Teknologi gambar bergerak di dunia film terus berkembang. Mulai dari animasi, teknologi stop motion, hingga computer-generated imagery (CGI) terus hadir memberikan pengalaman menonton yang semakin lama semakin kaya.
Dunia film juga mengenal teknologi hologram, seperti yang hadir dalam film Iron Man. Teknologi hologram juga pernah digunakan untuk 'menghidupkan kembali' Freddie Mercury dalam salah satu konser Queen, beberapa tahun lalu.
Kini, di tengah maraknya animasi 3D, salah satu pembuat film asal New York, Amerika Serikat (AS), membuat terobosan baru. Jeff Desom, sutradara sekaligus penulis naskah ini menggunakan teknologi optical theater dalam menciptakan sebuah film.
Optical theater atau theatre optique merupakan alat yang bekerja seperti proyektor. Hanya, proyektor ini bisa membuat gambar yang direfleksikan menjadi bergerak.
Theatre optique sebenarnya sudah diperkenalkan pertama kali oleh Charles Emile Reynaud asal Prancis pada 1892. Saat itu, Reynaud berhasil memukau penonton dengan menghadirkan cerita Auguste and Louis Lumiere menggunakan optical theater.
Hiburan tersebut mampu bertahan hingga tiga tahun hanya dengan menayangkan satu cerita yang sama. Teknologi yang dimliki Reynaud tersebut kembali digunakan Desom dalam membuat film.
Sebuah film pendek yang cerdik bernama Holorama berhasil mendapat apresiasi dari seniman dunia. Desom menghidupkan beberapa karakter dari banyak film dalam proses pembuatannya.
Holorama adalah karya seni hidup melalui media layar transparan. Format video juga dibuat halus sehingga menghasilkan gambar yang sama dengan aktor di film aslinya. Holorama bahkan mendapat apresiasi dari inventor terkenal Arthur C Clarke. "Holographic film yang terkesan nyata," ungkap Arthur dalam laman resmi Holorama.
Optical theater membuat teknologi refleksi gambar dari film. Karakter dari para pemain seolah terlihat seperti 'hantu' dalam bentuk halus atau transparan. Kemudian gambar diproyeksikan di sebuah kotak atau ruangan hitam. Bentuknya tiga dimensi meski dalam ukuran kecil.
Seperti sedang memandang sebuah model, di mana ada sketsa, furnitur, hingga alat peraga untuk film. Penonton ibarat dibawa untuk mengintip rumah boneka.
Dalam penggarapan Holorama, Desom bekerja sama dengan Oli Pesch selaku pengembang aplikasi model dan media. Keduanya pun membuat kotak yang berisi diorama.
Dalam diorama tersebutlah, adegan-adegan dalam film tersebut dihadirkan. Di dalam kotak ini juga akan tampak para pemain film yang hadir dalam ukuran liliput.
Gambar juga akan bergerak bebas meski terlihat tembus pandang. Kehadiran set film yang dibuat mirip, ditambah para pemainnya, semakin menambah pengalaman para penonton yang hadir dalam menyaksikan pertunjukan dalam instalasi milik Desom.
Desom kemudian memotong beberapa adegan film, kemudian menggabungkannya. Seperti dalam film The Big Lebowski yang rilis 1998 lalu, Desom hanya mengambil latar suasana tempat bermain bowling. Big Lebowski memang film yang berkisah tentang pengangguran yang sangat hobi bermain bowling.
Beberapa film lain yang dihadirkan Desom dalam bentuk instalasi adalah Apocalypse Now, E.T dan Twin Peaks yang merupakan serial yang hadir pada awal era 1990-an. Desom tak mengambil keseluruhan adegan dalam film, tapi hanya beberapa adegan yang menjadi 'signature' dari film-film tersebut.
Misalnya, di dalam Twin Peaks, ia menghadirkan potongan adegan Agen Cooper tengah beraksi bersama lawannya. Atau pada film Apocalypse Now, Desom memilih adegan Martin Sheen bersusah payah keluar dari lumpur.
Adegan yang diambil dari film ET tentu saja adegan si bocah Elliot yang tengah terbang dengan sepedanya menuju bulan. Bahkan, Desom memperlihatkan siluet bulan di dalamnya. "Mungkin orang mengira ini sesuatu yang baru, tapi kenyataannya saya mengadaptasi teknologi dari Reynaud," ungkap Desom seperti dilansir melalui avclub.com .
Desom seolah ingin menghidupkan kembali tradisi besar Reynaud dengan optical theater. Holorama mungkin sebuah film berdurasi pendek. Tetapi, dalam waktu singkat Desom menghadirkan sebuah kreativitas tinggi. N setyanavidita livikacansera