artinya, di situ (ditunjukkan untuk) umat Islam," sebut Muchsin.
Anggota Tim Kuasa Hukum terdakwa perkara penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama, Sirra Prayuna, menyatakan, tim kuasa hukum akan melakukan pemeriksaan profil apakah para saksi itu memiliki afiliasi atau tidak terhadap pihak mana pun.
"Sehingga, netralitas dan objektivitas saksi di dalam memberikan keterangan nanti tentang apa yang dia tahu, apa yang dia alami, apa yang dia pahami dan dengar sendiri maka itu akan jadi fokus di dalam kami mengelaborasi berbagai pertanyaan yang akan kami ungkap, sehingga menemukan kebenaran materil dalam sidang ini," tuturnya.
Dalam delik Pasal 156 KUHP yang menjerat Ahok, seorang saksi pelapor tidak harus berada di TKP, cukup dengan melihat kejadian tersebut. "Tetapi, yang paling penting adalah apakah contoh, apakah kesimpulan yang dibuat oleh para saksi dari keterangan-keterangan yang diungkapkan dalam BAP itu mereka memliki satu pengetahuan yang cukup tentang unsur-unsur Pasal 156 atau tidak," ujarnya.
Larangan meliput
Majelis Hakim memutuskan agar persidangan kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang berlangsung di Auditorium Kementan tidak disiarkan secara langsung.
Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto pun meminta agar kamerawan media televisi meninggalkan ruang sidang. ''Persidangan ini tidak live. Untuk itu, kameramen dipersilakan keluar. Di ruangan ini hanya wartawan cetak dan tulis dan reporter. Silakan,'' kata Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto, di Auditorium Kementerian Pertanian, Selasa (3/1).
Namun, ternyata sikap polisi berbeda dengan keputusan hakim. Seluruh awak media dilarang masuk ke dalam ruang sidang tanpa alasan yang jelas. Akibatnya, sempat terjadi saling dorong antara wartawan dan polisi.
''Ini tidak adil, kalau memang tidak boleh. Semuanya tidak boleh. Kita di sini dari pagi, sudah tidak dikasih layar maupun pengeras suara, bagaimana kita bisa mengabarkan jalannya sidang," kata salah satu wartawan di depan pintu masuk ruang sidang.
Meski beberapa kali mencoba berdialog dengan kepolisian, mereka tetap tidak mengizinkan media untuk meliput. Sekalipun ada yang masuk ke ruang sidang, tidak diperbolehkan untuk membawa handphone maupun alat elektronik lainnya. rep: Eko Supriyadi antara ed: Hafidz Muftisany