KAIRO — Pimpinan Human Rights Watch (HRW) ditolak masuk ke Mesir dengan alasan keamanan. Direktur Eksekutif Kenneth Roth dan Kepala Divisi HRW Timur Tengah dan Afrika Utara Sarah Leah Whitson tertahan di bandara selama 12 jam.
Roth dan Whitson pada Selasa (12/8) dijadwalkan di Kairo dalam publikasi laporan pembunuhan massal terhadap pengunjuk rasa oleh pasukan keamanan Mesir tahun lalu, pascakudeta panglima angkatan bersenjata Abdel Fattah al-Sisi atas Presiden Muhammad Mursi.
HRW merupakan salah satu orgaisasi HAM yang mengecam tindakan keras militer terhadap pengunjuk rasa. Selepas kudeta pada Juli 2013, pendukung Mursi secara simultan berunjuk rasa menentang langkah militer yang melanggar konstitusi.
Whitson melalui Twitter-nya, Senin (11/8), mengatakan, dirinya tertahan 12 jam di Bandara Internasional Kairo hingga akhirnya dideportasi karena alasan keamanan.Whitson dan Roth tertahan oleh otoritas keamanan sejak Ahad malam.
Setelah dideportasi, Whitson meninggalkan Kairo pada saat itu juga dan Roth menggunakan penerbangan selanjutnya pada Senin pagi. Seorang petugas bandara mengungkapkan, keduanya diminta pulang atas perintah lembaga keamanan.
Ia tak memberikan keterangan lebih lanjut mengenai tindakannya itu. Ini pertama kalinya Pemerintah Mesir menolak pimpinan HRW memasuki negerinya. Pejabat Mesir belum bersedia memberikan keterangan terkait penolakan pimpinan HRW tersebut.
Sebelumnya, Pemerintah Mesir menyatakan mereka melakukan tindakan keras dalam memerangi teror. Mereka tak membedakan antara ribuan anggota Ikhwanul Muslimin (IM) yang tertangkap saat berdemo menentang militer maupun militan yang ditangkap di Sinai.
Omar Shakir, penulis laporan dan peneliti utama HRW, mengonfirmasi pendeportasian Roth dan Whitson. Ia juga menyatakan telah menginformasikan temuan-temuan penting dari peristiwa setahun lalu itu dalam laporannya setebal 188 halaman.
Ia mengaku belum memperoleh respons resmi dari pemerintah. Dalam laporan itu, HRW mengungkapkan secara sistematis pasukan keamanan menembakkan amunisi aktif ke arah pengunjuk rasa. Sekitar 1.150 pendukung Mursi meninggal dunia akibat tindakan militer dan polisi.
Penembakan terjadi di Lapangan Rabiah Aladawiyah, Kairo, dan lima lokasi lainnya. Belum ada satu orang pun yang ditahan atas kematian ribuan aktivis itu. Pemerintah Mesir pun hingga saat ini belum melakukan penyelidikan resmi yang dipublikasikan.
Menurut Kenneth Roth, Mesir terlihat menghindar dari fakta terjadinya penyalahgunaan wewenang itu. Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri Mesir Hani Abdel-Latif mengakui belum ada tanggapan terhadap laporan HRW tersebut.
Menurutnya, Dewan Nasional untuk HAM sudah melakukan penyelidikan sendiri terhadap peristiwa itu. Pengadilan akan merujuk pada hasil penyelidikan tersebut. rep:ap/reuters/c66 ed: ferry kisihandi