Jumat 26 Sep 2014 18:30 WIB
Kabar dari Tanah Suci

Gelar Haji untuk Sang Loper Koran

Red:

Oleh: Neni Ridarineni -- Aktif, kreatif, dan selalu berpikir positif. Boleh jadi, hal-hal itulah yang telah mengantarkan Sadino, loper koran berusia 72 tahun, menunaikan ibadah haji.

"Alhamdulillah, saya bisa menunaikan ibadah haji karena panggilan Allah dan usaha saya. Kalau tidak berusaha dan karena panggilan Allah, saya belum bisa sampai sini. Saya tidak terbayang bisa melihat Ka’bah," kata kakek kelahiran Wonosobo, Jawa Tengah, 30 April 1942 ini.

Dalam kesehariannya, Sadino mengaku mau mengerjakan apa saja yang bermanfaat bagi orang lain. Mulai dari memperbaiki WC mampet, listrik yang korsleting, menjadi tukang pijat, memandikan jenazah, hingga memperbaiki kubah masjid yang bocor. Bahkan, kata Sadino, dia merupakan satu-satunya orang di Depok, Jawa Barat, yang bisa memperbaiki kubah bocor.

"Kalau ada orang minta tolong, apa saja saya kerjakan. Pekerjaan yang jorok, seperti memperbaiki WC yang mampet pun saya kerjakan," ujar kakek dari tiga cucu ini. Meskipun sudah berusia lebih dari 70 tahun,  Sadino yang tiba di Makkah pada 19 September lalu sama sekali tak menunjukkan kelelahan. Ia tampak bugar.

Sehari-hari, ia kerap menggunakan sepeda ontel untuk memperlancar aktivitas. "Saya sudah terbiasa naik sepeda mengantar koran setiap hari mulai pukul 04.00 sampai pukul 07.00 WIB. Alhamdulillah, sekarang sehat-sehat saja," katanya.

Walau hanya berijazah sekolah dasar, Sadino mengaku sempat bekerja di PLN, tepatnya di bagian jaga diesel. "Sekarang orang bekerja di PLN ijazahnya minimal S-1, ada S-2 dan S-3. Kalau saya es tong-tong. Dulu tahun 1965 orang gampang sekali dapat pekerjaan. Padahal, setelah lulus SD hanya kursus montir enam bulan," katanya sambil tersenyum.  

Namun, sembari bekerja di PLN, ia menjadi loper koran. Hal itu dilakoninya sejak 1985 hingga sekarang. Sadino yang pensiun dari PLN pada 1999 mengatakan, loper koran itu pekerjaan yang ringan sehingga tidak mengganggu pekerjaan utamanya kala itu sebagai pegawai PLN.

Sejak bekerja di PLN, ia selalu menyisihkan 10 persen dari gajinya untuk keperluan yang tak terduga. Bertahun-tahun menabung, akhirnya pada 2010 ia memantapkan hati untuk mendaftar haji. Saat itu, tabungannya sudah terkumpul Rp 27,5 juta.

"Saya lalu tanya-tanya ke Kementerian Agama bagaimana caranya bila mau daftar haji. Waktu itu saya langsung didaftarkan dan katanya berangkat tahun 2013, tapi di tahun itu harus menambah tabungan sekitar Rp 15 juta lagi," ujarnya.

Dari uang pensiun dan hasil kegigihannya dalam bekerja, pada 2013 Sadino berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp 15 juta. Namun, karena ada pengurangan kuota untuk jamaah haji Indonesia, keberangkatan Sadino diundur, hingga akhirnya berangkat ke Tanah Suci pada 2014. 

Ia mengaku bahwa sampai sekarang tak mempunyai telepon genggam ataupun sepeda motor. "'Saya ke mana-mana pakai sepeda.Tapi, ini membuat badan sehat," katanya. Namun, ia pernah kehilangan sepeda saat shalat Subuh di sela-sela mengantar koran.

"Waktu itu saya baru mengantar delapan koran. Padahal, koran yang diantar ada 170 lembar. Sepeda dan korannya hilang semua. Alhamdulillah, korannya diganti. Langsung saya antar dengan berjalan kaki," katanya. Namun, ia tak merasa jera menjadi loper koran. Bahkan nanti bila sudah bergelar haji,  ia tetap akan menjadi loper koran.

Sepulang menunaikan ibadah haji, ia bertekad memberitahu orang-orang yang ia kenal bahwa jika ingin berhaji, pakailah jalur yang resmi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement