MADINAH -- Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja (Daker) Madinah bertindak cepat terkait adanya sejumlah pemondokan jamaah haji di Madinah yang berada di luar Kompleks Markaziah atau di luar ring 1 Masjid Nabawi akibat penyedia akomodasi di Arab Saudi (majmuah) mengingkari perjanjian alias wanprestasi.
Untuk solusi jangka menengah, PPIH Daker Madinah akan mencarikan pemondokan pengganti yang lokasinya masih dekat dengan area Markaziah. Kepala PPIH Daker Madinah Nasrullah Jassam mengatakan, pihaknya tidak menyangka majmuah tersebut ingkar janji, apalagi menjelang masa kedatangan jamaah haji dari Bandara Internasional Pangeran Muhammad bin Abdulaaziz, Madinah, dan Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah.
Foto:Dok Kemenag
Suasana rapat evaluasi yang di pimpin Duta Besar RI untuk Arab Saudi Abdurrahman Mohammad Fachir di kantor Teknik Urusan Haji Jeddah, Sabtu (13/9).
"Menurut ketentuan, penempatan jamaah haji di Madinah seluruhnya di dalam Markaziah dan tidak boleh lebih 650 meter dari Masjid Nawabi. Dari awal sudah kita sepakati dan (semula) tidak ada masalah," kata dia di kantornya di Madinah, Ahad (14/9).
Menurut Nasrullah, semula tidak ada tanda-tanda majmuah melakukan perubahan kesepakatan. Tapi, menjelang kedatangan jamaah haji, sekitar delapan majmuah tiba-tiba menawarkan hotel yang berada di luar Markaziah. Atas sikap itu, Nasrullah menganggap, kedelapan majmuah tersebut mengingkari perjanjian.
"Sampai, kemudian beberapa hari sebelum kedatangan jamaah, ada majmuah yang menyatakan tidak sanggup. Namun, kita tidak bersedia karena kontrak yang ditandatangani harus di dalam Markaziah," katanya.
Alasan para majmuah membatalkan kontrak pemondokan sangat banyak, antara lain, hotel mereka tidak ada izin operasi. Beberapa beralasan hotel berada di lokasi perluasan Masjid Nabawi. "Alasan-alasan itu tidak bisa kami terima," ujar Nasrullah.
Sebab, lanjut dia, dalam perjanjian antara Kementerian Agama RI dengan para majmuah itu adalah tak ada pemondokan di luar Markaziah. Pemondokan yang berada di Markaziah maksimal berjarak 650 meter dari Masjid Nabawi. Tapi, karena majmuah tidak mematuhi kontrak tersebut, sejumlah jamaah haji terpaksa tinggal di pemondokan yang jaraknya lebih dari satu kilometer dari Masjid Nabawi.
"Kami mohon maaf karena ini murni majmuah (melakukan) wanprestasi," terangnya. "Kalaupun ditempatkan (di pemondokan yang wanprestasi ini) maka itu adalah hotel pilihan terbaik di antara yang terburuk," sambung Nasrullah.
Dalam pantauan Media Center Haji (MCH) Madinah, kondisi pemondokan di luar area Markaziah tersebut sangat memprihatinkan. Salah satu pemondokan itu adalah Mihaq Al Mudiaf, terletak sekitar satu kilometer dari Masjid Nabawi. Posisinya di sebelah Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI). Pengamatan dari luar, pemondokan ini tampak tak terurus. Di depan gedung berjejer sejumlah mobil usang diparkir.
Lobi pemondokan ini sempit bila dibandingkan dengan pemondokan di sekitar Masjid Nabawi yang memiliki lobi cukup luas. Untuk masuk ke kamar pemondokan, jamaah harus naik lift yang terlihat kuno. Rata-rata, kamar diisi sembilan sampai 10 orang jamaah haji. Setiap dua kamar, terdapat satu kamar mandi. Meski kamar mandi cukup luas, jamaah harus bergantian mandi.
Salah satu pembimbing ibadah haji yang tinggal di pemondokan tersebut, Baymakmun, mengatakan, rata-rata jamaah mengeluh kalau pemondokan mereka kejauhan, sehingga mereka kelelahan. Padahal, mereka harus menuntaskan shalat Arbain. Meski demikian, ada pula yang pasrah dengan keadaan itu daripada harus tidur di selasar pemondokan.
Sementara, Inspektur Jenderal Kemenag M Jasin mengatakan, majmuah Madinah yang melanggar kontrak itu akan didenda berupa pengurangan pembayaran sewa rumah sebesar 300 riyal per jamaah. Majmuah tersebut juga akan masuk dalam daftar blacklist sehingga tidak akan disewa lagi pada penyelenggaraan haji tahun depan. "Tahun depan, majmuah yang nakal tidak akan kita sewa seiring perubahan e-hajj," tegasnya, seperti dilansir laman resmi Kemenag.
Dikatakan Jasin, Indonesia tidak bisa menuntut pidana ke orang Arab karena pelanggaran kontrak ini adalah masalah perdata. Untuk itu, Kemenag hanya akan menerapkan denda. "Ini masalah perdata, jadi hanya denda yang bisa kita tempuh.'' rep:zaky al hamzah ed: wachidah handasah