Oleh: Zaky Al Hamzah(Wartawan Republika) -- Thoyib Suwardi cemas. Berulang kali dia menghubungi seseorang untuk memastikan apakah bisa memasukkan barang dan peralatan kesehatan ke Bandara International King Abdul Aziz (KAIA), Jeddah, Arab Saudi. Sesekali dia cek telepon selulernya. Sejurus kemudian mendesah. Entah apa yang diucapkan. Yang pasti keinginannya tak terkabul. Kecewa.
"Saya sudah tiga kali ditolak di check point bandara dalam satu hari ini," kisahnya. Kendaraan pengangkut barang dan peralatan kesehatan milik Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) 2014 Daerah Kerja (Daker) Jeddah sudah tertahan di luar bandara sejak pukul 08.30 waktu Arab Saudi (WAS).
Thoyib merupakan sopir salah satu kepala seksi (kasi) di PPIH 2014 Daker Jeddah. Bagian dari temus (tenaga musiman). Saat itu, Thoyib tidak sedang mengantar kasi. Ia sedang diminta kepala daker untuk mengirim barang dan peralatan kesehatan untuk penyambutan jamaah haji Indonesia kloter 1 yang tiba pada Senin (1/9). Ada tiga kendaraan milik PPIH Daker Jeddah yang masih tertahan di depan pintu masuk bandara. Kendaraan ini diparkir sekitar satu kilometer dari pintu masuk pemeriksaan, terdiri atas satu unit bus mini (kapasitas 28 orang), satu unit mobil ambulans, dan satu unit truk bak terbuka berisi peralatan kesehatan, seperti kursi roda, kasur lipat, dan obat-obatan.
Ada dua istilah bila ingin masuk ke Bandara Jeddah. Ketat dan sulit-sulit gampang. Ketat belum tentu sulit. Kalau sulit, pasti ketat. Disebut 'ketat' kalau petugas hanya menanyakan kartu masuk bandara (Tasrekh) kepada calon penumpang atau pengantar ke bandara. Biasanya berlaku hanya rombongan dalam satu kendaraan atau calon penumpang pesawat yang naik shuttle bus (bus antar-jemput gratis) semacam bus Damri di Bandara Soekarno-Hatta. Atau rombongan, namun yang memproses satu orang dan diizinkan masuk area bandara. Petugas juga akan mengecek stiker khusus masuk bandara. Bagi calon penumpang atau petugas yang mengendarai mobil dan tak dilengkapi stiker ini, harus naik shuttle bus.
Pada Senin (1/9), saya dan 27 petugas PPIH berada dalam satu kendaraan bus mini. Ada tiga bus mini dan dua mobil pribadi yang berangkat dari hotel tempat kami menginap menuju bandara untuk menyambut jamaah haji kloter 1. Mobil paling depan terdapat Kepala Daker Jeddah Ahmad Abdullah Yunus. Pengecekan pertama dilakukan petugas keamanan dalam (amdal) berpakaian militer warna cokelat loreng dengan pistol laras pendek di pinggang di pos kecil yang berjarak 100 meter dari pos pemeriksaan utama. Di pos pertama ini, petugas PPIH yang menumpang bus mini hanya diminta menunjukkan Tasrekh. Lolos dari pos ini, kendaraan melaju ke pos utama. Ada empat loket dan dijaga sekitar empat petugas berpakaian sama, namun memakai baret merah.
Tiba di pintu pengecekan utama, kepala daker terlihat menunjukkan surat-surat masuk rombongan PPIH serta surat dari Kantor Teknis Urusan Haji (TUH) Indonesia di Arab Saudi. Kami yang berada di bus paling akhir berharap-harap cemas. Di titik ini, istilah 'ketat' dan 'sulit-sulit gampang'. Birokrasi petugas keamanan bandara di Bandara KAIA ini tidak seperti beberapa bandara di Indonesia yang sering saya singgahi selama bertugas liputan. Meski sudah dilengkapi surat dari kantor TUH, bukan jaminan calon penumpang atau rombongan bisa masuk dengan mudah.
Bila perasaan hati si petugas sedang enak, calon penumpang pesawat, pengantar ke bandara, atau petugas penjemput jamaah haji akan mudah masuk bandara, kendati tetap dicek secara ketat. Namun, jika suasana hati si petugas sedang tidak enak atau kesal karena sesuatu hal, mereka akan memeriksa calon penumpang dengan super ketat. Disebut 'sulit-sulit gampang' karena petugas tidak hanya minta menunjukkan kartu Tasrekh atau pas masuk bandara.
"Petugas yang hatinya sedang kesal ini bahkan minta calon penumpang atau yang hendak masuk bandara untuk menunjukkan Egoma (semacam KTP) serta bertanya satu per satu ke penumpang. Biasanya, pertanyaan ‘mau ke mana?’ atau ‘ada keperluan apa?’ dan semacamnya," tutur Thoyib. Tidak soal apakah yang ditanya bisa berbahasa Arab atau tidak.
Petugas ini bukan pegawai sipil atau satuan kepolisian. Mereka militer. Sukur Madjana Sanan, bagian pelayanan umum PPIH Daker Jeddah menimpali. Selain pengecekan di pintu masuk, petugas amdal kerap mengawasi di sekitar area dalam bandara. "Kalau ada orang yang berada di area bandara tak bisa menunjukkan Tasrekh, bakal ditahan," katanya.
Selama sekitar 20 menit, kami menunggu proses pengecekan di dalam bus mini. Sebagian dari kami melafalkan zikir. Sesekali zikir terdengar, kemudian hening. Semenit lagi terdengar lagi lantunan zikir dan doa-doa. Tapi, masing-masing memiliki harapan sama. Berharap proses masuk bandara berjalan lancar. Sambil menanti, pandangan mata kami arahkan ke ratusan mobil yang diparkir di pinggir jalan tanpa tiang penutup. Untungnya, pagi itu, kami hanya diminta menunjukkan kartu Tasrekh. Sehingga, proses pemeriksaan tak berlangsung lama. "Tunjukkan Tasrekhnya, please..." ucap sopir mobil bus mini yang kami tumpangi. Para petugas PPIH, termasuk saya, pun menunjukkan kartu Tasrekh ke arah tiga petugas yang mengawasi dari kanan-kiri kendaraan.
Plong hati kami … sesaat setelah kami diizinkan masuk bandara. Kendaraan pun dilaju dengan kecepatan penuh karena jarak pintu utama pemeriksaan dengan parkiran bus kami sekitar tiga kilometer. Sesaat setelah bus berhenti, kami menuju ke Blok E Plaza Bandara. Ini merupakan lokasi menunggu jamaah haji yang keluar dari Imigrasi dan hendak naik bus tujuan Madinah atau Makkah. Tempat ini bisa menampung sekitar 500 orang jamaah.
Oh ya, bagaimana nasib tiga kendaraan pengangkut peralatan kesehatan? "Alhamdulillah, setelah dilobi sana-sini, kendaraan tersebut sudah diizinkan masuk pada pukul 18.00 WAS (9,5 jam sejak ditahan)," tutur Thoyib. Kini, setiap hendak masuk bandara, sejumlah petugas PPIH gemar melafalkan zikir dan doa. Tentunya, mendoakan agar hati petugas baret merah sedang senang.