Rabu 04 Jan 2017 14:00 WIB

Badan Siber akan Dibentuk

Red:

JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengatakan, Presiden Joko Widodo memerintahkan segera dibentuk Badan Siber Nasional (BSN).

"Pembentukan Badan Siber Nasional sudah disetujui dalam rapat, dan Presiden sudah memerintahkan agar (BCN) segera dibentuk," katanya di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (3/1).

Mantan ketua umum Partai Hanura itu menuturkan, BSN hadir untuk memproteksi ancaman siber nasional. Badan tersebut merupakan program Kemenko Polhukam pada 2017.

Pembuatan badan negara ini telah dikonsolidasikan dengan 12 kementerian dan lembaga yang ada di bawah Kemenko Polhukam. Wiranto menginginkan badan ini dapat dibentuk secepatnya.

Pembentukan BSN telah didengungkan sejak 2015, tetapi pada pertengahan 2016, rencana pembangunan badan negara ini dibatalkan Presiden Joko Widodo. Alasannya, negara harus menghemat anggaran. Namun, pengadaan lembaga ini kembali dibuka pemerintah pada Oktober 2016. Pemerintah melihat bayak potensi ancaman peretas dalam kegiatan siber nasional.

Peretasan

Sementara itu, laporan Kaspersky Lab akhir tahun lalu menunjukkan, dalam 12 bulan terakhir, terdapat 43 persen perusahaan mengalami kehilangan data akibat peretasan. Untuk perusahaan skala besar, satu dari lima (20 persen) melaporkan empat, bahkan lebih aksi peretasan data selama periode tersebut.

"Permasalahan datang bukan hanya dari kecanggihan serangan, melainkan perkembangan serangan pada permukaan yang sebenarnya memerlukan perlindungan berlapis," kata Veniamin Levtsov, vice president Enterprise Business di Kaspersky Lab, dalam keterangan tertulisnya.

Beberapa ancaman, seperti kecerobohan karyawan dan paparan data, disebabkan aktivitas berbagi tidak aman. Kondisi ini sulit dicegah.

Survei global Kaspersky Lab 2016 tersebut membandingkan persepsi ancaman keamanan dengan realitas insiden keamanan siber yang sebenarnya terjadi. Survei ini juga menyoroti poin kerentanan potensial lainnya selain dari yang biasanya, seperti malware dan spam. 

Ancaman utama tersebut banyak bermunculan pada sektor bisnis.  Ancaman serius lainnya, yang dipaparkan oleh survei, adalah kecerobohan karyawan. Faktor ini berkontribusi pada insiden keamanan di hampir setengah (48 persen) perusahaan.  Hal ini diikuti munculnya permasalahan lain, seperti keamanan dari layanan cloud pihak ketiga, ancaman IoT, dan masalah keamanan yang berkaitan dengan outsourcing infrastruktur teknologi informasi.

Kaspersky Lab juga melaporkan, serangan siber 2016 terbanyak berhubungan dengan uang. Peretas menyasar perbankan dengan mengintervensi sistem ATM serta penggunaan telepon pintar untuk layanan perbankan.

Serangan perbankan daring menargetkan perangkat android sebanyak 36 persen. Jumlah ini meningkat tajam bila dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya delapan persen. Malware yang menyasar ATM juga meningkat 20 persen dibandingkan pada 2015.

Penyerang memanfaatkan "Google Play Store" untuk mendistribusikan malware android dengan aplikasi yang terinfeksi dan diunduh hingga ratusan ribu kali.

Penelitian itu menemukan 28,7 persen perusahaan memerlukan beberapa hari untuk menemukan gangguan keamanan siber. Sementara, 19 persen memerlukan beberapa pekan atau bahkan lebih lama lagi.

Sebagian kecil perusahaan atau sebesar 7,1 persen membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mengetahui adanya peretasan. Sisanya baru menemukan peretasan melalui audit keamanan eksternal maupun internal atau peringatan dari pihak ketiga, seperti klien atau pelanggan.

Selain serangan pada perbankan, terdapat ancaman siber berupa perdagangan terselubung yang memperjualbelikan puluhan ribu kredensial server yang berhasil diretas. Serangan spionase siber ditargetkan untuk mendapatkan data-data penting.

Kaspersky Lab melaporkan, terdapat pasar gelap untuk memperjualbelikan lebih dari 70 ribu kredensial server. Semuanya merupakan hasil peretasan yang memungkinkan siapa pun untuk membeli akses ke server yang telah diretas.

Penelitian mencatat pada 2016 terdapat 262 juta URL berbahaya dan 758 juta serangan daring berbahaya yang diluncurkan di seluruh dunia. Sebanyak 29 persen di antaranya berasal dari Amerika Serikat, sedangkan 17 persen dari Belanda.  antara ed: Erdy Nasrul

Ancaman Peretasan

49 persen perusahaan mengalami serangan peretasan

50 persen mengalami insiden yang melibatkan ransom ware yang mengakibatkan data mereka disandera.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement