JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria mengungkapkan, pembahasan RUU Pemilu tinggal menunggu daftar inventaris masalah (DIM) dari fraksi -fraksi. Dia menyatakan, pengumpulan DIM tersebut akan dilakukan dalam waktu dekat ini.
''Sekarang setiap fraksi sedang menyusun DIM sekitar tanggal 10 Januari atau 15 Januari. Setelah itu kunjungan ke daerah dan instansi terkait, berdiskusi, dan berdialog untuk membahas dan mencari masukan. Baru di internal pansus secara bertahap,'' kata Riza saat dihubungi, Rabu (4/1).
Riza menyatakan, Gerindra mengusulkan sistem proporsional terbuka. Hal itu berbeda dengan usulan pemerintah yang mengajukan sistem proporsional tertutup. Sementara, soal parliamentary threshold, Gerindra setuju usulan pemerintah yang 3,5 persen.
Gerindra juga mengusulkan agar presidential threshold menjadi nol persen. Hal tersebut agar semua partai politik bisa menyiapkan kader-kader terbaiknya, bukan hanya untuk parlemen dan kepala daerah. Menurutnya, gagasan nol persen itu sejalan dengan apa yang diatur UU di mana semua warga negara mempunyai hak untuk dipilih dan memilih.
Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Golkar Hetifah mengungkapkan, ada 28 isu yang tengah dibahas partainya terkait revisi UU Pemilu. Salah satunya adalah mengenai sistem pemilu di mana Golkar lebih memilih sistem proporsional terbuka.
''Kalau untuk sistem pemilu, prinsipnya mengikuti amanat munaslub, kita mirip sama pemerintah. Hanya, tentu saja di dalam partai ada masukan-masukan, di samping itu prinsipnya siap membahas dengan fraksi lain,'' ujar Hetifah saat dihubungi, Rabu (4/1).
Saat ini, Fraksi Golkar sedang mempersiapkan argumen yang matang mengapa memilih sistem tertutup. Apalagi, sistem tersebut merupakan amanat dari Munaslub Golkar pada pertengahan 2016 lalu. ''Jadi, kita siap memperjuangkan itu,'' kata Hetifah menegaskan.
Hetifah menyatakan, partainya ingin ada sistem presidensial yang efektif serta sistem multipartai yang sederhana. Karena itu, Golkar ingin meningkatkan parliamentary threshold (PT) atau ambang batas parlemen dari yang sebelumnya 2,5 persen.
''Jadi, Partai Golkar mengusulkan PT 10 persen. Mungkin ada yang menganggap ketinggian, kita akan bahas itu. Dengan dua tujuan tadi, kalau kurang dari 10 persen efeknya kurang terasa,'' kata Hetifah. Hetifah menegaskan, usulan PT itu juga berlaku dari pusat sampai ke daerah. Sebab, sebelumnya hanya berlaku di tingkat pusat.
Untuk presidential threshold, Golkar sama dengan pemerintah, yaitu mendukung gagasan 20 persen kursi di parlemen dan 25 persen suara. Caranya adalah dengan menggunakan perolehan suara pada Pemilu 2014. Karena untuk 2019, akan digelar serentak antara pilpres dan pileg.
Sebab, pada pemilu sebelumnya, pileg dilaksanakan terlebih dahulu, kemudian baru dilakukan pilpres. Setelah itu, partai-partai bisa mengusulkan calon presidennya sendiri atau tidak.
Anggota Pansus RUU Pemilu dari Fraksi PAN Viva Yoga Mauladi menilai, prinsip dasar ambang batas parlemen harus mempertimbangkan nilai proporsionalitas. Dengan begitu, ada nilai derajat keterwakilan yang tinggi dalam memperhitungkan proporsi parpol di parlemen.
Ia menegaskan, PT tidak boleh untuk membunuh partai politik yang baru tumbuh atau menghambat partai politik kecil tumbuh besar. ''Karena teorinya, PT itu adalah alat yang digunakan untuk menyederhanakan jumlah parpol,'' kata Viva saat dihubungi, Rabu (4/1).
Karena itu, untuk menyederhanakan jumlah parpol demi memperkuat parlemen, ukurannya harus proporsional. ''Usulan dari PAN, tidak usah lagi ada PT, jadi seperti pada pemilu 1999. Nanti bagi parpol yang mendapatkan kursi, ukurannya ukuran faksi. Faksinya minimal berapa, pilihan kedua tetap 3,5 persen,'' ucapnya.
Begitu juga presidential threshold, Viva menuturkan, sebaiknya tidak ada batasan bagi partai politik. Partai yang lolos PT dalam 2014 berhak untuk mencalonkan pasangan calonnya sendiri. rep: Eko Supriyadi ed: Hafidz Muftisany