Senin 09 Jan 2017 15:00 WIB

Kinerja Timsel KPU Kembali Dipertanyakan

Red:

JAKARTA — Presidium Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengatakan, proses seleksi calon komisioner KPU dan Bawaslu oleh tim seleksi (timsel) masih tidak transparan. Pihaknya mengkritisi tahapan proses seleksi yang dinilai tidak dilakukan secara utuh.

"Sampai saat ini, kami tidak melihat bahwa pansel menjelaskan kepada publik kriteria apa yang dibutuhkan untuk menjadi komisioner KPU dan Bawaslu. Pansel pun tidak memaparkan teknis seleksi perekrutan mereka," ujar Kaka usai diskusi bertajuk "Menakar Kinerja Panitia Seleksi Penyelenggara Pemilu" di Jakarta, Ahad (8/1).

Menurut dia, pengumuman hasil seleksi komisioner KPU dan Bawaslu juga dilakukan secara tiba-tiba. Padahal, sebelum pengumuman, dilakukan dua kali tes kesehatan. KIPP mempertanyakan dua kali tahapan tes ini sebagai bagian yang tidak komprehensif.

"Transparansi pelaksanaan seleksi itu penting, mengingat nantinya akan menentukan rekam jejak para individu yang menjadi penyelenggara pemilu," katanya menegaskan.

Jika proses pemilihan tidak terkoreksi, KIPP mengingatkan adanya risiko hilangnya kepercayaan masyarakat yang berujung pada permasalahan pilkada. Kaka mencontohkan, ada banyak hasil pilkada serentak 2015 yang semestinya secara substantif harus dikoreksi oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Sementara, anggota Komisi II DPR RI Arif Wibowo mengatakan, Komisi II DPR RI memiliki hak untuk menerima atau menolak calon komisioner KPU dan anggota Bawaslu 2017-2022.

"Sampai saat ini Komisi II DPR RI belum melakukan rapat sehingga belum ada keputusan dan sikap resmi dari Komisi II," kata Arif Wibowo.

Arif Wibowo mengatakan, hal itu menanggapi pernyataan Wakil Ketua Komisi II Lukman Edy yang memperkirakan Komisi II berpotensi menolak hasil seleksi tahap kedua calon anggota KPU dan Bawaslu. Sebab, beberapa nama anggota pansel calon anggota KPU-Bawaslu dinilai masih merangkap jabatan.

Arif Rahman menegaskan, pihaknya tidak pernah mengutarakan gagasan penolakan hasil seleksi calon komisioner KPU dan Bawaslu. Hasil seleksi oleh timsel tetap akan diproses sesuai prosedur. "Gagasan soal penolakan itu tidak ada. DPR bahkan tidak pernah melakukan rapat terkait hal itu di Komisi II," ujar Arif.

Pihaknya menegaskan, seleksi calon komisioner KPU dan Bawaslu tetap akan diproses sesuai prosedur. Setelah ada 14 nama calon komisioner KPU dan 10 nama calon komisioner Bawaslu yang telah disetujui presiden, daftar tersebut akan diserahkan kepada DPR.

Selanjutnya DPR akan menggelar uji kepatutan dan kelayakan untuk nama-nama itu. "Saya kira yang fair saja ya prosesnya. Semua fraksi nantinya akan memberikan assessment kepada nama-nama itu. Sekiranya tidak layak, maka tidak akan terpilih," ungkap Arif.

Dia menambahkan, DPR akan menentukan calon komisioner berdasarkan rujukan pengalaman pada pilpres 2014 dan pilkada serentak 2015. Terlebih, tugas komisioner KPU dan Bawaslu pada pemilu 2019 lebih berat dan membutuhkan tenaga ekstra. "Kami menitikberatkan kemampuan dan pengalaman calon komisioner," kata Arif menegaskan.

RUU Pemilu

Sementara, soal pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu, PAN mengutarakan tidak setuju dengan sistem terbuka terbatas yang diajukan pemerintah. Wakil Ketua Umum DPP PAN Viva Yoga Mauladi menyatakan, sistem terbuka terbatas dalam substansi pasal itu adalah sistem tertutup bahwa penentuan calon legislatif terpilih berdasarkan nomor urut, tidak berdasarkan suara terbanyak.

"Sikap PAN adalah tidak sepakat sistem terbuka terbatas alias sistem tertutup berdasarkan nomor urut," jelas Viva saat dihubungi, Sabtu (7/1).

Viva menjelaskan, sistem nomor urut memupuk potensi terjadinya oligarki di partai politik. Siapa yang dekat dengan pimpinan parpol memiliki peluang besar untuk mendapatkan nomor urut yang baik. Sebab, oligarki akan menumbuhkan budaya nepotisme yang merusak nilai demokrasi di partai politik.

Ia menilai, sistem nomor urut melahirkan ketidakadilan dalam proses pencalonan legislatif. Karena bagi calon legislatif yang berjuang dan berpeluh keringat sehingga memperoleh suara terbanyak di daerah pemilihannya yang berada di nomor buncit dipastikan tidak terpilih.      rep: Dian Erika Nugraheny, Eko Supriyadi/antara, ed: Hafidz Muftisany

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement