Sabtu 14 Jan 2017 17:00 WIB

Derap Langkah di Warsawa dan Moskow

Red:

Beberapa orang terlihat melambaikan tangan dan mengacungkan bendera Amerika Serikat (AS) di Polandia. Mereka terlihat gembira menyambut kedatangan pasukan militer dari negara itu, Kamis (12/1).

Sejumlah tank dan kendaraan perang lain dari AS memasuki Polandia melalui wilayah barat daya. Pasukan Negeri Paman Sam akan menuju Zagan, kota yang nantinya memiliki basis tentara.

Bagi tak sedikit warga di Polandia, kehadiran tentara AS telah menjadi impian sejak lama. Sejak berakhirnya era komunisme di negara itu pada 1989, mereka merasa masih terancam oleh Rusia.

"Ini adalah mimpi yang terpenuhi. Bukan hanya kehadiran simbolis, melainkan juga kemampuan nyata dari AS," ujar direktur dari lembaga pendanaan German Marshall di Warsawa dilansir ABC News, Jumat (13/1).

AS dan negara-negara Barat lainnya telah melakukan sejumlah latihan dalam beberapa tahun terakhir di sebelah timur Kawasan Samudra Atlantik Utara. Tapi, dengan ditempatkannya sekitar 3.500 tentara AS kali ini di Polandia menandai pertama kalinya penyebaran lebih lanjut ke negara yang juga merupakan sekutu dalam Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) tersebut.

Penempatan tentara AS di Polandia menjadi bagian dari komitmen Presiden Barack Obama menjelang akhir masa kepemimpinannya. Ia berjanji untuk melindungi sejumlah negara yang khawatir dengan Rusia. Khususnya, saat aneksasi terhadap Crimea dilakukan oleh negara yang dipimpin oleh Presiden Vladimir Putin itu pada 2014. 

Polandia dan negara-negara yang tergabung dalam NATO di Kawasan Baltik juga merasa terancam dengan penyebaran rudal Rusia dengan jenis Iskander. Rudal berkemampuan nuklir itu sempat diluncurkan di Kaliningrad, wilayah antara Polandia dan Lithuania.

Sebelumnya, Polandia merasa dikhianati saat Obama sempat mengkaji ulang hubungan dengan Rusia. Hal itu membuat rencana untuk menempatkan sitem pertahanan rudal di negara itu digantikan dengan sistem lainnya yang disebut kurang mumpuni.

"Presiden AS belakangan berpikir ada kesepakatan besar yang mungkin tercapai dengan Rusia. Termasuk nantinya saat negara itu dipimpin Donald Trump," jelas seorang peneliti Eropa dari Visegrad Insight, Marcin Zaborowski.

Karena itu, ia mengatakan, sangat mungkin sejumlah negara di Eropa Tengah dan Timur sangat khawatir. Baru-baru ini, Menteri Luar Negeri Polandia Witold Waszczykowski juga mengatakan, tidak ingin terlibat dalam upaya rekonsiliasi dengan Rusia.

Sebelum memasuki Polandia, pasukan AS berada di Jerman selama satu pekan. Terdiri atas tim brigade tempur lapis baja yang berasal dari Fort Carson, Colorado. Nantinya, mereka juga akan ditempatkan di tujuh negara anggota NATO di Eropa mulai dari Estonia hingga ke Bulgaria.

Dalam misi terpisah, NATO juga akan mengerahkan empat batalion ke sisi timur Eopa  pada tahun ini. Masing-masing adalah ke Polandia dan tiga negara Baltik. AS menjadi pemimpin dalam salah satu batalion.

Sementara itu, Kanselir Jerman Angela Merkel juga menyerukan agar seluruh negara anggota Uni Eropa untuk meningkatkan kerja sama keamanan dan pertahanan. Ia mengaitkan hal itu dengan tidak adanya jaminan bahwa pasukan AS bisa selamanya berada untuk mereka.

Eropa menghadapi sejumlah tantangan keamanan yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Di antaranya, dengan sejumlah kasus terorisme yang dinilai meningkat. Ditambah, adanya arus kenaikan migrasi seiring terjadinya perang di Suriah, Ukraina Timur, serta kemiskinan dan kelaparan di Afrika. 

Meski tidak menyebutkan secara jelas, tampaknya Merkel melihat ada kemungkinan perbedaan dalam pemerintah baru AS yang dipimpin Trump. Terhadap Uni Eropa, khususnya, adalah seperti perkataan miliarder itu untuk mempertimbangkan kontribusi dari sejumlah negara NATO sebelum memutuskan mengirimkan bantuan.

"Saya yakin, Eropa dan Uni Eropa seluruhnya harus belajar mengambil tanggung jawab lebih besar untuk dunia di masa depan," ujar Merkel dilansir the Independent.

Merasa terancam

Sementara itu, Rusia menilai tindakan AS kali ini sebagai sebuah ancaman dengan kehadiran militer di negara itu di dekat perbatasan mereka sebagai pihak ketiga.

"Tindakan ini mengancam kepentingan dan keamanan kami karena kehadiran militer asing sebagai pihak ketiga dekat perbatasan Rusia," ujar juru bicara Presiden Rusia Vladimir Putin, Dmitry Peskov.

Secara terpisah, di Rusia militer sedang melindungi Moskow dari kemungkinan serangan. Mereka menempatkan sistem antirudal Growler S-400 di Kota Podolsk, sekitar 25 kilometer dari Moskow.

Kementerian Pertahanan Rusia menegaskan, satu resimen Angkatan Udara Rusia juga telah dikerahkan ke daerah sekitar kota. Resimen Angkatan Udara lainnya yang dipersenjatai dengan sistem S-400 akan segera ditempatkan di dalam Kota Moskow.

Pasukan tempur Aerospace Forces' Moscow Region telah menerima satu resimen Angkatan Udara baru dan satu sistem antirudal S-400. Mereka akan mulai melakukan tugas pertahanan pada Rabu, 11 Januari, di kawasan industri Moskow," ujar Menteri Pertahanan Rusia, dikutip the Independent.

Di Rusia, S-400 dikenal dengan nama Triumf, sedangkan NATO menyebutnya sebagai Growler. S-400 adalah sistem antirudal yang paling canggih dan dapat mencapai target sekitar 400 kilometer.

Kementerian Pertahanan mengatakan, S-400 dirancang untuk melindungi infrastruktur penting negara, seperti jembatan, pembangkit listrik, dan jalur kereta api.

Perlindungan terhadap Moskow diperketat seiring dengan meningkatnya ketegangan dengan negara-negara Barat. Tapi, Kementerian Pertahanan Rusia tidak memberikan rincian negara mana yang berpotensi melakukan serangan terhadap Rusia.      Oleh Puti Almas, Fira Nursya’bani/reuters, ed: Yeyen Rostiyani

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement